Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ramadan merupakan salah satu bulan dalam kalender hijriah yang diyakini umat Islam sebagai bulan yang penuh berkah. Sama halnya masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama Islam, masing-masing daerah memiliki tradisi tersendiri menyambut bulan suci tersebut termasuk di Sulawesi Selatan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Suku dengan jumlah penduduk terbanyak di Sulawesi Selatan, Makassar dan Bugis memiliki tradisi yang digelar beberapa hari sebelum Ramadan. Berikut beberapa kebiasaan yang dilakukan masyarakat Makassar dan Bugis:
Tradisi Assuro Maca
Tradisi Assuro Maca alias berdoa sebelum datangnya bulan Ramadan tersebut diadakan tujuh hingga sehari sebelum puasa dimulai. Tradisi tersebut bertujuan untuk mendoakan keluarga yang sudah meninggal serta pengingat akan datangnya hari kematian. Tempo sempat mengikuti tradisi tersebut yang digelar masyarakat di Jalan Tinumbu, Kelurahan Parang Layang, Kecamatan Bontoala, Makassar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berbagai jenis makanan tersaji dalam acara tersebut sambil ditemani dupa yang siap untuk dibakar, beberapa di antaranya seperti nasi, sayur, ikan bakar, daging, dan ayam. Hal itu disimbolkan sebagai tanda bahwa keluarga tersebut berada dalam kondisi yang berkecukupan.
Sebelum disantap secara bersama-sama, makanan tersebut terlebih dahulu dipanjatkan doa oleh seseorang yang dianggap dituakan. Walaupun dibacakan doa-doa, niatnya untuk mendapatkan pahala, sebab makanan tersebut kemudian disantap oleh masyarakat yang hadir. Tradisi ini juga merupakan ungkapan syukur atas pertemuan kembali dengan bulan Ramadan.
Dikutip dari Skripsi yang diterbitkan oleh Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar pada 2016 dengan judul Tradisi Massuro Ma'baca dalam Masyarakat Rompegading Kecamatan Cenrana Kabupaten Maros, tradisi tersebut saat ini dianggap oleh beberapa masyarakat sebagai tindakan yang berbau musyrik, namun beberapa tokoh masyarakat juga tidak melarang dengan dalih penyebar ajaran Islam terdahulu menganjurkan agar ritual tersebut dilakukan dan dijaga. Mereka telah mengubah doa-doa yang sebelumnya berbau animisme dan bernuansa kepercayaan likal menjadi doa yang sesuai dengan tuntunan Alquran dan Hadis.
Tradisi Maddupa Keteng
Masyarakat Bugis di Desa Cinennung, Kecamatan Cina, Kabupaten Bone memiliki tradisi tersendiri dalam menyambut kehadiran bulan suci Ramadan. Tradisi tersebut dilaksanakan sebelum sahur pertama hingga hari ketiga puasa.
Maddupa Keteng berarti menyambut bulan. Mereka melakukan doa bersama sebagai bentuk rasa syukur karena hadirnya bulan Ramadan. Tokoh Agama Jamaluddin Daeng Mattorang menyebut, masyarakat yang ingin didoakan oleh dirinya haruslah menyiapkan hidangan berupa ayam atau sapi di rumahnya masing-masing. Masyarakat juga kemudian diminta untuk menumbuk kemiri untuk dibuat menjadi Pesse Pelleng (lilin yang dibuat dari kemiri).
Sebagai orang yang diamanahkan karena dipercayai sebagai ’orang pintar’ di kampungnya, Jamaluddin menyebut tidak sembarang orang diminta untuk membacakan doa tersebut. Adapun doa yang dipanjatkan berupa surah-surah yang berada dalam Alquran, seperti Surah Al-Fatihah, Al-Ikhlas, An-Nas, dan Al-Falaq.
Bukan hanya itu, masyarakat juga membersihkan masjid yang akan ditempati beribadah selama Ramadan.
Didit Hariyadi, Danang Firmanto, dan Rini Kustiani ikut berkontribusi dalam artikel ini.
Pilihan Editor: Menyambut Ramadan: Tradisi Padusan di Jawa Tengah dan Yogyakarta