Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Bandung - Polisi menyatakan belasan korban kecelakaan di jalur contraflow Jalan Tol Jakarta Cikampek KM 58 pada Senin, 8 April 2024, mengalami luka bakar 90-100 persen. Kondisi itu kemungkinan didasarkan pada luas permukaan tubuh yang terbakar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Meskipun begitu, Guru Besar bidang Ilmu Kedokteran Forensik dan Studi Medikolegal Universitas Padjadjaran (Unpad) Yoni Fuadah Syukriani menyatakan masih ada harapan bagian dalam tubuh ada yang tidak terbakar untuk proses identifikasi. Dia menjelaskan, pada kasus terbakar hebat, beberapa yang tersisa dari korban seperti tulang dan gigi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pencocokan dari gigi, menurutnya, sejauh ini masih terhitung sulit karena orang belum terbiasa ke dokter gigi secara rutin dan menyimpan data giginya di dokter. Adapun dengan teknik superimpose yang menggunakan foto orang sedang tersenyum atau tertawa, tidak termasuk dalam proses identifikasi primer.
“Itu data sekunder mirip dengan fisik anatomis, informatif tapi kurang meyakinkan dibandingkan dengan sidik jari atau tes DNA,” kata Yoni, Kamis 11 April 2024.
Tes asam deoksiribonukleat atau DNA yang dilakukan, menurutnya, tetap harus disertai hipotesis atau perkiraan awal tentang korban. Tujuannya untuk membandingkan hasil tes DNA yang diperoleh dengan beberapa barang pribadi korban terbakar. Jejak DNA itu, Yoni menerangkan, bisa tertinggal pada sikat gigi, sisir atau rambut, kerah baju yang belum dicuci, ditambah keterangan pihak keluarga.
Kecelakaan melibatkan tiga kendaraan terjadi di Tol Cikampek Km 58, Senin 8 April 2024.
“Sumber informasi awalnya dari laporan kehilangan atau manifes penumpang kendaraan lalu dicari siapa keluarganya untuk dibandingkan,” ujarnya.
Andai belum ada laporan kehilangan atau nihil manifes, proses tes DNA tetap bisa dimulai oleh polisi. Sementara jika bukti-bukti pembanding tersebut dinilai belum meyakinkan, bisa dilakukan tes DNA dari keluarga untuk validasi identifikasi korban. “Data antemortem itu juga dari anggota keluarga,” kata Yoni.
Pada kasus korban terbakar, ada dua metode tes DNA. Cara pertama yaitu Short Tandem Repeat (STR) yaitu membagi separuh DNA inti dari ayah dan setengahnya lagi dari ibu atau orang tua. Bisa juga dari pasangan hidup dan anak, saudara kandung, atau paman dan bibi. Tapi, Yoni menambahkan, kadang-kadang DNA inti agak sulit dideteksi sehingga memakai DNA mitokondria.
“Pembandingnya adalah DNA dari jalur ibu, misalnya dengan ibu kandung, saudara seibu, atau kalau perempuan bisa dengan anaknya,” kata dia sambil menambahkan keluarga inti biasanya lebih bagus sebagai pembanding dalam tes DNA.
Adapun DNA inti maupun mitokondria, Yoni menjelaskan, bisa diambil dari jaringan yang masih utuh, seperti otot, juga gigi dan tulang dari korban. Jaringan lunak dinilainya lebih mudah untuk diperiksa. Dia juga mengungkapkan kalau proses laboratorium relatif susah karena memakai reaksi enzimatik dan dipengaruhi oleh faktor seperti lingkungan dan suhu.
“Kalau mau cepat-cepat sih seminggu juga jadi ya tapi sebaiknya diulang supaya meyakinkan hasilnya, nggak usah terburu-burulah untuk yang seperti itu,” ujarnya sambil menambahkan, "Keluar hasil tes DNA kurang dari dua atau empat minggu masih wajar."
Dia juga mengingatkan bahwa terkadang dari hasil tes yang berupa grafik, ada gelombang yang kecil sehingga meragukan sehingga harus diulang lagi tesnya. Yang penting, menurutnya, adalah akurasi dan keyakinan dari pemeriksa.
Sebelumnya diberitakan kalau hingga hari ini, Kamis 11 April 2024, RS Polri baru berhasil mengungkap identitas satu dari 12 korban tewas tersebut. Identifikasi dari gigi atau odontologi. Terhadap 11 korban tewas yang lain akan dilakukan tes DNA yang diharap bisa selesai dalam tiga hari.