Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pusat Penelitian Fisika Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia di Serpong, Tangerang Selatan, Banten, menghadirkan teknologi alternatif untuk mendeteksi bahan berbahaya dan beracun dengan cahaya laser. Pengujian material berlangsung lebih cepat karena tidak membutuhkan persiapan sampel yang rumit.
Teknologi pelacakan bahan berbahaya dengan cahaya yang dimiliki LIPI saat ini adalah laser-induced plasma spectroscopy (LIPS), photoluminescence, dan Raman -spectroscopy. “Dengan laser, kita bisa melacak unsur berbahaya dan beracun dalam konsentrasi rendah,” kata Kepala Pusat Penelitian Fisika LIPI Rike Yudianti pada Selasa, 2 Juli lalu.
Teknologi LIPS dapat mendeteksi unsur berbahaya dan beracun seperti timbel, arsenik, dan kadmium. Teknik photoluminescence digunakan untuk melacak senyawa berbahaya yang dapat berpendar, -seperti pestisida. Adapun Raman spectroscopy dipakai untuk mendeteksi molekul beracun dalam bahan uji.
Periset Pusat Penelitian Fisika LIPI, Isnaini, mengatakan pelacakan bahan beracun dilakukan dengan menembakkan laser pulsa berkekuatan tinggi pada material yang diuji. Dari proses itu akan timbul plasma dengan warna berbeda. “Warna-warna itu memberikan informasi elemen apa saja yang terkandung di dalamnya,” ujarnya.
Panjang gelombang laser yang dipakai di LIPS
Setiap warna di dalam plasma, dari ultraviolet hingga inframerah, memiliki panjang gelombang berbeda. Setiap spektrum warna juga memiliki puncak gelombang (peak) berlainan dan menunjukkan -jenis -elemennya. Panjang gelombang inilah yang dipindai perangkat. “Kami sudah ada datanya, tinggal dikonfirmasi ulang,” kata Isnaini.
Menurut Isnaini, dengan teknologi laser, pelacakan bahan berbahaya dan beracun menjadi lebih ringkas. Tidak perlu repot menyiapkan sampel khusus, apalagi -bahan kimia tertentu seperti dalam pengujian kimiawi. Material yang diuji pun tidak rusak. “Laser sudah siap, tinggal taruh sampelnya, lalu ditembak saja,” tuturnya.
Para peneliti telah menguji teknik laser untuk mendeteksi sejumlah unsur, antara lain perak, timbel, dan arsenik. Namun, pada dasarnya, semua elemen bisa dideteksi dengan kecepatan pengukuran bergantung pada kadar konsentrasinya. -Pengukuran berlangsung singkat dengan durasi penyinaran laser sekitar 10 detik. Kadar elemen yang bisa diukur sudah pada level puluhan bagian per sejuta atau parts per million.
Sensitivitas pengukuran akan meningkat dalam kadar yang lebih rendah hingga bagian per semiliar atau parts per billion jika sampel dimasukkan ke wadah vakum. “Plasmanya lebih besar sehingga sinyal yang terpancar lebih banyak,” ucap Isnaini.
Teknologi laser ini juga bisa dipadukan dengan perangkat penguji di lokasi yang menjadi gerbang masuk-keluar -manusia, seperti pelabuhan dan bandar -udara. -Hanya diperlukan ruangan - berukur-an 3 x 3 meter untuk memasang seluruh teknologinya.
Teknologi LIPS, Isnaini melanjutkan, bisa digandengkan dengan Raman spectroscopy, yang biasa dipakai petugas untuk mendeteksi molekul atau zat terlarang. “Kadang Raman spectroscopy tidak bisa mendeteksi elemen berbahaya karena fungsinya hanya untuk membaca molekul.”
Para peneliti berencana mengembangkan perangkat pelacak untuk mendapatkan spektrum cahaya lebih presisi. Sebab, spektrum warna antar-elemen bisa -sangat rapat hingga cuma terpaut 0,01 nanometer. “Kalau peak elemennya berimpit -seperti ini, harus lebih teliti mengkonfirmasi ulang itu unsur apa,” tutur Isnaini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo