Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, JAKARTA - Teori Gujarat adalah salah satu teori yang menjelaskan mengenai penyebaran Islam ke Indonesia. Menurut teori ini, Islam pertama kali masuk ke Indonesia melalui para pedagang Gujarat (India) yang beragama Islam pada abad ke-7 hingga 13.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Gujarat, yang terletak di pantai barat India, merupakan pusat perdagangan yang sangat penting pada masa itu, dan pedagang-pedagang Muslim dari wilayah tersebut memainkan peran besar dalam penyebaran agama Islam di Nusantara.
Asal-Usul Teori Gujarat
Teori Gujarat menjelaskan bahwa Islam pertama kali masuk ke Indonesia melalui pedagang-pedagang Muslim dari Gujarat, India, pada abad ke-7 Hijriyah atau abad ke-13 Masehi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Gujarat, yang terletak di pesisir barat India dan berbatasan dengan Laut Arab, menjadi pusat perdagangan yang sangat penting. Menurut teori ini, para pedagang Gujarat yang telah memeluk Islam, bukan pedagang Arab langsung, yang memperkenalkan agama Islam ke Indonesia melalui jalur perdagangan.
Teori ini pertama kali dicetuskan oleh J. Pijnapel, seorang sarjana dari Universitas Leiden pada abad ke-19, dan kemudian disebarkan oleh orientalis Belanda, Snouck Hurgronje. Mereka berpendapat bahwa Islam lebih dahulu berkembang di kota-kota pelabuhan di Anak Benua India, dan orang-orang Gujarat lebih awal membuka hubungan dagang dengan Indonesia dibandingkan dengan pedagang Arab.
Tokoh Pengembang Teori Gujarat
Teori Gujarat mengenai penyebaran Islam di Nusantara melibatkan beberapa tokoh penting yang memberikan kontribusi dalam pengembangannya. J. Pijnappel, seorang sarjana Belanda dari Universitas Leiden, merupakan tokoh pertama yang mengajukan teori ini pada abad ke-19.
Teori ini kemudian dikembangkan oleh Snouck Hurgronje, seorang orientalis Belanda lainnya, yang menekankan peran pedagang Gujarat dalam menyebarkan Islam melalui jalur perdagangan. J.P Moquetta juga turut memperkuat teori ini dengan penemuan batu nisan di Aceh.
Meskipun teori Gujarat ini cukup populer, namun terdapat pula kritik dan pandangan yang berbeda, seperti yang disampaikan oleh Buya Hamka.
Kelebihan Teori Gujarat
Salah satu kelebihan dari teori Gujarat ini adalah adanya bukti yang mendukung bahwa Islam masuk ke Indonesia melalui jalur perdagangan, seperti yang terlihat pada batu nisan Sultan Malik al-Saleh, sultan pertama Kerajaan Samudra Pasai, yang wafat pada tahun 1297. Nisan tersebut memiliki relief dengan gaya Hinduistis yang mirip dengan nisan-nisan yang ditemukan di Gujarat, menunjukkan adanya hubungan antara kedua wilayah tersebut.
Selain itu, kenyataan bahwa agama Islam tersebar melalui jalur perdagangan antara Indonesia, Cambai (Gujarat), Timur Tengah, dan Eropa semakin memperkuat teori ini, karena jalur perdagangan ini telah lama menjadi rute penting bagi penyebaran agama dan budaya.
Kelemahan Teori Gujarat
Salah satu kelemahan dari teori Gujarat ini adalah argumen yang diajukan oleh Marisson, yang membantah bahwa pada saat Islamisasi di Kerajaan Samudra Pasai, Gujarat masih merupakan kerajaan Hindu, bukan pusat Islam.
Marisson menunjukkan bahwa Gujarat baru diperintah oleh Muslim pada tahun 1298, satu tahun setelah kematian Sultan Malik al-Saleh pada 1297. Ia berpendapat bahwa jika Gujarat benar-benar merupakan pusat penyebaran Islam, maka Islam seharusnya telah berkembang di sana sebelum tahun 1297.
Selain itu, Moquetta menyimpulkan bahwa batu nisan tersebut mungkin diimpor dari Gujarat atau dibuat oleh orang Gujarat, atau bahkan oleh orang Indonesia yang mempelajari kaligrafi khas Gujarat. Kesamaan mazhab Syafi’i yang dianut oleh masyarakat Muslim di Gujarat dan Indonesia juga menunjukkan bahwa Islam lebih berkembang di wilayah tersebut setelah pengaruh Hindu-Buddha mulai berkurang di Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa hubungan dengan Gujarat lebih bersifat budaya dan perdagangan, bukan sebagai sumber utama penyebaran Islam.
Alisha Faradina, berkontribusi dalam artikel ini.