Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Kisah Galileo Terulang Lagi?

6 Januari 2003 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TIDAK terbayangkan apa yang dikatakan para pendeta atau ustad dalam khotbahnya jika manusia hasil kloning benar-benar lahir. Dampaknya bagi umat beragama pun tak tergambarkan. Sebab, kloning manusia tidak saja tak pernah disinggung dalam kitab-kitab suci, tapi juga menabrak ajaran suci. Itu sebabnya, para ulama Islam dan juga tokoh agama lain menampik upaya kloning manusia. Selain syariat melarangnya, menurut Osman Bakar, seorang cendekiawan muslim dari Malaysia, proyek semacam itu justru akan mendatangkan bencana. "Dalam Islam, perbuatan yang lebih banyak mudarat daripada manfaatnya sebaiknya ditinggalkan," tuturnya kepada TEMPO saat mengikuti sebuah konferensi internasional di Yogyakarta, pekan lalu. Lagi pula, keyakinan orang-orang yang tergabung dalam Clonaid?perusahaan yang baru saja mengumumkan keberhasilannya menciptakan manusia klon?pun sudah bertabrakan dengan ajaran agama. Didirikan pada 1997 oleh Claude Vorilhon, seorang jurnalis asal Prancis, perusahaan ini milik sekte Raelian. Vorilhon mengaku pernah bertemu dengan alien pada 1970. Makhluk angkasa luar ini mengatakan, mereka menciptakan kehidupan di bumi melalui rekayasa genetis. Ini pula yang menjadi inti keyakinan sekte Raelian, yang dianut sekitar 55 ribu orang di seluruh dunia. Jadi, ada kemungkinan proyek tersebut kurang obyektif karena ditunggangi oleh keyakinan sektenya. Selain itu, Osman Bakar, yang menjadi Direktur Pusat Studi Kesepahaman Muslim-Kristen di Universitas Georgetown, mencium bau bisnis di baliknya. Buktinya, Clonaid menawarkan kepada orang-orang untuk menjajal kloning dengan biaya tak sedikit. "Jadi, masalahnya sekarang bagaimana menggalang kaum ilmuwan dan agamawan untuk menghalangi proyek kloning manusia oleh kalangan industri," kata Osman. Yusuf Qaradawi, ulama modern asal Mesir yang disegani, lebih tegas lagi. Ia berpendapat kloning manusia diharamkan dalam Islam. Soalnya, kloning manusia bertentangan dengan prinsip keanekaragaman dalam penciptaan. "Bila dibolehkan, kita akan sulit menentukan hubungan manusia klon dengan yang aslinya, apakah dia kakak, adik, atau ayahnya. Itu akan membingungkan," kata Qaradawi. Revolusi sains kerap membentur tembok dogmatisme agama. Konflik semacam ini pernah muncul pada abad ke-16. Ketika itu ilmuwan Galileo Galilei, yang mempunyai teori tentang bumi yang berputar dan langit yang diam, berseberangan dengan kaum ortodoks Gereja Katolik yang berkeyakinan bahwa bumi diam dan datar. Ujungnya, Gereja Katolik Roma pada awal abad ini mengakui kesalahannya. Mungkinkah sikap ulama terhadap kloning manusia mengulangi kesalahan yang sama? Waktu yang akan menjawabnya. Kelik M. Nugroho

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus