Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Wallace Line atau Garis Wallace merupakan garis batas biogeografis yang memisahkan spesies Asia dan Australia. Garis ini membentang di Asia Tenggara, melintasi perairan sempit antara Kalimantan dan Sulawesi serta antara Bali dan Lombok. Meskipun bukan perbatasan resmi, Wallace Line berfungsi sebagai penghalang alami bagi banyak hewan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Penny Van Oosterzee, peneliti ekologi dari James Cook University, mengatakan bahwa fenomena ini menunjukkan bagaimana hambatan fisik dapat membagi habitat meskipun letaknya berdekatan. “Kami menyarankan agar Garis Wallace digeser sehingga daratan tersebut ditempatkan di sisi Australasia dari batas biogeografis fundamental ini,” tulis Jason Ali dan rekan-rekannya dari Universitas Hong Kong, dikutip dari Earth.com, Kamis, 20 Februari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Keberadaan Wallace Line berkaitan erat dengan Selat Makassar, yang memiliki palung laut dalam dan tetap menjadi penghalang alami bagi pergerakan hewan selama ribuan tahun. Selama zaman es, banyak pulau di Asia Tenggara terhubung oleh jembatan darat akibat turunnya permukaan laut. Namun, celah laut dalam di Selat Makassar tidak pernah hilang, sehingga spesies tidak dapat berpindah dengan mudah.
Para ilmuwan meyakini bahwa Wallace Line berperan penting dalam evolusi spesies. Perbedaan mencolok antara fauna di kedua sisi garis ini menginspirasi Alfred Russel Wallace dalam mengembangkan teori evolusi bersama Charles Darwin. Wallace mengamati bahwa spesies tidak muncul secara acak, tapi berevolusi sesuai dengan lingkungan mereka.
Meskipun ada perdebatan mengenai keakuratan garis ini, Wallace Line tetap menjadi salah satu contoh paling kuat tentang bagaimana hambatan geografis dapat membentuk kehidupan di Bumi. Dengan terus berkembangnya penelitian, para ilmuwan terus mengkaji bagaimana perubahan lingkungan dapat memengaruhi distribusi spesies di masa depan.
Konsep Wallace Line juga berpengaruh terhadap studi sejarah manusia. Fenneke Sysling dari Universitas Utrecht di Belanda mencatat bahwa perbedaan antara kedua kelompok manusia telah diperhatikan oleh para pelancong Eropa awal, bersamaan dengan perbedaan dalam flora dan fauna.
Penelitian terus dilakukan untuk memahami dampak Wallace Line terhadap evolusi dan distribusi spesies. Para ilmuwan mempertanyakan apakah perubahan iklim atau hilangnya habitat akan menggeser distribusi satwa liar di masa depan. Wallace Line menjadi bukti bahwa faktor geografis dapat membentuk perbedaan mencolok dalam kehidupan di Bumi.
Hingga kini, Wallace Line masih menjadi objek penelitian ilmiah, terutama dalam bidang biogeografi dan konservasi. Teknologi pemetaan modern dan analisis DNA semakin memperjelas bagaimana spesies berkembang di sepanjang garis ini. Pemahaman yang lebih mendalam diharapkan dapat membantu pelestarian keanekaragaman hayati di wilayah tersebut.