Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sains

Polemik Rumah Dinas BRIN di Puspiptek Serpong, 9 Periset Aktif Diminta Pindah

Periset sebelumnya telah diberikan dispensasi hingga 31 Desember 2024 dan tambahan waktu hingga 31 Januari 2025 untuk mengembalikan rumah kepada BRIN.

20 Maret 2025 | 13.44 WIB

Puluhan mantan ilmuan berkumpul menolak eksekusi pengosongan rumah dinas Puspitek yang akan dilakukan oleh BRIN, Senin 20 Mei 2024 ini. TEMPO/Muhammad Iqbal)
Perbesar
Puluhan mantan ilmuan berkumpul menolak eksekusi pengosongan rumah dinas Puspitek yang akan dilakukan oleh BRIN, Senin 20 Mei 2024 ini. TEMPO/Muhammad Iqbal)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah periset Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) yang masih berstatus Aparatur Sipil Negara (ASN) aktif diminta untuk mengosongkan rumah dinas di Kompleks Puspiptek Serpong, Tangerang Selatan. Permintaan ini tertuang dalam nota dinas yang dikeluarkan Kepala Biro Manajemen Barang Milik Negara dan Pengadaan BRIN Arywarti Marganingsih pada 27 Februari 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dalam lampiran surat itu, sedikitnya ada sembilan periset BRIN aktif yang harus mengosongkan rumah dinas. Penertiban ini merujuk pada Peraturan BRIN Nomor 38 Tahun 2022 tentang Penghunian Rumah Negara di Lingkungan BRIN. Dalam aturan tersebut, Pasal 11 menyebutkan bahwa izin penghunian rumah negara berlaku selama satu tahun dan hanya dapat diperpanjang satu kali melalui evaluasi. Perpanjangan izin ini pun hanya berlaku maksimal satu tahun.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Lebih lanjut, Pasal 15 huruf e menyatakan bahwa penghuni rumah negara wajib mengosongkan dan menyerahkan rumah dalam kondisi baik beserta kuncinya kepada unit kerja terkait paling lama 30 hari setelah izin penghunian berakhir atau setelah menerima pencabutan izin. Sementara itu, Pasal 18 ayat (3) mengatur bahwa pegawai negeri yang tidak mengosongkan rumah sesuai ketentuan dapat dikenai hukuman disiplin.

Menurut isi nota dinas tersebut, para periset yang diminta pindah telah menempati rumah dinas selama dua tahun. Mereka sebelumnya telah diberikan dispensasi hingga 31 Desember 2024 dan tambahan waktu hingga 31 Januari 2025 untuk mengembalikan rumah kepada BRIN. Namun, hingga saat ini rumah dinas tersebut belum dikembalikan. “Seharusnya saat ini sudah mengembalikan rumah negara yang dihuni kepada BRIN,” demikian isi surat tersebut. 

Kepala BRIN Laksana Tri Handoko, dalam sesi Talkshow yang diunggah di kanal YouTube BRIN Indonesia pada 12 Maret lalu, juga sempat menjelaskan soal ketentuan rumah dinas ini. Dia mengakui adanya penyalahgunaan atau penyelewengan aturan penghunian rumah dinas yang cukup banyak terjadi di kalangan BRIN. Misalnya, rumah dinas dihuni tanpa Surat Izin Penghunian (SIP), serta ditempati oleh pihak yang tidak berhak. Bahkan, ada pula kasus rumah dinas yang disewakan kepada pihak lain.

“Nah memang saat ini melihat fenomena seperti itu, ya akhirnya dengan sangat terpaksa kami harus memperlakukan pengaturan yang lebih ketat,” kata Handoko. Ia juga membenarkan bahwa salah satu alasan penertiban rumah dinas ini dilakukan berdasarkan temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). “Memang temuan BPK itu sudah setahun tersampaikan bahwa rumah negara harus ditertibkan karena mereka menemukan pemanfaatan rumah negara oleh penghuni yang tidak berhak,” tuturnya.

Sementara itu, perintah pengosongan rumah dinas yang dihuni pegawai aktif sebelumnya juga diungkap dalam seruan kelompok yang menamakan diri Masyarakat Penyelamat Riset (MPR) RI. Mereka menuntut, antara lain, pembatalan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 40 Tahun 2024 dan penyelamatan barang milik negara riset dari cengkeraman swasta dan asing. PMK tersebut dinilai dijadikan senjata pemusnah massal sains Indonesia.

"Swastanisasi gaya mafia, lab dan rumah dinas diserahkan ke konglomerat, sementara periset diusir seperti sampah!" bunyi narasi yang menyertai seruan kelompok itu yang juga telah membuat petisi online pada  7 Maret lalu. Petisi berjudul 'Batalkan Privatisasi Pengelolaan Laboratorium dan Lahan Badan Riset dan Inovasi Nasional' itu telah mendapat lebih dari 1.200 dukungan per Ahad kemarin.

Dalam bagian awal narasi disampaikan bahwa penertiban dinyatakan sebagai skandal BRIN karena periset dipaksa keluar sebelum 14 Maret 2025 (hari ke-14 Ramadan) tanpa bansos atau solusi hunian. Akibatnya, keluarga stres mencari tempat tinggal dadakan. "Rezim swastanisasi fasilitas riset dan pengusiran pahlawan sains di bulan suci," bunyi sambungannya.

Muhammad Iqbal berkontribusi dalam tulisan ini. 

 

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus