Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Bandung - Gempa Donggala 28 September 2018 melibatkan dua segmen Palu Koro yang bergerak. Dampak kerusakan yang menjalar ke selatan serta lebar retakan permukaannya menjadi bukti kuat.
Baca: BMKG: Gempa 5,2 M di Selat Sunda
Baca: BMKG: Gempa 4,3 M Guncang Pesawaran Lampung
Baca: Isu Potensi Gempa Surabaya, BMKG: Memang Ada Sesar Aktif, tapi...
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Dua segmen yang bergerak, segmen Palu dan sebagian segmen Saluki," kata anggota tim Pusat Studi Gempa Nasional (Pusgen) Mudrik Rahmawan Daryono.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Periset geologi sesar Palu Koro dari Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI Bandung itu kebagian menyusuri retakan permukaan gempa bumi.
Pusgen memberangkatkan tim survei pada 9-13 Oktober lalu untuk mencari kejelasan soal gempa, tsunami, dan likuifaksi Sulawesi Tengah menyusul gempa Donggala yang bermagnitude 7,4.
Mudrik dan tim mendapatkan retakan akibat sobekan sesar di Palu. Paling lebar temuannya mencapai 580 sentimeter. Terus ke selatan, tujuannya ke lubang uji parit yang pernah dibuatnya untuk riset kegempaan sesar Saluki pada 2012. "Kita pastikan bahwa segmen Saluki juga bergerak. Paritan saya di Saluki itu bergeser 320 sentimeter," ujarnya baru-baru ini di kantornya.
Sesar besar Palu-Koro terbagi menjadi lima segmen. Mulai dari utara, yaitu segmen Palu sepanjang 66 kilometer yang di darat. Berdasarkan peta dan sumber gempa 2017, kekuatan gempa maksimal segmen Palu bermagnitude 6,8 dengan laju pergerakan sesar 10 milimeter per tahun.
Lalu ada segmen Gumbasa (20 km) dan segmen Saluki 40 km (M=6,9, laju 10 mm/tahun), segmen Moa 47 km (M=7,1, laju 10 mm/tahun) pernah gempa M=5,9 pada 1968. Paling ujung segmen Meloi 19 km yang pernah pecah pada 1977 dengan magnitude 5,0.
Penelusuran Mudrik cs, sepertiga segmen Saluki ikut bergerak. Karena itu boleh jadi, besaran gempa Donggala M=7,4 melampaui hitungan magnitude maksimal sesar Palu yang tercatat M=6,8.
Fakta bergeraknya dua segmen yaitu Palu dan Saluki sekaligus ini mencengangkan. “Ini di luar perkiraan kami sebelumnya,” kata Mudrik.
Secara definisi teori, spasi antara dua segmen 4 kilometer berdasarkan kejadian sebelumnya di dunia, harusnya menghasilkan gempa masing-masing. Jika jaraknya kurang dari 4 kilometer, energi gempa bisa meloncat ke segmen terdekat.
Namun meskipun segmen Palu dan Saluki berjarak 6 kilometer, kata Mudrik, mereka bisa bergerak bersama. Dengan telah bergeraknya 30 persen dari panjang 60-70 kilometer segmen Saluki itu, Mudrik tidak tahu apakah segmen itu masih berpotensi menjadi ancaman. Dari hasil risetnya, ia pernah memperkirakan segmen Saluki akan menimbulkan gempa pada 2014.
Kepala Bidang Informasi Gempa Bumi dan Peringatan Dini Tsunami BMKG Daryono mengatakan, zona sesar Palu Koro memiliki laju pergesaran sekitar 4 sentimeter per tahun. Sebagai sesar yang tergolong paling aktif, pergerakannya empat kali laju sesar besar Sumatera.
Dari peta blok Sulawesi, menurut Daryono, bagian timur sesar relatif bergerak ke utara dan blok barat relatif bergerak ke selatan. Kondisi ini membuat terakumulasinya medan tegangan kerak bumi di sepanjang jalur sesar ini.
Secara tektonik, sesar Palu-Koro terbentuk sebagai reaksi terhadap tekanan yang timbul dari benturan dengan benua kecil (mikrokontinen) Banggai-Sula yang bergerak merangsek ke arah barat atau Pulau Sulawesi.
Dorongan Banggai-Sula ini menjadi pembangkit utama aktifnya sistem sesar regional. Penyebab Banggai-Sula begitu aktif menekan Sulawesi ada dua faktor. Pertama, akibat adanya pemekaran Laut Banda ke arah barat laut dan tenggara sehingga mendorong Buton dan Banggai bergerak ke arah barat.
Kedua, pergerakan Banggai-Sula juga dipengaruhi oleh dorongan lempeng Laut Filipina ke arah barat yang dimanifestasikan dengan keberadaan sesar besar Sorong-Sula. Berdasarkan fakta-fakta ini, kata Daryono, "Tampaknya kawasan Sulawesi khususnya wilayah Sulawesi Tengah selamanya akan menjadi kawasan aktif gempa bumi."