Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah telah mengakhiri upaya mengevakuasi dan mengangkat bagian-bagian kapal selam KRI Nanggala-402 beserta jasad para awaknya per Rabu pekan lalu, 2 Juni 2021. Upaya terakhir dilakukan pemerintah melibatkan tiga kapal penyelamat dari Cina: Yongxingdao-863, Nantuo-195, dan Tan Suo-2.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kapal Selam KRI Nanggala-402 dinyatakan hilang saat hendak uji tembak rudal di Laut Bali pada 21 April lalu. Saat ditemukan pada 25 April, kapal selam yang usia pakainya sudah sepanjang 40 tahun itu telah tergolek di dasar laut sedalam hampir 840 meter--jauh di luar kemampuan selamnya yang 250 meter.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kapal selam nanggala didapati sudah pecah menjadi tiga bagian. Sejak itu pula statusnya berubah dari hilang menjadi tenggelam. Tak ada seorang pun yang berada di dalam kapal selam itu yang diyakini selamat.
Juru bicara TNI Angkatan Laut, Laksamana Pertama Julius Widjojono, memastikan tak ada rencana lanjutan usai bantuan dari kapal-kapal Cina berakhir pada Rabu lalu. "Upaya pengangkatan sudah berakhir," kata Julius kepada Reuters.
Seperti diketahui Tan Suo-2 dkk datang pada awal Mei lalu, menggantikan bala bantuan pencarian Nanggala yang datang pertama dari Singapura, Malaysia, Australia, dan Amerika Serikat. Sejak itu, mereka sudah menyelam sebanyak 20 kali dan mengumpulkan foto-foto, video, serta sejumlah bagian dari kapal selam Nanggala.
Tak ada jasad dari 53 awak kapal selam itu yang berhasil ditemukan dan diangkat. Dengan keputusan pada Rabu lalu, Julius menerangkan, bangkai kapal selam dan jasad para awaknya tersebut akan tetap berada di dasar laut.
Tayangan video badan kapal selam KRI Nanggala-402 yang tenggelam dalam jumpa pers di Lanud I Gusti Ngurah Rai, Kuta, Bali, Ahad, 25 April 2021. Badan kapal selam ditemukan di kedalaman 839 meter dalam keadaan patah terbagi tiga. Johannes P. Christo
Upaya pengangkatan tak berhasil, tragedi Nanggala justru telah memunculkan ke permukaan kondisi sistem persenjataan Indonesia yang dianggap tak terpelihara dengan baik. Bukan cuma kapal selam, tapi juga perangkat keras militer lainnya milik TNI.
Analis pertahanan yang juga Direktur Eksekutif Verve Research, Natali Sambhi, mengingatkan catatan musibah tiga pesawat Hercules C-130 sejak 2009. "Ini penting untuk pemerintah memikirkan kondisi teknologi militer mereka sekarang dan bagaimana pemeliharaannya," kata dia.
Adapun KRI Nanggala-402 terakhir kali menjalani perbaikan besar-besaran (overhaul) sekaligus pembaruan pada 2012. Komandan kapal selam itu, Letnan Kolonel Heri Oktavian, juga diketahui pernah 'curhat' kepada seorang wartawan yang juga rekannya kalau Nanggala sejatinya sudah harus kembali ke galangan pada 2020 lalu tapi ditunda dengan alasan pandemi Covid-19.
Kapal selam deep sea warrior milik Kapal Riset Cina, Tan Suo-2, saat berusaha mengangkat kapal selam Nanggala 402. cgtn.com
Dua awak kapal selam, tak bersedia nama-namanya disebut, juga mengaku ingat serangkaian masalah yang pernah dialami Nanggala di bawah laut. Masalah pertama terjadi pada 2017 ketika kapal selam itu tiba-tiba drop sejauh 84 meter setelah air laut masuk dari tabung snorkel.
Insiden seperti itu pernah terjadi pula pada 2014, saat Nanggala drop 17 meter di kedalaman laut Bali sebelah barat. "Ketika sebuah kapal selam 'jatuh', itu bukanlah peristiwa yang biasa. Bisa dibilang, itu adalah situasi darurat," kata satu di antara awak itu.
Panglima Komando Armada II Laksamana Muda TNI Iwan Isnurwanto (kanan) dan Atase Militer Cina Senior Colonel Chen Yongjing (tengah) melihat sebuah puing dari kapal selam KRI Nanggala 402 yang tenggelam, saat konferensi pers di Pangkalan AL Denpasar, Bali, Selasa, 18 Mei 2021. Hingga kini, tim masih mencari bagian tabung tekan atau ruang utama kapal selam. Foto: Johannes P. Christo
Beda lagi dengan kasus yang diingat Achmad Taufiqoerrochman, mantan Wakil Kepala Staf TNI AL. Menurutnya kapal selam Nanggala pernah melaporkan problem koneksi dengan tabung torpedonya pada 2016 sebelum kemudian diperbaiki.
REUTERS | BBC