Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Helikopter Sikorsky S-76B yang ditumpangi eks superstar NBA dan legenda LA Lakers Kobe Bryant diketahui tak dilengkapi dengan sistem peringatan pilot ketika terbang terlalu rendah. Terrain Awareness Warning System (TAWS), nama sistem itu, sudah direkomendasikan Komite Nasional Keselamatan Transportasi AS pasca kecelakaan helikopter Sikorsky S-76A pada 2004 yang menewaskan 10 orang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Seperti pernah diungkap sebelumnya, kecelakaan helikopter yang ditumpangi Kobe Bryant pada Minggu 27 Januari 2020 lalu terjadi setelah pilotnya, Ara Zobayan, meminta izin untuk terus terbang meski jarak pandang berkurang, dan diizinkan. Empat menit sebelum diketahui jatuh dan meledak di area perbukitan di Calabasas, California, sang pilot melapor harus terbang mendaki menghindari kabut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Masih perlu berbulan-bulan untuk memastikan penyebab kecelakaan yang menewaskan sembilan orang, termasuk Kobe Bryant dan putrinya, Gianna (13), tersebut. Termasuk apakah karena ketiadaan TAWS tersebut menyumbang peran. Tapi para investigator di National Transportation Board atau KNKT-nya Amerika kembali mengingatkan pentingnya setiap helikopter pengangkut enam atau lebih penumpang untuk melengkapi diri dengan sistem peringatan itu.
Menurut NTSB, sistem itu bisa menyelamatkan helikopter dari nahas pada 2004 lalu. Kecelakaan helikopter Sikorsky menerjang perairan Teluk Meksiko pada saat itu menewaskan 10 orang. Baru sepuluh tahun berselang, Federal Aviation Administration (FAA) merespons rekomendasi NTSB itu dan mewajibkan TAWS meski hanya untuk helikopter ambulans.
Belum jelas apakah ketiadaan TAWS berpengaruh dalam kasus kecelakaan helikopter Sikorsky yang terbaru. Penyelidik tak pasti apakah sistem peringatan itu akan membantu pilot terbang menembus kabut di Calabasas. Sistem biasanya bekerja dengan membunyikan alarm di kokpit jika heli terbang terlalu rendah sehingga dianggap berpotensi menabrak bangunan atau bukit.
FAA tak sepenuh hati mendukung rekomendasi itu karena ada pertimbangan lain kalau alarm malah mengganggu konsentrasi pilot. "Belum tentu akan membantu pilot," kata Brian Alexander, pilot helikopter dan advokat FAA.
Mike Sagely, bekas pilot militer yang berbasis di Los Angeles mengaku menggunakan sistem itu. Tapi karena begitu seringnya berbunyi, alarm itu kini tak lagi dianggapnya serius. "Malah jadi terbiasa mendengarnya karena tidak se-darurat yang dikira," katanya.
BUSINESS INSIDER | WASHINGTONPOST| THEGUARDIAN