Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sains

Melacak Macan Tutul Jawa di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru

Taman Nasional Bromo Tengger Semeru dan SINTAS memasang kamera jebak untuk survei populasi macan tutul. Mengidentifikasi setidaknya 24 individu.

26 Januari 2025 | 11.33 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Macan tutul yang berhasil terekam camera trap di habitatnya di kawasan Taman Nasional Bromo, Tengger, Semeru. Pemasangan kamera merupakan bagian dari program Java-Wide Leopard Survey (JWLS) sejak Februari 2024 lalu. Dok. Balai Besar TNBTS

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Lumajang - Sembilan pria bergegas memasuki wilayah hutan bagian timur dan selatan Kabupaten Lumajang yang masuk dalam kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS), Jawa Timur, awal Agustus 2024. Mereka berpacu dengan waktu agar tidak terlalu kesorean memasang kamera jebak (camera trap) untuk survei macan tutul (Panthera pardus melas).

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sembilan orang itu terdiri dari tiga petugas TNBTS, tiga anggota Yayasan SINTAS Indonesia, dan tiga warga lokal. Tiga dari TNBTS adalah Koestriadi Nugra Prasetya, Rio Widodo, dan Satukin. "Aku ikut pasang kamera di dua resor. Tim pemasang camera trap di empat resor lain beda orangnya," kata Koestriadi kepada Tempo, Jumat, 24 Januari 2025.  
 
Pemasangan kamera jebak ini dilakukan di wilayah kerja 6 resor pengelolaan taman nasional (RPTN) di wilayah timur dan selatan dengan total 40 unit kamera. Balai Besar TNBTS sendiri membawahi 12 RPTN. Koestriadi masuk tim pemasang kamera jebak di dua resor, yakni RPTN Candipuro dan RPTN Pasrujambe. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Luas wilayah kerja RPTN Candipuro dan RPTN Pasrujambe masing-masing 2.851 hektare dan 4.787 hektare. Sehingga luas keseluruhan 7.538 hektare atau 15,19 persen dari kawasan TNBTS yang luasnya kilometer persegi. Dua RPTN ini terpisah jarak sekitar 10 kilometer jika diukur pakai garis lurus. Secara geografis, kontur wilayah kerja kedua resor lebih rendah dan berdekatan dengan kawasan pesisir selatan Kabupaten Lumajang. 

Pemasangan kamera jebak dipusatkan pada delapan stasiun pengamatan atau grid. Tiap grid dipasangi dua unit kamera sehingga total ada 16 dari 40 unit kamera. "Rincian titik-titik lokasi pemasangan camera trap kami rahasiakan untuk melindungi keamanan macan tutul dan satwa lain khususnya, serta keamanan kawasan (TNBTS) secara umum," ujar Koestriadi.

Kamera jebak itu dipasang hingga Desember tahun lalu. Isi rekaman kamera masih dianalisis oleh tim Yayasan SINTAS Indonesia dan Balai Besar TNBTS. Hasil analisis lengkap belum dapat diberitahukan ke publik. Dari hasil sementara, jenis macan tutul di area timur dan selatan TNBTS didominasi macan kumbang alias macan tutul berwarna gelap. Sedangkan area utara TNBTS diduga dikuasai macan tutul yang bertotol hitam kecokelatan.

Hasil analisis sementara disampaikan Kepala Balai Besar TNBTS Rudijanta Tjahja Nugraha dalam jumpa pers di kantor pusat Balai Besar TNBTS, Jalan Reden Intan 6, Kelurahan Polowijen, Kecamatan Blimbing, Kota Malang, Kamis, 23 Januari 2025. Dari analisis awal atas kamera jebak, diketahui bahwa populasi macan tutul ditaksir sebanyak 24 individu. Penampakan video dua ekor macan tutul Jawa yang tertangkap dalam sistem kamera jebak adalah salah satu bukti keberadaannya. 

Rudijanta mengatakan, kawasan TNBTS termasuk salah satu dari 21 lanskap habitat macan tutul di Pulau Jawa yang akan dipantau dengan memakai metode yang lebih terstruktur. Pemasangan kamera jebak merupakan bagian dari metode survei yang dilaksanakan bersama oleh Kementerian Kehutanan dan Yayasan SINTAS Indonesia melalui program Java-Wide Leopard Survey (JWLS) yang diluncurkan di Jakarta pada 27 Februari 2024.

Survei ini untuk mendapatkan data dasar populasi macan tutul dan preferensi satwa mangsanya di Pulau Jawa. "Nah, macan tutul kan endemik Pulau Jawa dan umumnya hidup dalam kawasan konservasi, termasuk di tempat kami. Maka, kami pun harus ikut membantu pelaksanaan survei tersebut," kata Rudijanta, yang pernah cukup lama jadi peneliti harimau sumatera atau Panthrea tigris sumatrae.

Data awal Berdasarkan data awal, diduga ada 24 individu macan tutul di sisi timur selatan kawasan TNBTS. Jumlah ini memang belum tentu menggambarkan populasi keseluruhan. Bisa jadi ada individu yang sama terekam kamera secara berulang. Sebaliknya, populasinya ada kemungkinan lebih banyak mengingat pemasangan kamera masih di sisi timur dan selatan taman nasional.  

Balai Besar TNBTS dan Yayasan SINTAS juga belum dapat memastikan jenis kelamin dan perkiraan usia macan tutul yang terekam. Semua data masih sedang dianalisis dan membutuhkan waktu cukup lama. 

Rudijanta menambahkan, kemunculan 24 individu macan tutul yang didominasi jenis kumbang menjadi indikator kesehatan habitat kawasan TNBTS. Setidaknya menggambarkan populasi hewan mangsa seperti babi hutan atau celeng (Sus scrofa) dan jenis primata masih melimpah. 

"Ketersediaan satwa mangsa yang melimpah bagus bagi reproduksi atau perkembangbiakan macan tutul. Setidaknya hal ini terkonfirmasi dari rekaman video dua individu macan kumbang yang viral di media sosial, yang kami duga sebagai seekor induk bersama anaknya sudah remaja," kata Rudijanta.

Saat ini ada 40 kamera jebak atau kamera intai dipasang secara sampling. Titik lokasi pemasangan mempertimbangkan area yang dinilai cocok jadi habitat macan tutul, yaitu area yang sebelumnya ditemukan jejak kaki, bulu, cakaran pada batang pohon, feses/kotoran macan, dan bangkai mangsa. Tanda-tanda keberadaan macan tutul ini diperoleh saat tim pelakukan penelusuran jalur lebih dulu sebelum kamera dipasang. "Data valid baru bisa dipastikan ketika proses kajian rampung. Sekarang masih tahap analisa lanjutan," ujar Rudijanta. 

Dari tangkapan kamera jebak saat ini dan tahun-tahun sebelumya, diketahui macan tutul dalam lanskap TNBTS menyebar atau menghuni tiga tipe ekosistem daratan TNBTS: hutan pegunungan bawah atau zona Sub-Montane (750-1.500 meter di atas permukaan laut/mdpl); hutan pegunungan tengah atau zona Mantane (1.500-2.400 mdpl); dan hutan pegunungan atas atau zona sub-Alpin (2.400 mdpl ke atas).

Berdasarkan hasil kajian cepat dari kamera jebak menunjukkan bahwa lanskap TNBTS dihuni macan tutul di beberapa lokasi survei dan didominasi oleh macan tutul melanistik. Ini jenis macan tutul yang memiliki ciri pigmen gelap yang berlebihan pada bulunya atau biasa disebut sebagai macan kumbang.

Menurut Rudijanta, macan kumbang pada dasarnya spesies yang sama dengan macan tutul. Namun karena fenomena melanistik yang membuat macan kumbang terlihat hitam. Padahal, jika dilihat dari dekat, macan kumbang tetap mempunyai pola tutul berbentuk rosette (pola mawar) samar pada bulunya. 

Ahli kucing besar yang juga direktur Yayasan SINTAS Indonesia, Hariyo T. Wibisono, menduga, dominasi macan tutul melanistik terjadi akibat isolasi populasi dalam jangka waktu yang cukup lama. Isolasi itu mengakibatkan variasi genetik di dalam populasi di lanskap TNBTS cukup rendah akibat ketiadaan pertambahan variasi genetik melalui perkawinan dengan anggota populasi macan tutul dari lokasi lain. 

Dampaknya, kata Hariyo, gen yang meregulasi proses melanisme menjadi dominan dan penampakan mayoritas macan tutul TNBTS adalah hitam. Pigmen tutulnya tetap ada, tapi kalah dominan dari warna hitam. 

Walau hidup di kawasan konservasi seperti TNBTS yang relatif terlindungi, macan tutul tetap menghadapi ancaman berupa perburuan dan perubahan habitat. Perubahan habitat ini biasanya diakibatkan oleh konversi hutan untuk kepentingan manusia berupa lahan pertanian maupun perkebunan, atau permukiman, yang secara langsung dapat menurunkan jumlah satwa mangsa macan tutul. Ketiadaan satwa mangsa secara otomatis akan berakibat pada kelangsungan hidup sang karnivora besar.

Macan tutul jadi pemangsa puncak atau top predator di Pulau Jawa dalam mata rantai makanan setelah harimau jawa (Panthera tigris sondaica) dinyatakan punah pada dekade 1980-an. Pada 2021, Uni Internasional untuk Konservasi dan Sumber Daya Alam atau IUCN (The International Union for Conservation of Nature) memasukkan Panthera pardus melas ke dalam Daftar Merah sebagai spesies langka yang terancam punah atau endangered. 

Jauh sebelumnya, pada 1978, macan tutul jawa didaftarkan Pemerintah Indonesia ke dalam daftar Apendiks 1 Konvensi Internasional untuk Perdagangan Spesies Flora dan Fauna Liar yang Terancam Punah atau CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora/CITES). Apendiks 1 berisi daftar spesies yang paling terancam punah di antara hewan dan tumbuhan liar sehingga dilarang sepenuhnya untuk diperdagangkan.

Macan tutul jawa juga masuk satwa yang dilindungi dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE), Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa, serta Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 106 Tahun 2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi. 

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus