Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
RUANG kosong di bawah panel pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) dapat dimanfaatkan untuk bercocok tanam atau mengangon ternak. Teknik ini dikenal dengan nama agrivoltaik, paduan agrikultur dengan fotovoltaik. Agrivoltaik dipandang sebagai solusi atas kekhawatiran akan kebutuhan lahan untuk energi surya yang sangat besar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut “Solar Futures Study” dari Departemen Energi Amerika Serikat pada 2021, PLTS yang dipasang di darat diperkirakan memerlukan lahan seluas 2,31 juta hektare pada 2035 dan meningkat menjadi 4,04 juta hektare pada 2050 (setara dengan 0,5 persen luas daratan Amerika). Laporan itu menyarankan agrivoltaik menjadi solusi potensial terhadap kendala lahan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sistem agrivoltaik diklasifikasikan berdasarkan jenis pertanian. Pertama, pertanian tanaman yang membutuhkan area luas seperti gandum, padi, dan kentang. Tanaman ini tumbuh setiap tahun dan di banyak negara telah menggunakan mekanisasi pertanian. Kedua, kebun buah dan hortikultura seperti apel, pir, beri dan anggur, sayur-mayur, serta kacang-kacangan.
Tanaman-tanaman ini memerlukan perlindungan terhadap kondisi cuaca ekstrem, seperti menggunakan jaring peneduh atau penutup plastik. Ketiga, agrivoltaik yang diterapkan pada rumah kaca dengan menggunakan panel surya semitransparan menjadi atapnya.
Agrivoltaik rumah kaca sudah umum di Cina. Low Tech Magazine pada 2015 melaporkan 800 ribu hektare agrivoltaik terpasang di Negeri Panda selama beberapa dekade terakhir. Pada 2021, rumah kaca tenaga surya itu mencapai 1,96 juta hektare atau 30 persen dari total kawasan hortikultura negeri tersebut. Sayuran paling populer pada agrivoltaik antara lain timun melon, tomat, paprika, stroberi, dan sayuran berdaun.
PV Magazine melaporkan pada 2020 bahwa penyedia layanan Internet, Baofeng Group, meningkatkan kapasitas PLTS di Distrik Baru Binhe, Ningxia, Cina, dari 640 megawatt menjadi 1 gigawatt listrik. Di bawah PLTS di lahan 2.000 hektare itu ditanami gojiberi.
Kini agrivoltaik juga menjangkau perkotaan. Gedung perkantoran dan rumah tinggal membangun PLTS atap dengan taman dan kebun, seperti di gedung Terra di Colorado State University (CSU) Spur di Denver, Colorado, Amerika Serikat, yang menjadi proyek percontohan agrivoltaik.
Garden Roof di gedung lima lantai yang selesai dibangun pada Juni 2022 itu telah memanen lebih dari 92 kilogram produk di musim tanam perdana, di antaranya 45 kilogram tomat, 22 kilogram timun, serta 9 kilogram kemangi, adas sowa, ketumbar, dan tanaman bumbu lain. Hingga Oktober lalu, mereka telah memanen lebih dari 270 kilogram sayuran hijau, seperti arugula, selada, kale, dan Swiss chard.
Menurut Jennifer Bousselot, asisten profesor Urban Horticulture and Green Roof Culture CSU dan kepala perancang riset taman atap, ide di balik agrivoltaik atap adalah meniru hutan di atas bangunan. Seperti naungan pepohonan tinggi yang melindungi belukar dari paparan sinar matahari, panel surya juga dapat mendorong pertumbuhan tanaman.
Agrivoltaik atap, kata Bousselot kepada Wired, menggunakan hanya sepertiga air dibanding taman atap yang terkena sinar matahari penuh. Sebab, tanaman mendapat naungan sehingga lebih sedikit air yang menguap.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Bertani di Bawah Naungan Panel Surya"