Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Sejak 2022, walau pandemi Covid-19 belum berakhir, Planetarium dan Observatorium Jakarta sudah mengadakan berbagai kegiatan bagi warga, di antaranya pengamatan benda langit.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Revitalisasi di kompleks Taman Ismail Marzuki Jakarta kebetulan juga belum berakhir saat itu, yang membuat karyawan Planetarium mengungsi ke Teater Jakarta, masih di kompleks yang sama.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kini Planetarium dan Observatorium Jakarta menggelar kembali peneropongan pada 29-31 Mei 2023. Acara ini bisa dikatakan istimewa karena digelar di gedung sendiri, yaitu di Rooftop Observatorium ASKO. Sebelumnya, peneropongan dilakukan di atap gedung parkir, balkon Teater Jakarta, Plaza Teater Jakarta hingga di Ancol.
“Setelah lama, ingin sekali mengadakan kegiatan di sini, akhirnya terlaksana juga,” kata Nurul Iman, Ketua Satuan Pelaksana Edukasi, Informasi dan Pelayanan Unit Pengelola Pusat Kesenian Jakarta Taman Ismail Marzuki, saat membuka acara peneropongan, Senin, 29 Mei 2023.
“Tanggal 29 Mei 2023 inilah pertama kali peneropongan di tempat sendiri. Walaupun dengan kondisi seperti ini,” kata Iman. Kondisi yang dimaksud adalah peneropongan bukan dilakukan dari observatorium, tapi memasang teleskop di atas atap.
Sebelum pandemi, pada acara seperti ini, warga diajak melihat benda langit dari Observatorium Takashi. Namun, akibat revitalisasi, observatorium berubah menjadi kolam.
Kondisi Observatorium ASKO
Sementara itu, saat selesai revitalisasi, jalan penghubung antara observatorium dan lantai tidak ada. Keberadaan tangga baru dibuat beberapa waktu kemudian.
“Akses tangga naik ke ASKO nampak sudah selesai dibuat. Ruangan bawah sebagai akses naik pun sudah dilengkapi dengan pendingin ruangan, pintu, meja, kursi dan lemari simpan untuk difungsikan sebagai ruang kontrol teleskop,” kata Muhammad Rayhan, yang menjadi penanggung jawab acara malam itu.
Menurutnya, teleskop dan kubah ASKO masih tetap tidak tersentuh. Hanya lantainya saja yang diperbaiki, tapi kondisinya masih kotor. Tempo sempat melihat tangga tersebut, namun ruangan menuju tangga terkunci.
Selain itu, kubah yang menutupi teleskop bisa dibuka tapi tidak bisa diputar. “Berarti cuma terbuka ke satu arah, tidak bisa kita sesuaikan,” jelasnya. Saat ini, pihak Planetarium sedang memikirkan cara agar motor penggerak kubah dapat kembali berfungsi, yaitu berputar dan terbuka. “Selain itu, akan dirapikan juga di dalamnya agar layak masyarakat datang ke situ,” kata Rayhan.
Listrik di Observatorium juga tidak ada. Rayhan mengharap listrik kembali mengalir agar bisa menyalakan lampu dan mengaktifkan kubah. “Biar masyarakat tahu, ternyata ada teleskop besar di sini,” kata Rayhan.
Ia berharap bisa memberi edukasi pada warga yang datang tentang konsep observatorium. “Kalau ini kan observatorium darurat di atas kerikil,” ujarnya merujuk peneropongan malam ini, di mana hamparan kerikil berada di atap.
Awan Tebal Saat Peneropongan
Pengamatan yang dimulai dari pukul 18.30 hingga 20.30 WIB terbuka untuk umum. Namun, cuaca malam kurang bersahabat dengan banyaknya awan yang menutupi pandangan ke Bulan.
Acara pun diisi dengan diskusi dan tanya jawab sembari menantikan Bulan terlihat. Memang akhirnya Bulan terlihat, namun benda langit lain yang dijadwal akan diamati, Venus, Mars dan beberapa bintang terang tidak terlihat. Rayhan berharap pada pengamatan dua hari berikutnya langit akan lebih cerah.
Peserta yang hadir pada hari pertama sebanyak 51 orang dari kuota 70 orang. Menurut Rayhan, seperti biasa kuota habis dalam beberapa menit untuk pendaftaran online untuk tiga hari pengamatan.
Pengunjung Menantikan Teater Bintang
Pengunjung yang hadir pada pengamatan malam terlihat dari balita, remaja hingga orang tua. Salah satunya, Bizar, 5 tahun. “Kok cuma setengah?” tanyanya melihat benda langit tersebut tidak dalam kondisi utuh seperti saat purnama. Kedua orang tuanya, Nunu dan Ruby dari Depok, menyatakan bahwa anaknya memiliki keingintahuan yang besar terhadap benda langit.
“Kita coba datang ke sini untuk melihat langsung melalui teropong dan dia antusias sekali,” kata Ruby. Sepulang sekolah ia sudah menagih janji kepada orang tuanya untuk melihat planet. Menurut sang ibu, kedatangan ini merupakan pertama kali bagi keluarga mereka.
Ada juga sekelompok anak kuliah dari Universitas Gunadarma. Dhiya, mahasiswa semester 2 Teknik Industri mengajak dua teman wanitanya ke acara pengamatan ini. Ia mencoba menularkan kesukaannya pada astronomi kepada temannya. “Sudah pernah ikut acara peneropongan,” jelasnya.
Salah satu hal yang dinantikan adalah pembukaan teater bintang yang menjadi primadona di Planetarium Jakarta. Menurutnya, terakhir menonton simulasi angkasa saat masih duduk di bangku SD sekitar kelas 2 atau 3.
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.