Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TIM riset Universitas Padjadjaran, Bandung, mengembangkan alat tes untuk mendeteksi orang yang terinfeksi virus SARS-CoV-2. Alat yang diberi nama CePAD—akronim dari cepat, praktis, dan andal—itu berbasis antigen virus. Hasil tesnya diperkirakan bisa diketahui dalam waktu 20 menit.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ide membuat alat ini, kata koordinator tim riset, Muhammad Yusuf, adalah untuk mempercepat penanganan dan pencegahan penularan Covid-19. “Juga sebagai alternatif untuk meningkatkan kapasitas deteksi ketika pemeriksaan dengan polymerase chain reaction (PCR) masih terbatas,” ujarnya, Senin, 14 September lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Penelitian untuk menemukan alat ini dimulai pada Juni lalu dengan melibatkan 19 peneliti dan asisten. Mereka berasal dari Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Kedokteran, serta Fakultas Farmasi yang bergabung di bawah koordinasi Pusat Riset Bioteknologi Molekuler dan Bioinformatika Universitas Padjadjaran.
Menurut Yusuf, perbedaan metode antigen pada CePAD dengan tes cepat atau rapid test yang sekarang umum dipakai adalah pada molekul yang dideteksi dan cara pengambilan sampel. Tes cepat umum dengan pengambilan sampel darah mendeteksi virus dari antibodi orang yang diperiksa.
Antibodi terbentuk dari respons tubuh terhadap virus yang masuk. Biasanya, antibodi baru muncul setelah virus berdiam tujuh hari di tubuh. Jika tes cepat dilakukan dalam waktu kurang dari periode itu, hasilnya bisa meleset, selain karena mungkin memang tidak ada virus.
Alat CePAD ini, Yusuf melanjutkan, tidak mendeteksi antibodi. “Deteksi antigen ini berusaha menemukan protein yang ada di permukaan virus SARS-CoV-2 ,” tuturnya. Deteksi antigen bisa dibuat spesifik untuk Covid-19. Sebelumnya, teknologi serupa digunakan untuk mendeteksi penyakit demam berdarah dari sampel darah pasien.
Pemeriksaan CePAD ditujukan kepada orang yang bergejala penyakit mirip Covid-19. Cara pengambilan sampel sama dengan tes PCR, yaitu mengusap permukaan nasofaring atau pangkal saluran pernapasan yang menjadi akses virus ke tubuh manusia. Sampel usap kemudian diteteskan ke CePAD.
Dua garis indikator berwarna merah akan muncul di CePAD jika ditemukan keberadaan virus SARS-CoV-2 atau positif. Kalau hanya satu garis merah yang muncul, artinya negatif. Sebuah garis itu juga menjadi indikator kontrol bahwa proses pemeriksaan sampel sudah selesai.
Hasil pemeriksaan tanpa ekstraksi di laboratorium itu bisa diperoleh dalam 20 menit. “Kalau tidak ada garis yang muncul, artinya invalid,” ujar Yusuf. Karena itu, tes harus diulang karena ada yang salah dalam proses pemeriksaan. Penyebabnya bisa berbagai faktor, seperti sampel tercampur senyawa kimia lain.
Ilustrasi/Djunaedi
Pada alat CePAD itu, tim menanamkan molekul di antibodi yang spesifik terhadap protein virus SARS-CoV-2. “Penanamannya di kertas atau membran bersama partikel nano emas,” kata Yusuf. Virus yang terdeteksi akan membentuk senyawa kompleks bersama partikel nano emas dan antibodi sehingga muncul garis merah. Warna merah itu berasal dari partikel nano emas tersebut.
Antibodi yang dipakai, Yusuf menjelaskan, berjenis sintetis dari kuning telur ayam. Antibodi itu didapatkan dengan menyuntikkan antigen protein virus SARS-CoV-2 ke ayam. Setelah itu, akan muncul antibodi yang spesifik terhadap virus tadi. Cara serupa bisa diperoleh dari hewan lain, seperti mencit atau kelinci.
Antibodi dari kuning telur ayam itu diambil dengan teknik pemurnian di laboratorium Universitas Padjadjaran. Dalam produksi antibodi ini, tim bekerja sama dengan industri farmasi hewan PT Tekad Mandiri Citra. Perakitannya menjadi alat atau kit digarap PT Pakar Biomedika Indonesia.
Yusuf menambahkan, CePAD kini masih dalam proses validasi metode alat. Dalam uji klinis alat di Bandung, tim bekerja sama dengan Rumah Sakit Umum Pusat Dr Hasan Sadikin. Pengujian berikutnya akan dilakukan di rumah sakit di Surabaya bekerja sama dengan Universitas Airlangga—kampus yang ditunjuk pemerintah sebagai tempat validasi alat-alat kesehatan buatan dalam negeri untuk memerangi Covid-19.
Tim menargetkan akurasi CePAD minimal 80 persen agar bisa dipakai masyarakat. “Mudah-mudahan September ini sudah keluar angka akurasi yang baik,” tutur Yusuf. Hasil riset nantinya disampaikan kepada Kementerian Kesehatan sekaligus untuk mengantongi izin edar alat. Ia tidak khawatir berkompetisi dengan alat tes cepat impor. “Karena Indonesia perlu dalam jumlah banyak," ucapnya. Ia yakin CePAD bisa lebih murah daripada kit serupa hasil impor.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo