Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Menuju Hidup Di Flat

Contoh rumah bertingkat 4 di Desa Bulak Macan, Bekasi, ditinjau presiden dan pejabat lain. Perencanaan flat di sayembarakan mengingat banyak aspek dalam budaya hidup di flat bagi golongan rendah.(ilt)

27 Januari 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DI atas tanah seluas 540 mÿFD, mencuat sebuah bangunan bertingkat empat. Gedung itu dibangun oleh Yayasan Dharmais yang diketuai oleh Kepala Negara, sebagai model perumahan pegawai negeri rendahan, asrama prajurit, dan golongan berpenghasilan rendah lainnya. Menghabiskan 66 ton besi kanal produksi PT Krakatau Steel serta ratusan ton batu apung (bermis) eks-Sukabumi, ia dilengkapi dengan pelataran tempat bermain bagi anak-anak. Dirancang sedemikian rupa, hingga tiap 16 apartemen dapat dikelola sebagai satu Rukun Tetangga. Contoh rumah sederhana bertingkat 4 itu, di desa Bulak Macan, Bekasi, dua minggu lalu ditinjau oleh Presiden Suharto, Menteri PU, Gubernur Jakarta Raya serta sejumlah pejabat teras lainnya. "Kan tidak memalukan kalau rumah begini berdiri di belakang gedung-gedung bertingkat di Jalan Thamrin," ujar Presiden kepada Menteri PU Purnomosidhi. Sang Menteri pun manggut-manggut tanda setuju. Malah dia mengusulkan, agar rumah bertingkat semacam itu dapat juga dibangun di atas tanah-tanah kosong di Jakarta yang selama ini hanya disewakan untuk mendirikan gubuk-gubuk sederhana. Tak lama setelah peninjauan ke sana, Gubernur DKI Tjokropranolo pun menghimbau para pemilik tanah sepanjang jalan-jalan raya di Jakarta agar mengiklaskan tanahnya untuk dihanguni perumahan rakyat bertingkat empat. Dengan imbalan, para pemilik tanah tadi boleh menempati dan memiliki lantai terbawah secara cuma-cuma. Sedang lantai dua dan seterusnya akan disewabelikan kepada para peminat rumah. Gagasan rumah murah bertingkat 4 tampaknya sudah ditugaskan kepada Menteri Muda Perumahan Cosmas Batubara yang tahun lalu khusus mempelajari berbagai aspeknya di negeri Inggeris. Direktorat Perumahan Ditjen Cipta Karya telah pula mengadakan sayembara perencanaannya, yang akan ditutup 31 Januari. Kaum pemborong bangunan yang beriin usaha di Jakarta menjadi pesertanya. Bagi pemenang tak disediakan hadiah. Tapi bila rencananya diterima, si pemborong akan diberi kesempatan pertama membangun 120 sampai 150 unit rumah bertingkat tanpa lift itu di bilangan Pasar Jumat, Jakarta Selatan, dengan biaya pemerintah. Hak cipta pun tetap litangan perencana. Calon penghuninya, seperti dijelaskan oleh ir Noer Saiyidi dari Direktorat Perumahan, adalah yang penghasilannya rendah, yakni Rp 20 ribu sampai Rp 100 ribu sebulan. Yang dimaksud itu adalah seluruh pendapatan keluarga, dengan maksimal tiga anak. Murahnya Berapa? Peserta sayembara boleh juga mengajukan usul pembuatan maisonette, yakni apartemen yang terdiri atas dua lantai. Pokoknya, apartemen itu harus mencakup ruang makan, kamar tidur, dapur, kamar mandi, dan, jangan lupa: tempat jemuran pakaian. Biaya bangunan, walaupun sesudah K-15-N, tak boleh melebihi Rp 40 ribu/mÿFD. Itu sudah termasuk keuntungan pemborong, fasilitas umum seperti instalasi air minum, Listrik berikut gardunya, serta penangkal petir dan pemadam kebakaran. Pemborong, tentu saja, menganggap harga minimum itu terlalu rendah. Selain itu, pihak pengelola, Perumnas, mungkin bisa mengalami kesulitan jaminan kredit dengan Bank Tabungan Negara (BTN). Soalnya, BTN . selama ini memberikan kredit dengan jaminan surat tanah. Hingga masih menjadi tandatanya, bagaimana caranya memperoleh kredit bagi apartemen di lantai atas. Betapapun juga, aspek teknis-finansiil itu telah berhasil menarik animo lebih dari 100 peserta sayembara. Lebih-lebih karena kalau menang, si pemborong tinggal membangun s~aja rumah bertingkat itu. Urusan pemasarannya menjadi tanggungjawab Perumnas. Apakah itu akan laku? Cosmas Batubara sendiri mengakui bahwa masyarakat Indonesia belum terbiasa dengan rumah bertingkat 4." Ini tercermin, umpamanya, dari hasil survei LP3ES tentang bentuk rumah yang diinginkan masyarakat berpenghasilan rendah di Surabaya kota terbesar kedua di Indonesia. Menurut survei yang disponsori Perumnas tahun 1975 itu, hampir 75ø/~ dari mereka yang ditanyai menginginkan rumah yang mandiri. Hampir 25% menginginkan rumah kopel, sejenis rumah Perumnas di Depok Baru sekarang ini. Hanya segelintir kecil saja yang mau tinggal di rumah flat bertingkat, atau bersikap pasrah saja (pokok asal ada rumah). Untuk Elite? Staf LP3ES Amir Karamoy dalam majalah Prisma, Nopember 1978 masih menambahkan bahwa rumah mandiri yang diinginkan itu hendaknya "berada langsung di atas tanah " Sebab "tanah" tulis Karamoy, erat hubungannya dengan tradisi dan kultur masyarakat agraris, ciri umum masyarakat kita." Adapun perumahan flat yang sudah berdiri di Jakarta, menurut observasinya "umumnya dihuni oleh masyarakat yang corak, struktur dan tingkat kebudayaannya relatif kompleks, dan berlokasi di daerah elite." Contohnya, flat Deparlu di Kebayoran Baru, yang didiami oleh golongan berpenghasilan sedang ke atas. Bukan golongan berpenghasilan sedang ke bawah yang mau ~dirangkul Perumnas. "Kebudayaan hidup di flat" tampaknya meminta perhatian khusus dalam perencanaan, seperti hubungan antara tanggungjawab kolektif dan individu il dalam perawatan flat itu. Juga masalah bising, penyediaan fasilitas sekolah transportasi umum, tempat pembuangan sampah, dan kebun bersama. Disain p~rumahan flat itu sendiri -- memanjang atau memutar -- dapat memecahkan atau justru menimbulkan masalah menjemur pakaian, tempat rekreasi ana~k-anak, serta jalur hijaunya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus