Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Investasi untuk pertumbuhan teknologi kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) harus digenjot jika pemerintah ingin menyambut visi Indonesia Emas 2045. Investasi Indonesia dalam ranah AI saat ini masih ketinggalan dibanding negara lainnya di Asia Tenggara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Saat ini Indonesia termasuk salah satu negara yang paling sedikit dan paling rendah di Asia Tenggara untuk investasi di bagian teknologi industri, termasuk AI,” kata Presiden Direktur IBM Indonesia, Roy Kosasih, kepada Tempo saat konferensi pers di Jakarta, Senin, 26 Agustus 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Roy menyebut, pengeluaran untuk pengembangan teknologi industri di Indonesia masih berada di angka 0,2 persen dari Produk Domestik Bruto atau PDB. Kondisi ini, menurut dia, sangat kecil ketimbang Singapura dan Vietnam yang sudah menyentuh belanja 2 persen bahkan lebih.
Idealnya, kata Roy, Indonesia harus menggelontorkan kurang lebih US$ 10 juta dolar atau Rp 154 miliar menjelang 2045 mendatang. Tujuannya, infrastruktur teknologi industri di Indonesia dapat mendukung target pemerintah menjadi Indonesia Emas 2045.
“Spending dari PDB untuk teknologi industri ini harus ditambah. Minimal 1 persen dari PDB setiap tahunnya dialokasikan untuk pertumbuhan sektor teknologi, itu sangat membantu,” kata Roy menjelaskan.
Menurut Roy, perkembangan teknologi industri bukan hanya tentang pertumbuhan AI, namun banyak aspek lain yang harus didukung demi kemajuannya. Serupa pengembangan keamanan siber, infrastruktur cloud dan peningkatan sumber daya manusia juga harus diperhatikan.
Semakin Tertinggal jika Takut AI
Roy menyatakan penerapan AI di Indonesia belakangan sudah mulai mengalami peningkatan. Pandangan ini dibuktikan dengan dirilisnya pedoman etika AI oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo). "Artinya pemerintah sudah menaruh atensi akan kehadiran teknologi ini," kata dia.
Roy berpendapat, teknologi AI sangat sulit untuk dihindari di masa depan, namun demikian, fenomena ini diharapkannya bukan menjadi sebuah ladang ketakutan baru bagi masyarakat. Sejauh pemahaman Roy, tidak ada AI yang bisa menggantikan peran manusia sepenuhnya. "Justru AI berfungsi menunjang produktivitas bagi penggunanya."
Walau tidak berpotensi menggantikan manusia, Roy menilai, AI akan menggantikan peran manusia atau pekerja yang tidak paham dalam pengoperasian perangkat teknologi. Walhasil, setiap orang memang diharuskan untuk paham akan teknologi ini.
"AI akan membuat seorang pekerja yang anti-teknologi menjadi semakin tertinggal. Ini poin sederhana yang menurut saya sangat cocok untuk menjawab ketakutan masyarakat terhadap teknologi AI," ujar Roy.