Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gaya Hidup

Nah, kapok ikut arisan

Jenis arisan call telah dikenal, dengan istilah arisan tembak, hwee-cien, arisan menurun. kegiatannya sudah bersifat bisnis dengan bunga 5-8% bagi para penarik yang mengembalikan uangnya untuk dipinjamkan.(sd)

27 Januari 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PADA saat berita arisan call ngebom, banyak orang terkesima menyangka itu permainan baru orang-orang kaya di negeri ini. Khususnya di Jakarta. Sementara orang lain bilang yang bernama arisan call pada hakekatnya-satu jantung dengan "arisan tembak". Ada juga yang dipanggl hwe cien -- yang sudah dikenal baik masyarakat Cina baik totok maupun peranakan. ~ Hwee galibnya diterjemahkan dengan "berkumpul", sedangkan cien berarti uang. Toral jenderal hwee-cien dapat disalin dengan: berkumpul untuk mendapatkan uang. Umum dilakukan di antara para pedagang atawa ibu-ibu dalam lingkungan kecil. Menut~ut beberapa sumber, arisan ini galak kembali sesudah aksi-aksi rasialis di Sukabumi tahun 1960. Tentu saja tujuannya untuk membantu kerabat para korban agar usahanya tegak kembali. (Libat box). Bank Gelap Bahwa kemudian sifat tolong menolong di dalam arisan berubah menjadi semacam bisnis, tentunya karena kehadiran beberapa orang dengan jeli melihat deretan angka di dalam arisan-arisan. Variasi arisan dengan angka-angka raksasa itu pun rupanya tidak hanya satu -- sebagaimana sudah diceritakan dalam TEMPO minggu lalu. Sebuah sumber TEMPO mengatakan ada yang disebut "arisan menurun" (Lihat box). Nyonya U salah seorang peserta arisan menurun di Jakarta mengaku mengikuti kegiatan itu dengan setoran Rp 200 ribu tiap bulan. Sudah 8 bulan berjalan dan tinggal 6 bulan lagi. Tetapi akibat heboh yang meledak Nopember 1978 itu, arisan ini dibubarkan. Yang membubarkannya adalah Nyonya E yang bertindak sebagai bandar. Bandar ini diberitakan tak mampu membayar uang arisan para peserta yang meliputi jumlah milyaran rupiah. ~TEMPO, 20 Januari 1979). Padahal Nyonya U adalah satu dari 15 peserta -- yang kebetulan belum sempat menerima buahnya. "Jadi belum pernah menikmati sukanya," ujar nyonya itu. "Mulanya kalau dapat, rencana saya beli rumah," ujarnya kepada Abdul Muthalib dari TEMPO. "Rumah yang saya tempati sekarang, masih kontrakan." Ia menunjuk kios di garasi rumahnya, dari mana ia mendapatkan sumber hidup setiap hari. Sekitar Rp 1 juta telah mengalir dari dompetnya untuk melayani setoran arisan. Jadi bagaimana perasaannya sekarang? "Yah, bagaimana ya?" tanyanya balik. "Yah kecewa juga. " Para ibu yang sama nasibnya hanya berusaha menunggu. Pada 30 Nopember yang aneh itu, bersama 60 orang ibu yang lain Nyonya U telah berunding dengan bandar. Diputuskan bersama bahwa tiap ibu yang tergaet duitnya, akan menerima kembali sejumlah yang sudah disetorkan. Hanya saja waktunya bergiliran. Nyonya U sendiri diperkirakan akan menerima uangnya kembali pada bulan Agustus ini. Nyonya ini terpaksa hanya mengiyakan. "Habis mau bagaimana lagi," ujarnya pasrah. Para peserta arisan yang dikuntit nyonya ini bertemu setiap bulan pada hari Rabu ketiga di sebuah rumah di Jakarta. "Sebenarnya cukup menyenangkan," katanya membuka lembaran lama. Ia termasuk orang kecil di dalam lingkungan arisan itu. Jadi ia seperti dapat tontonan baru, mengenal bagaimana nyonya-nyonya kaya kongko-kongko. Misalnya saja, pertemuan arisan seringkali menjadi pasar jual beli barang gedongan seperti lampu-lampu Italia, jambangan bunga Hongkong, ada juga permata-permata yang tak bisa kurang dari Rp 5 juta. Banyak di antaranya ia lihat adalah pedagang-pedagang mobil seperti pedagang dari Pecenongan, Jak~rta. Sesudah ada kasus Nyonya E, si bandar isteri produser film itu, dunia arisan jadi goncang. Orang mencoba hati-hati. Salah seorang temannya langsung ada yang jadi pasien seorang psikolog. "Lebih sering peserta yang kebetulan dapat giliran menarik, mengembalikan hasil tarikannya itu kepada bandar untuk dibungakan sebagai pinjaman," ungkap Nyonya U. Dengan demikian seorang bandar praktis sebetulnya sebuah bank gelap juga. Untuk pinjaman itu disediakan bunga antara 5 - 8% per bulan. Sementara bandar itu menentukan suku bunga sebesar 10% buat para peminjam. "Jadi arisan yang kebanyakan terjadi d kalangan atas sudah bersifat bisnis dan bukannya kegiatan sosial lagi," ujarnya. Poppy Darsono, itu bintang yang sctengah mati ayunya bersumpah tak pernah ikut arisan yang sedang diributkan tapi toh ikut kasih komentar. "Arisan di kalangan ibu-ibu kaya tersebut, lebih sering sebagai arena nampang," katanya. Tak diketahui bagaimana ia sampai tahu ibu-ibu itu nampang. Tapi ia terus kasih komentar dengan yakinnya "Ibu-ibu tersebut bicara soal proyek dagang, arisan berjuta-juta, sementara diberitakan terjadi kelaparan di sementara daerah!" Atau bencana alam. Adapun Nyonya ES, seorang gunl SMP Negeri di Jakarta, terus terang mengaku ia memang ikut arisan menurun yang juga dibandari oleh Nyonya E. Alasannya untuk sekedar menabung. Lulusan PGSLP tahun 1959 ini sudah 20 tahun jadi guru. "Sebetulnya kumpul-kumpulnya saya tidak tertarik," katanya meyakinkan. "Saya sering ikut arisan, langsung dari sekolah, jadi bisa dibayangkan arisan yang saya ikuti bukan untuk nampang. Ngomongin orang, bikin gossip, jauh dari niat, entah orang lain," ujarnya. Nyonya ini ditaksir orang sudah kehilangan Rp 4 juta akibat peristiwa heboh ini. Kelompok Murni Nyonya ES yang kalau mengajar pakai mobil Peugeot 504 ini sama saja dengan Nyonya U, hanya berusaha untuk menunggu. Nyonya E si bandar yang menghebohkan itu, sudah berjanji kepadanya akan membayar. "Sebetulnya uang tarikan Desember itu akan saya pakai untuk pergi ke luar, berlibur bersama keluarga di Eropa, tapi dengan terjadinya kemacetan arisan, yah, jadinya cuma pulang mudik ke Sumatera!" Dari mana seorang guru seperti nyonya ini dapat duit banyak? Ia menjawab tenang: uang arisannya berasal dari hasil tabungan, tambahan dari suami. Gaji sebagai pegawai negeri rasanya sulit diperhitungkan karena kecil. Dari mana lagi? Nyonya ES menolak menyebutkan. Tapi ia mengaku bersama sepuluh temannya yang lain ia menyebut dirinya "kelompok murni". Kelompok yang mengandalkan arisan sebagai paket untuk menambah kekuatan ekonomi rumah tangga. Jadi bukan untuk bisnis. Lalu suaminya sendiri kabarnya tidak marah karena adanya kemacetan arisan ini Hanya langsung kasih kuliah ini dan itu sekitar arisan. Ada lagi Nyonya B.(35 tahun), ibu dari tiga anak, mengaku sudah mengikuti arisan call sejak tahun 1968. Alasannya ikut karena tertarik melihat "keuntungan besar". Arisan yang diikutinya juga dibandari Nyonya E -- menjanjikan uang Rp 2 juta dengan setoran tiap bulan rata-rata Rp 60 ribu. Selama ini semuanya berjalan lancar. Ia selalu mengambil tarikan paling belakang. "Habis saya tidak sanggup meng-call seperti yang lain. Tidak mungkin uang itu saya putarkan akan bisa menguntungkan sampai 40 atau 50 prosen," ujarnya. Nyonya ini kelihatan cantik. Kelahiran Malang. Sejak ditinggal suaminya ia jadi pengusaha cat di bilangan Cawang. Tetapi ia hanya mengaku kelas teri. Ia jarang hadir ke dalam pertemuan karena kesibukan usahanya. Tak banyak dikenalnya siapa-siapa yang ikut serta. Paling-paling hanya kenal yang ada dalam grupnya. Ketika terjadi ribut, ia sedang berada di Jawa Timur. "Seharusnya saya telah mendapat, tetapi karena saya tidak ada, giliran saya jatuh tahun 1980 nanti," ujarnya. Sementara tarikan baru berjalan 8 kali. "Jadi saya kenanya tidak begitu besar, apalagi kalau dibandingkan dengan keuntungan-keuntungan yang saya peroleh dari arisan selama ini," katanya masih sempat bersyukur. Nyonya cantik pengusaha cat ini hanya sedih mengingat rekannya Nyonya J yang menjadi bandar di grup lain. Nyonya E rupanya ikut arisan di grup itu dan mengambil sampai 4 nomor. Semua sudah ditariknya. Sesudah itu hilang tanpa bekas, tak datang-datang lagi. Maka sebagai bandar Nyonya J-pun terpaksa memikul risikonya. Mobilnya, pianonya, apa saja yang berharga di rumahnya diangkut orang. "Ia menangis terus ketika saya tinggalkan belum lama ini," kata Nyonya B, temannya. Menurut Nyonya R, Nyonya J yang malang itu bahkan berkali-kali pingsan. Tidak bisa omong. Merasa dirinya hancur. "Jarang yang seperti saya, setelah tahu adanya kasus itu memaklumi Nyonya J sebenarnya sudah terjepit," kata Nyonya R mencoba membela rekannya. Ia juga heran sekali melihat keberanian Nyonya E. Anehnya lagi orang-orang yang berhubungan dengan nyonya itu untuk meminjamkan uangnya, tak bisa menolak. "Saya fikir, ia pasti punya black-magic," ujarnya. Sebagai bukti ia mengemukakan banyak orang dirugikan dan mula-mula marah, tapi setelah ketemu langsung sang nyonya yang sekarang jadi terkenal itu, tidak jadl marah. Ia sendiri mengaku waktu dapat tarikan sempat uangnya diincar untuk dipinjam. "Ketika saya menarik Nyonya E pernah menguber saya selama 2 hari agar saya mau meminjamkan uang itu kepadanya. Untung sudah saya gunakan untuk bayar hutang, kalau tidak mungkin saya pinjamkan kepadanya, habis tidak bisa menolak permintaannya," kata R ini. Ia menjelaskan bahwa Nyonya E memang terkenal berani di dalam meng-call atawa membeli arisan yang diterima orang lain dengan bunga tinggi. Ia berani call 75%. Sehingga untuk arisan yang setorannya Rp 200 ribu, peserta jadinya cukup bayar Rp 50 ribu saja. "Sebetulnya bodoh juga kalau waktu itu tidak terfikirkan kemungkinan kecurangan itu," kata nyonya korban ini mengenangkan. R mengatakan kepada Karni Ilyas dari TEMPO bahwa ia tidak melakukan penuntutan sendiri atas kerugian yang dideritanya. "Karena saya repot menghidupi anak-anak dan adik saya," ujarnya. Ia mengaku memberikan kuasa kepada Nyonya J untuk mengurusnya. Namun demikian ia sudah pesimis akan berhasil. "Kalau memang milik ya uang itu akan kembali," katanya. Untuk arisan call selanjutnya ia kapok sudah. "Tidak lagi ah, walau bandarnya bonafid bagaimana," ujarnya tegas, "saya hanya akan ikut arisan kecil-kecil seperti ibu-ibu se-RW!" Nah kalau sudah begini, mungkin "Warung Kopi Prambors" tidak bisa lagi mengeritik soal arisan yang milyaran. Seperti dilakukannya dalam penampilan musik-musik "Guruh" di Balai Sidang belum lama ini.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus