Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Bandung - Tim dosen dan mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB) membangun pembangkit listrik tenaga air (PLTA) dengan skala kecil atau pico-hydro di tengah hutan Desa Sumpur Kudus, Kabupaten Sijunjung, Sumatera Barat. Listrik sebesar 1 kilowatt yang dihasilkan pembangkit ini digunakan untuk penerangan saat panen rotan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Petani rotan seringkali harus menginap di hutan dalam waktu yang cukup lama dan membutuhkan suplai listrik,” kata ketua tim, Bryan Denov, melalu keterangan tertulis, Jumat, 15 November 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pembuatan PLTA mini ini berawal dari permintaan resmi yang dikirimkan warga Desa Sumpur Kudus ke aplikasi Desanesha. Aplikasi tersebut merupakan wadah komunikasi yang dikembangkan para pakar di ITB untuk kepala desa di berbagai daerah.
Menurut Bryan, Desa Sumpur Kudus itu tergolong aktif melestarikan kawasan hutan. Luas kawasan hutan di sekitar desa tersebut mencapai 4.862 hektare, dengan potensi hasil hutan bukan kayu dan keanekaragaman hayati. Kesadaran untuk menjaga hutan itu tertuang juga dalam peraturan adat Desa Sumpur Kudus.
Dengan membentuk kelompok penjaga hutan adat, Warga Sumpur Kudus aktif dalam berbagai kegiatan di hutan sejak 2018, mulai dari mulai dari pemantauan, inventaris potensi, pencegahan illegal logging, penanaman pohon, serta budidaya dan panen rotan.
Pada 2023, para petani rotan itu mendirikan pos patroli untuk mempermudah kegiatan di dalam kawasan hutan. Lokasi yang dipakai untuk menginap itu membutuhkan suplai listrik. Masalahnya, Bryan meneruskan, para petani kesulitan membawa pembangkit listrik generator ke dalam hutan. Dari situ muncul ide untuk membangun PLTA mini, dengan bantun dari Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LPPM) ITB.
Kelompok yang dipimpin Bryan awalnya harus menyurvei kecukupan debit aliran air untuk menghasilkan daya listrik. Setelah mendapat data, tim ITB merancang dan merakit pico hidro tersebut. Beberapa komponen utama, seperti turbin dan shaft turbin air, digarap di bengkel di daerah Cikutra, Bandung.