Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Kementerian Koordinator Perekonomian beberapa kali menagih proyek strategis nasional Pesawat Udara Nir Awak Medium Altitude Long Endurance kepada BRIN.
Proyek Strategis Nasional itu masih tercantum di dalam daftar PSN di Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas.
Nasib dron Elang Hitam bertambah suram karena data rahasia riset pengembangannya diduga dibocorkan dalam jurnal ilmiah.e
LEBIH dari dua kali Fadilah Hasyim mendapat kabar ihwal Kementerian Koordinator Perekonomian yang menanyakan nasib Pesawat Udara Nir Awak Medium Altitude Long Endurance atau PUNA MALE Elang Hitam. Bagi Fadilah, yang menjabat Kepala Pusat Riset Teknologi Penerbangan, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), penagihan itu wajar karena drone kombatan itu sejak 2016 dicanangkan sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN). Presiden Joko Widodo berharap Elang Hitam ini dapat mengudara sebelum akhir masa jabatannya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Tapi Kementerian Koordinator Perekonomian sudah meneruskan surat usulan BRIN kepada Presiden supaya drone Elang Hitam dicabut dari PSN,” kata Fadilah pada Sabtu, 10 Februari lalu. Dia mendapat informasi tersebut ketika mengikuti “Simposium Nasional Pesawat Terbang tanpa Awak” di Jakarta pada Oktober 2023. “Dan Pak Presiden masih tetap meminta Menteri Koordinator Perekonomian mencari jalan keluar untuk menyelesaikan PSN yang belum selesai.”
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Surat usulan yang dimaksudkan Fadilah merujuk pada keputusan Kepala BRIN Laksana Tri Handoko yang mengirimkan surat kepada Menteri Koordinator Perekonomian selaku Ketua Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas. Surat tersebut berisi permintaan agar Presiden Jokow Widodo mencoret pengembangan drone Elang Hitam dari daftar PSN. Pertimbangan utamanya: konsorsium yang mengerjakan proyek tersebut telah bubar.
Konsorsium yang dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 109 Tahun 2020 itu dikoordinasi oleh Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Anggotanya, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan), Institut Teknologi Bandung, PT Dirgantara Indonesia (PT DI), dan PT LEN Industri. Juga Kementerian Pertahanan dan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara. Ketika BPPT dan Lapan melebur dalam BRIN, konsorsium ini lantas dibubarkan dan pengembangan bisnis serta manufaktur Elang Hitam diserahkan ke PT DI.
Petugas memeriksa Pesawat Udara Nir Awak dengan tipe Medium Altitude Long Endurance (PUNA MALE) di PT Dirgantara Indonesia (Persero), Bandung, Jawa Barat, 30 Desember 2019. ANTARA/M Agung Rajasa
Padahal proyek yang dikembangkan sejak 2015 ini diproyeksikan sebagai pesawat nirawak pertama yang dikhususkan menjaga wilayah perbatasan nasional. Kecanggihan drone ini dapat terbang selama 24 jam dengan jangkauan lebih dari 250 kilometer. Fadilah menyebutkan konsorsium sudah berhasil mengembangkan purwarupa Elang Hitam (EH-1B) dengan pesat hingga menjalani uji terbang perdana di Bandar Udara Nusawiru, Pangandaran, Jawa Barat, pada Desember 2021.
Semula EH-1B bergerak mulus di atas landasan pacu. Namun, pada jarak 1.400 meter, alih-alih mengudara, EH-1B malah oleng dan terjerembap di rerumputan. Menurut Fadilah, pesawat gagal terbang karena sistem kendali masih bergantung pada teknologi luar negeri. Sejak itu, konsorsium berhenti bekerja dan dibubarkan. Semestinya, kata Fadilah, pengembangan pesawat terus dilakukan lantaran konsorsium menyiapkan EH-1C dan pengembangan lainnya sampai siap diproduksi massal oleh PT DI dan digunakan oleh Kementerian Pertahanan.
Pesawat mangkrak itu lalu diserahkan ke PT DI. Pertimbangan BRIN, kata Fadilah, karena perusahaan pelat merah itu bisa mencari pendanaan untuk menerbangkan Elang Hitam. Selanjutnya, tugas BRIN hanya penelitian parsial, seperti pengujian aerostruktur, sistem komunikasi, atau prototipe komputer kontrol penerbangan. BRIN juga dapat meriset pengurangan bobot Elang Hitam dari 1,1 ton menjadi lebih ringan. Menurut hemat Fadilah, pengembangan Elang Hitam dialihkan dari versi militer ke sipil.
Infografis: Pupus Asa Sebelum Mengudara (1)
Nasib suram Elang Hitam pun kian mengenaskan. Pasalnya, data hasil perancangan fuselage drone kombatan disebut telah dibocorkan untuk publikasi jurnal ilmiah. Dokumen yang diperoleh Tempo mengungkap bahwa aset-aset berupa kekayaan intelektual peneliti ternyata tidak jelas pemanfaatannya di BRIN. Selain itu, ketika BPPT dilebur ke BRIN, para peneliti, termasuk yang terlibat dalam proyek Elang Hitam, pindah ke beberapa pusat riset berbeda.
Dokumen itu memberi contoh kasus Agus Aribowo yang menggandeng beberapa personel eks konsorsium Elang Hitam mempublikasikan makalah bertajuk “Finite Element Method on Topology Optimization Applied to Laminate Composite of Fuselage Structure” di jurnal Cirved and Layered Structured. Di jurnal yang dikelola oleh penerbit De Gruyter Open Ltd asal Polandia itu, makalah tersebut tersedia untuk publik sejak 5 April 2023. Masalahnya, “Publikasi Agus mengandung banyak kemiripan dengan isi Laporan Perjalanan Dinas 2021 Konsorsium PUNA MALE.”
Kemiripan itu, misalnya, desain moncong pesawat yang semula seberat 1,758 kilogram berhasil dikurangi menjadi 1,014 kilogram. Desain tersebut sama persis dengan hasil pengembangan Elang Hitam. Tak terkecuali kesimpulan penelitian optimasi pengurangan berat bulkhead dari 30,7 kilogram menjadi 22,66 kilogram.
Kebocoran data ini dilaporkan oleh Akhmad Farid Widodo, anggota konsorsium yang juga perekayasa madya Pusat Riset Teknologi Penerbangan kepada Perhimpunan Periset Indonesia (PPI) BRIN pada 5 Juni 2023. Farid membenarkan telah mengadukan Agus Aribowo atas tuduhan pelanggaran etik lantaran melakukan plagiasi hasil pengembangan Elang Hitam yang bersifat rahasia. Farid enggan menjelaskan rinci ihwal aduannya tersebut. “Ya, benar, silakan tanyakan ke PPI saja,” kata Farid ketika dimintai konfirmasi Tempo.
Infografis: Pupus Asa Sebelum Mengudara (2)
Ketua Majelis Kehormatan Periset PPI Thomas Djamaluddin menyebutkan tim pemeriksa (Divisi Penegakan Etika dan Perilaku Periset) sudah mengklarifikasi pengadu, teradu, dan atasan teradu. Thomas bahkan mengawal kasus ini hingga rampung. “Disimpulkan, tidak ada pelanggaran kode etik dan kode perilaku periset (KEKPP). Para penulis menggunakan data yang mereka kerjakan, tidak ada plagiasi. Soal kerahasiaan data, sudah dikonfirmasi kepada atasan penulis, tidak ada masalah,” ucapnya.
Berdasarkan keputusan itu, kata Thomas, Majelis Kehormatan Periset PPI menutup kasus aduan ini. Thomas juga menjelaskan bahwa sebelumnya Majelis Kehormatan Periset telah memeriksa secara komprehensif pengadu dan teradu. Pemeriksaan tersebut dilakukan secara tertulis karena dinilai cukup dengan metode klarifikasi tertulis.
Ihwal keraguan tidak adanya plagiasi, Tempo memperoleh dari dokumen lain. Dokumen itu menuliskan bahwa tim pemeriksa menemukan kesamaan sebagian data hasil makalah dengan kerja-kerja konsorsium. Namun tim pemeriksa tidak menemukan plagiasi lantaran data laporan Elang Hitam belum dipublikasikan di media mana pun. Tim menilai data penelitian Elang Hitam adalah milik BRIN. “Penggunaan data tersebut oleh para penulis bukan suatu pelanggaran karena menjadi bagian dari pelaksanaan tugas pokok.”
Seorang peneliti yang tak mau diungkapkan identitasnya menilai hasil persidangan PPI bermasalah karena unsur plagiasi terpenuhi ketika makalah Agus tak mencantumkan hasil penelitian konsorsium Elang Hitam sebagai sumber. Bahkan makalah itu disebut telah menyalahi perjanjian kerja sama konsorsium tujuh lembaga yang mencantumkan unsur kerahasiaan. “Kerahasiaan di dalamnya merujuk pada Pasal 30 ayat 1 Undang-Undang Industri Pertahanan,” kata peneliti yang kini bertugas di Kementerian Pertahanan itu.
Prototipe pesawat udara nir awak (PUNA/drone) Medium Altitude Long Endurance (MALE) Elang Hitam di salah satu hanggar PT Dirgantara Indonesia, Bandung, 13 Maret 2020. ANTARA/Virna P Setyorini
Tempo berupaya meminta penjelasan kepada Laksana Tri Handoko ihwal usulan Elang Hitam dikeluarkan dari PSN dan kabar pembocoran data rahasia penelitian konsorsium. Namun pesan dan panggilan ke telepon selulernya tidak direspons. Adapun Fadilah Hasyim menyebutkan PPI sudah memastikan bahwa jurnal Agus tidak melanggar etik. “Kan, itu ada prosedurnya, yang dipublikasikan itu bersifat kajian dan tidak melanggar unsur kerahasiaan,” ucapnya.
Dia menjelaskan, jurnal tersebut tidak mempublikasikan Elang Hitam secara utuh. Justru yang ditulis adalah kajian yang masih terus berubah-ubah karena masih dalam pengembangan. Fadilah bahkan sempat memanggil tim periset yang terlibat dalam konsorsium. Tujuannya memastikan bahwa jurnal Agus tidak menjiplak karya Elang Hitam. Namun Fadilah tak memungkiri bahwa kajian pengembangan Agus memiliki kemiripan dengan milik konsorsium Elang Hitam.
Periset dari Pusat Riset Teknologi Penerbangan Agus Aribowo tak membantah diadukan oleh Farid ke PPI atas tuduhan plagiasi Elang Hitam. Menurut dia, masalahnya sudah tuntas ketika PPI dan pejabat BRIN menyatakan data yang digunakan berupa data dalam proses riset. “Yang sifatnya ilmiah, tidak rahasia. Karena yang dibuat di PT Dirgantara Indonesia, yaitu EH-1B, tidak menggunakan data tersebut atau beda desain,” ucap Agus saat dimintai konfirmasi.
Apalagi, kata Agus, karya ilmiah yang telah terbit di jurnal itu ia tulis melalui pengujian tujuh profesor. Kemudian kegiatan riset yang ia pimpin pada 2022 itu juga diklaim telah memenuhi kaidah riset. Hasil-hasil penelitiannya melahirkan Rumah Program di Organisasi Riset Penerbangan dan Antariksa. Dia juga mengklaim memiliki rekam jejak sebagai kepala program pesawat N219 dan N219 Amphibi sejak 2011-2021 yang sempat membedah kegagalan program Elang Hitam.
Ihwal nasib pengembangan Elang Hitam di era konsorsium telah bubar, Tempo meminta penjelasan Direktur Utama PT Dirgantara Indonesia Gita Amperiawan. Hanya, dia meminta waktu untuk kemudian wawancara secara langsung. Adapun Asisten Manajer Komunikasi Eksternal PT DI Kerry Apriawan sebelumnya mengatakan pengembagan PUNA MALE Elang Hitam masih berlanjut. Bahkan ada percepatan pengembangan ketika Indonesia membeli drone Anka buatan Turkish Aerospace Industries dengan skema kerja sama alih teknologi.
AVIT HIDAYAT
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo