PADA saat berita arisan call ngebom, banyak orang terkesima
menyangka itu permainan baru orang-orang kaya di negeri ini.
Khususnya di Jakarta. Sementara orang lain bilang yang
bernama arisan call pada hakekatnya-satu jantung dengan
"arisan tembak". Ada juga yang dipanggl hwe cien -- yang sudah
dikenal baik masyarakat Cina baik totok maupun peranakan.
~ Hwee galibnya diterjemahkan dengan "berkumpul", sedangkan cien
berarti uang. Toral jenderal hwee-cien dapat disalin dengan:
berkumpul untuk mendapatkan uang. Umum dilakukan di antara
para pedagang atawa ibu-ibu dalam lingkungan kecil. Menut~ut
beberapa sumber, arisan ini galak kembali sesudah aksi-aksi
rasialis di Sukabumi tahun 1960. Tentu saja tujuannya untuk
membantu kerabat para korban agar usahanya tegak kembali.
(Libat box).
Bank Gelap
Bahwa kemudian sifat tolong menolong di dalam arisan berubah
menjadi semacam bisnis, tentunya karena kehadiran beberapa
orang dengan jeli melihat deretan angka di dalam
arisan-arisan. Variasi arisan dengan angka-angka raksasa itu
pun rupanya tidak hanya satu -- sebagaimana sudah diceritakan
dalam TEMPO minggu lalu. Sebuah sumber TEMPO mengatakan ada
yang disebut "arisan menurun" (Lihat box).
Nyonya U salah seorang peserta arisan menurun di Jakarta
mengaku mengikuti kegiatan itu dengan setoran Rp 200 ribu
tiap bulan. Sudah 8 bulan berjalan dan tinggal 6 bulan lagi.
Tetapi akibat heboh yang meledak Nopember 1978 itu, arisan ini
dibubarkan. Yang membubarkannya adalah Nyonya E yang bertindak
sebagai bandar. Bandar ini diberitakan tak mampu membayar uang
arisan para peserta yang meliputi jumlah milyaran rupiah. ~TEMPO,
20 Januari 1979). Padahal Nyonya U adalah satu dari 15 peserta
-- yang kebetulan belum sempat menerima buahnya. "Jadi belum
pernah menikmati sukanya," ujar nyonya itu.
"Mulanya kalau dapat, rencana saya beli rumah," ujarnya kepada
Abdul Muthalib dari TEMPO. "Rumah yang saya tempati sekarang,
masih kontrakan." Ia menunjuk kios di garasi rumahnya, dari
mana ia mendapatkan sumber hidup setiap hari. Sekitar Rp 1 juta
telah mengalir dari dompetnya untuk melayani setoran arisan.
Jadi bagaimana perasaannya sekarang? "Yah, bagaimana ya?"
tanyanya balik. "Yah kecewa juga. "
Para ibu yang sama nasibnya hanya berusaha menunggu. Pada 30
Nopember yang aneh itu, bersama 60 orang ibu yang lain Nyonya
U telah berunding dengan bandar. Diputuskan bersama bahwa tiap
ibu yang tergaet duitnya, akan menerima kembali sejumlah yang
sudah disetorkan. Hanya saja waktunya bergiliran. Nyonya U
sendiri diperkirakan akan menerima uangnya kembali pada bulan
Agustus ini. Nyonya ini terpaksa hanya mengiyakan. "Habis mau
bagaimana lagi," ujarnya pasrah.
Para peserta arisan yang dikuntit nyonya ini bertemu setiap
bulan pada hari Rabu ketiga di sebuah rumah di Jakarta.
"Sebenarnya cukup menyenangkan," katanya membuka lembaran lama.
Ia termasuk orang kecil di dalam lingkungan arisan itu. Jadi
ia seperti dapat tontonan baru, mengenal bagaimana
nyonya-nyonya kaya kongko-kongko. Misalnya saja, pertemuan
arisan seringkali menjadi pasar jual beli barang gedongan seperti
lampu-lampu Italia, jambangan bunga Hongkong, ada juga
permata-permata yang tak bisa kurang dari Rp 5 juta. Banyak di
antaranya ia lihat adalah pedagang-pedagang mobil seperti
pedagang dari Pecenongan, Jak~rta.
Sesudah ada kasus Nyonya E, si bandar isteri produser film itu,
dunia arisan jadi goncang. Orang mencoba hati-hati. Salah
seorang temannya langsung ada yang jadi pasien seorang psikolog.
"Lebih sering peserta yang kebetulan dapat giliran menarik,
mengembalikan hasil tarikannya itu kepada bandar untuk
dibungakan sebagai pinjaman," ungkap Nyonya U. Dengan demikian
seorang bandar praktis sebetulnya sebuah bank gelap juga. Untuk
pinjaman itu disediakan bunga antara 5 - 8% per bulan. Sementara
bandar itu menentukan suku bunga sebesar 10% buat para peminjam.
"Jadi arisan yang kebanyakan terjadi d kalangan atas sudah
bersifat bisnis dan bukannya kegiatan sosial lagi," ujarnya.
Poppy Darsono, itu bintang yang sctengah mati ayunya bersumpah
tak pernah ikut arisan yang sedang diributkan tapi toh ikut
kasih komentar. "Arisan di kalangan ibu-ibu kaya tersebut, lebih
sering sebagai arena nampang," katanya. Tak diketahui bagaimana
ia sampai tahu ibu-ibu itu nampang. Tapi ia terus kasih komentar
dengan yakinnya "Ibu-ibu tersebut bicara soal proyek dagang,
arisan berjuta-juta, sementara diberitakan terjadi kelaparan di
sementara daerah!" Atau bencana alam.
Adapun Nyonya ES, seorang gunl SMP Negeri di Jakarta, terus
terang mengaku ia memang ikut arisan menurun yang juga dibandari
oleh Nyonya E. Alasannya untuk sekedar menabung. Lulusan PGSLP
tahun 1959 ini sudah 20 tahun jadi guru. "Sebetulnya
kumpul-kumpulnya saya tidak tertarik," katanya meyakinkan.
"Saya sering ikut arisan, langsung dari sekolah, jadi bisa
dibayangkan arisan yang saya ikuti bukan untuk nampang.
Ngomongin orang, bikin gossip, jauh dari niat, entah orang
lain," ujarnya. Nyonya ini ditaksir orang sudah kehilangan
Rp 4 juta akibat peristiwa heboh ini.
Kelompok Murni
Nyonya ES yang kalau mengajar pakai mobil Peugeot 504 ini sama
saja dengan Nyonya U, hanya berusaha untuk menunggu. Nyonya E
si bandar yang menghebohkan itu, sudah berjanji kepadanya akan
membayar. "Sebetulnya uang tarikan Desember itu akan saya pakai
untuk pergi ke luar, berlibur bersama keluarga di Eropa, tapi
dengan terjadinya kemacetan arisan, yah, jadinya cuma pulang
mudik ke Sumatera!"
Dari mana seorang guru seperti nyonya ini dapat duit banyak?
Ia menjawab tenang: uang arisannya berasal dari hasil tabungan,
tambahan dari suami. Gaji sebagai pegawai negeri rasanya sulit
diperhitungkan karena kecil. Dari mana lagi? Nyonya ES menolak
menyebutkan. Tapi ia mengaku bersama sepuluh temannya yang lain
ia menyebut dirinya "kelompok murni". Kelompok yang mengandalkan
arisan sebagai paket untuk menambah kekuatan ekonomi rumah
tangga. Jadi bukan untuk bisnis. Lalu suaminya sendiri kabarnya
tidak marah karena adanya kemacetan arisan ini Hanya langsung
kasih kuliah ini dan itu sekitar arisan.
Ada lagi Nyonya B.(35 tahun), ibu dari tiga anak, mengaku sudah
mengikuti arisan call sejak tahun 1968. Alasannya ikut karena
tertarik melihat "keuntungan besar". Arisan yang diikutinya
juga dibandari Nyonya E -- menjanjikan uang Rp 2 juta dengan
setoran tiap bulan rata-rata Rp 60 ribu. Selama ini semuanya
berjalan lancar. Ia selalu mengambil tarikan paling belakang.
"Habis saya tidak sanggup meng-call seperti yang lain. Tidak
mungkin uang itu saya putarkan akan bisa menguntungkan sampai
40 atau 50 prosen," ujarnya.
Nyonya ini kelihatan cantik. Kelahiran Malang. Sejak ditinggal
suaminya ia jadi pengusaha cat di bilangan Cawang. Tetapi ia
hanya mengaku kelas teri. Ia jarang hadir ke dalam pertemuan
karena kesibukan usahanya. Tak banyak dikenalnya siapa-siapa
yang ikut serta. Paling-paling hanya kenal yang ada dalam
grupnya. Ketika terjadi ribut, ia sedang berada di Jawa Timur.
"Seharusnya saya telah mendapat, tetapi karena saya tidak ada,
giliran saya jatuh tahun 1980 nanti," ujarnya. Sementara
tarikan baru berjalan 8 kali. "Jadi saya kenanya tidak begitu
besar, apalagi kalau dibandingkan dengan keuntungan-keuntungan
yang saya peroleh dari arisan selama ini," katanya masih
sempat bersyukur.
Nyonya cantik pengusaha cat ini hanya sedih mengingat
rekannya Nyonya J yang menjadi bandar di grup lain. Nyonya E
rupanya ikut arisan di grup itu dan mengambil sampai 4 nomor.
Semua sudah ditariknya. Sesudah itu hilang tanpa bekas, tak
datang-datang lagi. Maka sebagai bandar Nyonya J-pun terpaksa
memikul risikonya. Mobilnya, pianonya, apa saja yang berharga
di rumahnya diangkut orang. "Ia menangis terus ketika saya
tinggalkan belum lama ini," kata Nyonya B, temannya.
Menurut Nyonya R, Nyonya J yang malang itu bahkan berkali-kali
pingsan. Tidak bisa omong. Merasa dirinya hancur. "Jarang yang
seperti saya, setelah tahu adanya kasus itu memaklumi
Nyonya J sebenarnya sudah terjepit," kata Nyonya R mencoba
membela rekannya. Ia juga heran sekali melihat keberanian
Nyonya E. Anehnya lagi orang-orang yang berhubungan dengan
nyonya itu untuk meminjamkan uangnya, tak bisa menolak. "Saya
fikir, ia pasti punya black-magic," ujarnya. Sebagai bukti ia
mengemukakan banyak orang dirugikan dan mula-mula marah, tapi
setelah ketemu langsung sang nyonya yang sekarang jadi terkenal
itu, tidak jadl marah.
Ia sendiri mengaku waktu dapat tarikan sempat uangnya diincar
untuk dipinjam. "Ketika saya menarik Nyonya E pernah menguber
saya selama 2 hari agar saya mau meminjamkan uang itu kepadanya.
Untung sudah saya gunakan untuk bayar hutang, kalau tidak
mungkin saya pinjamkan kepadanya, habis tidak bisa menolak
permintaannya," kata R ini. Ia menjelaskan bahwa Nyonya E memang
terkenal berani di dalam meng-call atawa membeli arisan yang
diterima orang lain dengan bunga tinggi. Ia berani call 75%.
Sehingga untuk arisan yang setorannya Rp 200 ribu, peserta
jadinya cukup bayar Rp 50 ribu saja. "Sebetulnya bodoh juga
kalau waktu itu tidak terfikirkan kemungkinan kecurangan itu,"
kata nyonya korban ini mengenangkan.
R mengatakan kepada Karni Ilyas dari TEMPO bahwa ia tidak
melakukan penuntutan sendiri atas kerugian yang dideritanya.
"Karena saya repot menghidupi anak-anak dan adik saya,"
ujarnya. Ia mengaku memberikan kuasa kepada Nyonya J untuk
mengurusnya. Namun demikian ia sudah pesimis akan berhasil. "Kalau
memang milik ya uang itu akan kembali," katanya. Untuk arisan
call selanjutnya ia kapok sudah. "Tidak lagi ah, walau bandarnya
bonafid bagaimana," ujarnya tegas, "saya hanya akan ikut arisan
kecil-kecil seperti ibu-ibu se-RW!" Nah kalau sudah begini,
mungkin "Warung Kopi Prambors" tidak bisa lagi mengeritik soal
arisan yang milyaran. Seperti dilakukannya dalam penampilan
musik-musik "Guruh" di Balai Sidang belum lama ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini