Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Sains

Diteliti, Pestisida dari Mikroba Asli Indonesia Atasi Layu Fusarium Tanaman Hias

Nanobiopestisida dari mikroba endemik Indonesia itu sudah diuji di laboratorium lawan jamur penyebab layu fusarium pada manggis stroberi dan pisang.

4 November 2021 | 07.24 WIB

Calon pembeli mengamati berbagai jenis tanaman hias yang dipamerkan di salah satu pusat perbelanjaan di Kota Kediri, Jawa Timur, Jumat, 20 November 2020. Berbagai jenis tanaman hias banyak diburu warga selama pandemi COVID-19 mulai harga ratusn ribu hingga jutaan rupiah. ANTARA FOTO/Prasetia Fauzani/foc.
Perbesar
Calon pembeli mengamati berbagai jenis tanaman hias yang dipamerkan di salah satu pusat perbelanjaan di Kota Kediri, Jawa Timur, Jumat, 20 November 2020. Berbagai jenis tanaman hias banyak diburu warga selama pandemi COVID-19 mulai harga ratusn ribu hingga jutaan rupiah. ANTARA FOTO/Prasetia Fauzani/foc.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti teknologi bersih di Organisasi Riset Bidang Ilmu Pengetahuan Teknik, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), memperkenalkan nanobiopestisida dari mikroba endemik Indonesia untuk atasi layu fusarium pada tanaman. Penyebab layu ini adalah cendawan atau jamur Fusarium oxysporum f.sp. cubense (FOC).

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Salah satu penelitinya, Desak Gede Sri Andryani, menjelaskan bahwa pestisida yang dikembangkan telah diuji di laboratorium. Hasilnya, mampu menghambat layu fusarium pada tanaman pisang, juga manggis dan stroberi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Kami mendesain mikroba penghasil metabolit sekundernya, mendesain media produksi dan proses produksinya, proses sampai mendesain sintesis nanobiopestisida antimikroba, dan uji aktivasi antimikrobanya,” ujar Desak dalam Webinar Talk to Scientists: Tanaman Hias dan Peluang Inovasi di Masa Pandemi, Selasa 2 November 2021.

Desak menerangkan, biopestisida merupakan agen pengendali berupa metabolit sekunder yang memiliki mekanisme penghambatan terhadap patogen melalui antibiotik atau senyawa kimia yang dihasilkan. Bedanya dengan pestisida biasa adalah lebih ramah lingkungan karena menggunakan bahan baku hayati.

"Dan proses pembuatannya yang tidak membutuhkan biaya, tekanan dan suhu yang tinggi, serta bisa didaur ulang," kata perempuan lulusan S2 dan S3 Farmasi, Institut Teknologi Bandung (ITB) itu.

Desak melanjutkan, metabolit sekunder mikroorganisme dapat memproduksi enzim kitinase, selulase, glukosa oksidase, dan asam oklasat. Keempatnya berperan dalam menghancurkan dinding sel bakteri maupun jamur, dapat mengkatalis reaksi oksidasi, dan bisa sebagai antiseptik.

"Berdasarkan mekanisme aksinya, metabolit sekunder nanobiopestisida dengan aktivitas antimikroba bekerja menghambat sintesis ergosterol, yaitu bekerja dengan mengikat ergosterol dan mengganggu stabilitas membran jamur," kata dia lagi. 

Zacharias Wuragil

Zacharias Wuragil

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus