Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Sains

Mengenal Karbon Biru, Ekosistem Penyerap Karbon Selain Hutan

Karbon biru merupakan ekosistem penyerap karbon alternatif yang keberadaannya semakin langka.

24 Oktober 2022 | 11.50 WIB

Warga membawa bibit bakau untuk ditanam di perairan pantai Pulau Harapan, Kabupaten Kepulauan Seribu, DKI Jakarta, Sabtu, 22 Mei 2021. Penanaman bakau oleh Yayasan Kehati dan lembaga Divers Clean Action (DCA) di Pulau Harapan tersebut menjadi bagian dari rangkaian kegiatan Hari Keanekaragaman Hayati Sedunia sekaligus sebagai kampanye pelestarian hutan bakau (mangrove) sebagai pelindung kawasan pesisir dan habitat bagi aneka ragam hayati. ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra
Perbesar
Warga membawa bibit bakau untuk ditanam di perairan pantai Pulau Harapan, Kabupaten Kepulauan Seribu, DKI Jakarta, Sabtu, 22 Mei 2021. Penanaman bakau oleh Yayasan Kehati dan lembaga Divers Clean Action (DCA) di Pulau Harapan tersebut menjadi bagian dari rangkaian kegiatan Hari Keanekaragaman Hayati Sedunia sekaligus sebagai kampanye pelestarian hutan bakau (mangrove) sebagai pelindung kawasan pesisir dan habitat bagi aneka ragam hayati. ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Sebagian besar orang mungkin mengetahui bahwa hanya hutan yang dapat menyerap dan menyimpan karbon yang menjadi polusi. Tetapi, terdapat potensi penyerapan dan penyimpanan karbon yang lebih besar, yakni ekosistem pesisir, yang meliputi hutan mangrove, tumbuhan laut, dan rawa-rawa, atau yang dikenal sebagai karbon biru.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Karbon biru merupakan karbon yang ditangkap dan disimpan di samudra dan ekosistem pesisir, termasuk karbon pantai yang tersimpan di lahan basah pasang surut, seperti hutan yang dipengaruhi pasang surut, bakau, rawa pasang surut dan padang lamun, di dalam tanah, biomassa hidup, dan sumber karbon biomassa yang tidak hidup. Seperti namanya, karbon ini berwarna biru.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dikutip dari ditjenppi.menlhk.go.id, berdasarkan penelitian, ditemukan fakta bahwa ekosistem pesisir juga merupakan penyerap gas rumah kaca. Ekosistem pantai diyakini menyerap dan menyimpan karbon 100 kali lebih banyak dan lebih permanen dibandingkan dengan hutan di daratan.

Karbon yang diserap oleh ekosistem pesisir tidak kalah besar dibandingkan hutan. Berbeda dengan ekosistem daratan yang cenderung tidak bertambah pada saat tertentu, ekosistem pesisir mampu menyerap dan menyimpan karbon dalam sedimen secara terus-menerus dalam kurun waktu yang lama.

Sekitar 50-99 persen karbon yang diserap oleh ekosistem pantai disimpan dalam tanah di kedalaman 6 meter di bawah permukaan tanah. Karbon yang tersimpan ini dapat tersimpan sampai ribuan tahun. Karena potensi yang besar inilah ekosistem pesisir bisa berperan banyak sebagai solusi adaptasi dan mitigas dampak perubahan iklim.

Namun, mengacu pada jurnal berjudul Estimasi Potensi Penyerapan Karbon Biru oleh Hutan Mangrove yang terbit di laman ejournal.unsrrat.ac.id, ekosistem karbon biru pesisir merupakan salah satu ekosistem yang paling terancam di Bumi dengan sekitar 340.000-980.000 hektare ekosistem ini dihancurkan setiap tahunnya.

Diperkirakan sampai dengan 67 persen dan sedikitnya 35 persen dan 29 persen dari seluruh cakupan global hutan bakau, rawa pasang surut, dan padang lamun, secara berurutan, telah hilang. Jika hal ini berlanjut terus dengan laju yang tetap, sebanyak 30-40 persen rawa pasang surut dan padang lamun dan hampir semua bakau yang tidak dilindungi akan hilang dalam 100 tahun ke depan. Saat terdegradasi atau hilang, ekosistem ini akan menjadi sumber gas karbon dioksida rumah kaca yang besar.

Sama seperti jenis hutan lainnya, nilai dari hutan berbasis air atau lahan basah di mana karbon biru disimpan bergantung pada pengelolaan berskala lanskap. Pengelolaan yang baik akan mempertahankan nilai-nilai keanekaragaman hayati, layanan ekosistem, pembangunan ekonomi, kesejahteraan manusia, dan nilai lain dari hutan tersebut. Tetapi, sementara aspek biofisik dari ekosistem karbon biru mendapatkan perhatian, rincian dari tata kelola dan manajemen mereka relatif belum dijelajahi.

MUHAMMAD SYAIFULLOH

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus