Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
SOLO-Pada sekitar 1977-1979 rezim Orde Baru membebaskan ribuan tahanan politik dari Pulau Buru. Para tahanan yang dianggap terafiliasi dengan Partai Komunis Indonesia itu diasingkan ke Pulau Buru tanpa proses peradilan. Namun, terbebas dari tahanan bukan berarti lepas dari kesulitan. "Banyak problem yang harus mereka hadapi saat kembali ke tengah masyarakat," kata Koordinator Sekretariat Bersama (Sekber) 65 Winarso saat ditemui Jumat, 29 September 2017.
Banyak diantara mereka yang kehilangan tempat tinggal lantaran sudah dikuasai oleh orang lain. Tidak sedikit pula yang kesulitan menemukan keluarganya lantaran telah tercerai berai. Belum lagi mereka harus menerima cibiran masyarakat serta kehilangan sejumlah hak sebagai warga negara.
Baca: Anak Tapol 1965 Bisa Hidup Damai di Banyumas
Kondisi itu menyebabkan para eks tahanan politik akhirnya memilih bergabung dengan beberapa lembaga yang memperjuangkan hak-hak mereka. "Satu orang bisa ikut dua hingga tiga organisasi," kata Winarso yang pernah berkecimpung di Yayasan Penelitian Korban Pembunuhan (YPKP) 65.
Banyaknya lembaga yang memiliki visi dan misi dianggap merepotkan. Sejak 2005 beberapa lembaga lantas menginiasi sebuah aliansi bersama berupa Sekretariat Bersama 65. Namun, kesepakatan itu bubar di tengah jalan. Sekber 65 akhirnya menjadi organisasi yang berdiri sendiri. "Kami bergerak langsung ke akar rumput dengan melakukan pendampingan intensif kepada para korban," kata Winarso.
Simak: Bekas Tahanan Politik Bukukan Sketsa Pulau Buru
Sekber 65 mendampingi sekitar 1.500 orang bekas tahanan politik di delapan daerah di Jawa Tengah. Mereka tersebar di Solo, Sukoharjo, Klaten, Karanganyar, Purbalingga, Cilacap, Banyumas dan Magelang. Salah satu upaya yang diperjuangkan Sekber 65 adalah membangun rekonsiliasi. Mereka sering membuat pertemuan-pertemuan dengan mengundang masyarakat umum. "Meski terkadang masyarakat banyak yang takut untuk datang," katanya.
Setelah belasan tahun upaya-upaya yang dilakukan mulai menampakkan hasil. Di tataran akar rumput, eks tahanan politik sudah bisa hidup berdampingan dengan masyarakat. "Puncak keberhasilan baru kami dapatkan pada acara Agustusan kemarin," kata Winarso.
Lihat: Tudingan PKI dan Cerita Histeria Tiap 30 September
Pada saat itu, kata Winarso, Sekber 65 mengadakan kegiatan gerak jalan bersama antara para eks tahanan politik dengan masyarakat di sebuah perkampungan di Solo. "Kami gelar melalui program Kampung Peduli Hak Asasi Manusia," katanya. Para eks tahanan politik dari daerah lain yang ikut bergabung dalam gerak jalan itu diterima dengan baik oleh warga. "Terjadi dialog-dialog yang sangat alami selama acara berlangsung."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Menurut Winarso, Sekber 65 telah memberi bukti bahwa rekonsiliasi bisa berhasil dilakukan meski di tingkat kampung. "Pemerintah semestinya bisa melakukan hal serupa di tingkat kabupaten, provinsi hingga nasional," katanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini