Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pakar IPB University Swastiko Priyambodo mengingatkan bahwa banjir dapat meningkatkan risiko penyakit leptospirosis. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri leptospira, yang tersebar melalui urine tikus dan dapat masuk ke tubuh manusia melalui luka atau selaput lendir.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Kondisi ini semakin berbahaya karena gejalanya sering kali tidak spesifik dan bisa menyerupai penyakit lain, sehingga perlu kewaspadaan lebih tinggi dari masyarakat,” ucap Swastiko melalui keterangan tertulis, Senin, 24 Maret 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Swastiko, beberapa tikus di permukiman manusia yaitu tikus riul/got (Rattus norvegicus), tikus rumah (Rattus tanezumi) dan mencit rumah (Mus musculus) berkontribusi dalam penyebaran leptospirosis. Tikus got dan tikus sawah merupakan dua spesies utama yang memiliki kebiasaan bermain air, terutama di daerah yang sering tergenang.
“Saat banjir terjadi, urine tikus yang mengandung leptospira bercampur dengan air banjir dan meningkatkan risiko infeksi bagi manusia yang terpapar, terutama jika memiliki luka terbuka atau kontak langsung dengan air yang terkontaminasi,” ujar Swastiko.
Swastiko menambahkan bahwa leptospirosis dapat berkembang menjadi kondisi serius jika tidak segera ditangani. Gejala awal yang muncul meliputi demam tinggi, menggigil, sakit kepala, nyeri otot, mual, muntah, serta mata merah. “Dalam kasus yang lebih parah, infeksi ini dapat menyebabkan komplikasi pada ginjal, hati, atau sistem pernapasan, yang dapat berujung pada kematian,” tuturnya.
Pakar Vertebrata Hama IPB University ini juga menekankan pentingnya pengendalian populasi tikus sebagai langkah utama dalam mencegah penyebaran leptospirosis. Ada lima strategi untuk mengendalikan tikus.
Pertama, menjaga kebersihan lingkungan dengan memastikan tidak ada sumber makanan terbuka dan mengurangi tempat berkembang biak tikus. Kedua, kultur teknis dengan menerapkan praktik budi daya tanaman yang dapat menghambat perkembangbiakan tikus. Ketiga, strategi fisik mekanis, menggunakan perangkap atau lem tikus. Keempat, pengendalian hayati dengan memanfaatkan predator alami seperti burung hantu. Kelima, pengendalian kimia dengan menggunakan racun tikus.
Swastiko juga mengimbau masyarakat untuk menggunakan pelindung diri saat beraktivitas di daerah terdampak banjir. Penggunaan sepatu bot, sarung tangan, dan pakaian tertutup sangat dianjurkan untuk menghindari kontak langsung dengan air yang berpotensi terkontaminasi bakteri leptospira.