Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional atau BRIN mengungkap hasil penelitian yang tak menemukan adanya potensi sesar gempa aktif tepat di wilayah utama Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kalimantan Timur. “Tapi penelitiannya masih pendahuluan banget,” ucap peneliti di Pusat Riset Kebencanaan Geologi BRIN, Danny Hilman Natawidjadja, kepada TEMPO, Selasa, 23 April 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Danny menjelaskan, penelitian pendahuluan yang dilakukan untuk Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) itu dilakukan pada April 2023 lalu. Bersama peneliti geologi gempa dari BRIN lainnya, seperti Mudrik R. Daryono dan Adi Patria, dia mengkaji potensi sesar aktif di sepanjang pantai Kalimantan Timur dari Samarinda sampai Balikpapan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hasilnya, untuk wilayah utama IKN, kata Danny, ditemukan ada banyak sesar atau patahan. Namun, dia menambahkan, potensi untuk sesar tersebut aktif belum ada.
Tetapi, Danny kembali mengingatkan bahwa hasil itu masih sangat awal. Dijelaskannya, penelitian sesar aktif di IKN dan sekitarnya itu baru pada tahap pengamatan secara visual, digabungkan riset lapangan menggunakan data dari light detection and ranging (Lidar) sehingga mendapatkan data topografi yang detail.
“Cukup membantu ada analisis remote sensing memakai Lidar, ada pengamatan visual di lapangan. Baru itu yang dilakukan,” ujarnya.
Menurut ahli tsunami purba yang namanya juga mencuat bersama kontroversi hasil penelitian situs Gunung Padang di Cianjur ini, perlu riset lanjutan jika ingin membuat kebijakan mitigasi bencana yang lebih komprehensif. “Sampai saat ini belum ada yang memfasilitasi untuk ke sana. Belum ada dana untuk melakukan penelitian lanjutan,” ucap dia.
Riset dan Data Lain Soal Sesar Aktif di IKN
Sebelumnya, Kepala Badan Geologi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Eko Budi Lelono, juga mengatakan terdapat beberapa patahan penyebab gempa di sekitar IKN namun potensi gangguannya tidak signifikan. Dasar yang digunakannya adalah hasil kajian atas catatan rekaman seismik yang dinilai relatif stabil.
Kepala Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Daryono berbeda. Menurutnya, ada tiga struktur sesar atau patahan gempa yang sudah dikenali di Kalimantan Timur yang aktif, bahkan sangat aktif. Ketiganya adalah Sesar Maratua, Sesar Mangkalihat, dan Sesar Paternoster.
Daryono menjelaskan, Sesar Maratua dan Mangkalihat yang berada di wilayah Kabupaten Berau dan Kabupaten Kutai Timur masih berstatus sangat aktif. BMKG mencatat aktivitas kegempaannya cukup tinggi dan membentuk klaster sebaran pusat gempa yang berarah barat-timur.
Berdasarkan hasil kajian Pusat Studi Gempa Nasional pada 2017, Sesar Mangkalihat memiliki potensi magnitudo mencapai M7,0. Sementara Intensitas atau guncangan gempanya berskala VI-VII MMI. Artinya, gempa yang terjadi dapat menimbulkan kerusakan tingkat sedang hingga berat di Semenajung Mangkalihat dan sekitarnya.
Adapun Sesar Paternoster memiliki jalur berarah barat-timur dan melintasi wilayah Kabupaten Paser yang merupakan kawasan inti atau utama dari IKN. Meskipun termasuk kategori sesar berusia tersier, BMKG mencatat di jalur sesar ini masih sering terjadi gempa.
Diantaranya yang paling kuat adalah Gempa Paser berkekuatan Magnitudo 6,1 pada 26 Oktober 1957. Sedangkan, peristiwa gempa tektonik yang terbaru adalah Gempa Longkali, Paser, pada 19 Mei 2019, bermagnitudo 4,1. Guncangannya sempat menimbulkan kepanikan masyarakat.
Daryono mengakan, seluruh gempa yang bersumber di wilayah Kalimantan Timur dipicu oleh aktivitas sesar aktif. Sehingga meskipun magnitudo tidak sebesar yang bersumber di zona megathrust atau tumbukan antarlempeng benua, tetap dapat berdampak merusak bangunan jika tidak diantisipasi.
Riwayat gempa di Kalimantan Timur juga terekam dalam Jurnal Kajian Wilayah Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (sekarang BRIN). Contohnya, pada 16 Juni 2000, terjadi gempa Mangkalihat berkekuatan Magnitudo 5,4. Lalu, enam tahun kemudian terjadi gempa Tanjungredep berkekuatan M 5,4 pada 31 Januari 2006. Setahun kemudian tepatnya pada 24 Februari 2007, terjadi lagi gempa Muaralasan, Berau, berkekuatan M 5,3.
“Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Kalimantan Timur tidak sepenuhnya bebas dari risiko gempa dan kebakaran hutan dan lahan,” bunyi jurnal yang ditulis oleh peneliti LIPI Aziz Nyimas Letty Latifah tersebut.
Tak hanya itu, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kalimantan Timur juga pernah membahas mengenai potensi bencana alam di sekitar kawasan IKN. Dalam rilis yang diunggah di situs bappeda.kaltimprov.go.id, daerah Kawasan Inti Pusat Pemerintahan IKN berpotensi dilanda guncangan PGA sekitar 0.15 g, atau berpotensi mengalami guncangan gempa bumi dengan intensitas VI MMI.
Alasan Jokowi
Jadi, tepatkah alasan Presiden Joko Widodo alias Jokowi saat mengumumkan rencana pemindahan ibu kota dari Jakarta pada 2019 lalu bahwa Kalimantan Timur adalah wilayah yang minim risiko bencana? Hanya waktu dan komitmen atas kebijakan mitigasi risiko bencana yang bisa menjawabnya.
RADEN PUTRI
Pilihan Editor: Jumlah dan Jenis Senjata Iran yang Digunakan Saat Serang Israel