Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Berbagai hasil riset mengungkap kehidupan primitif di bumi dimulai sejak empat miliar tahun lalu. Manusia, dengan populasi terbesar dan kini menguasai bumi, tergolong spesies berusia muda.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Remah grafit di dalam batuan purba menggambarkan jejak kehidupan perdana di bumi. Hasil studi terbaru terhadap batuan di kawasan Saglek, bagian utara Labrador, Kanada, menunjukkan kehidupan, dalam bentuknya yang paling primitif, mungkin sudah muncul di bumi lebih dari empat miliar tahun lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tim peneliti dari Jepang, dipimpin Tsuyoshi Komiya dari Universitas Tokyo, meyakini isotop karbon di batuan Saglek adalah sisa kehidupan purba. Menurut laporan studi yang dimuat dalam jurnal Nature, batuan Saglek berusia setidaknya 3,95 miliar tahun. Kondisi grafit yang tersimpan rapi di dalamnya mengindikasikan jejak kehidupan sudah terbentuk sebelumnya.
Kondisi geologi bumi, sejak planet ini terbentuk 4,5 miliar tahun lalu, selalu berubah. Batuan saat ini tergolong muda karena aktivitas tektonik menelan kembali batuan tua dan melelehkannya di dalam bumi. Tempat batuan kuno berada sangat terbatas, antara lain di Greenland, Australia bagian barat, dan kawasan utara Kanada.
Hasil studi para peneliti Jepang itu menunjukkan organisme perdana muncul ketika bumi tengah berada dalam kondisi paling berbahaya. Setidaknya sampai 3,8 miliar tahun lalu, selain perubahan internal, bumi dihantam banyak asteroid dan komet--yang merupakan sisa dari pembentukan tata surya. Ini adalah masa yang dikenal sebagai Late Heavy Bombardment.
Menurut Yuji Sano, peneliti dari Universitas Tokyo, kehidupan sangat sulit terbentuk sebelum periode itu karena hantaman asteroid dan komet langsung menghancurkannya. "Kini ada bukti berusia 4 miliar tahun," tulis Sano dan tim dalam jurnal. "Kehidupan yang terbentuk ketika bumi porak-poranda akibat hantaman meteorit adalah hal yang luar biasa."
Batuan yang diteliti Komiya dan koleganya berisi sisa grafit alias karbon yang terbentuk akibat tekanan dan panas di dalam bumi. Analisis menunjukkan sebagian besar grafit itu berisi isotop karbon 12 yang juga kerap ditemukan pada makhluk hidup. Isotop adalah "warna" di dalam elemen dan kerap dibedakan berdasarkan bobotnya.
Karbon 12--memiliki enam proton dan enam neutron--lebih ringan dari karbon 13. Meski keduanya tersedia di alam, makhluk hidup memilih isotop yang lebih ringan karena mudah menyatukannya di dalam molekul. Ketika organisme mati, terurai, dan sebagian menjadi fosil di dalam batu, jejak karbonnya masih bisa ditelusuri. Jadi, ketika para peneliti menemukan jejak karbon 12 di dalam grafit batuan di Saglek, mereka menduga itu adalah sisa organisme mati.
"Ini adalah penanda biogenik," tulis tim.
Lolos dari periode yang keras dan brutal, menurut Komiya, batuan yang mengandung grafit itu justru terbentuk dalam kondisi yang lebih tenang sebelumnya di dasar laut. Hal ini menunjukkan fragmen grafit itu berasal dari organisme penghuni laut. Organisme tersebut diperkirakan mampu beradaptasi dengan kondisi bumi yang sedang kusut dan bertahan dari gempuran asteroid.
Temuan tersebut langsung memantik perdebatan. Dalam setahun terakhir, sejumlah peneliti mengklaim telah menemukan jejak kehidupan tertua. Hasil studi yang dipimpin Matthew Dodd, ilmuwan dari University College London, mendapati jejaknya dalam batuan dari Nuvvuagittuq, Kanada, yang berusia 3,77 miliar tahun. Laporan di jurnal Nature tahun lalu juga menyebutkan ada fosil dari kawasan Isua, Greenland, yang berusia 3,7 miliar tahun dan mengandung sisa-sisa organisme mikro.
Meski mengakui temuan para ilmuwan Jepang itu, Dodd masih meragukan kesahihan alat buktinya. Sebab, grafit juga bisa terbentuk dari isotop karbon dengan rasio yang serupa tanpa terpengaruh keberadaan makhluk hidup.
Kondisi ini terjadi akibat proses geokimia atau efek tumbukan meteorit. Hasil studi para ilmuwan Jepang, kata Dodd, akan lebih meyakinkan jika mereka bisa menyertakan lebih banyak bukti.
Martin Whitehouse, ilmuwan dari Museum Sejarah Alam Swedia, juga sangsi usia grafit itu setua yang disebut tim Komiya. Usia batu tersebut ditentukan berdasarkan ukuran partikel zircon.
Namun zircon tertua yang digunakan berasal sangat jauh dari lokasi sampel. "Belum bisa membuktikan ada yang lebih tua dari kawasan itu yang memiliki batuan dengan kisaran usia 3,7-3,9 miliar tahun."
Komiya dan timnya tentu masih harus membuktikan klaim mereka lebih jauh. Namun, jika studi mereka terbukti, ini menjadi tonggak bersejarah dalam memahami kemunculan kehidupan di bumi. Menurut Dodd, banyak orang berpikir hantaman asteroid menghancurkan segalanya di bumi. "Hantaman itu justru menghasilkan habitat yang lebih layak bagi kehidupan," katanya.
Penelitian tentang jejak karbon di batuan menunjukkan kehidupan sudah dimulai lama sebelum manusia modern (Homo sapiens) muncul. Selama ratusan tahun, beragam spesies tumbuh dan lenyap. Hantaman meteor 66 juta tahun lalu memusnahkan sebagian besar spesies dan mengubah total peta kehidupan. Dengan populasi mencapai 7,5 miliar jiwa, manusia mendominasi bumi.
Selama ini manusia diyakini berkembang dan bermigrasi dari Afrika ke seluruh dunia. Catatan fosil yang ditemukan di Afrika bagian timur kerap digunakan sebagai tolok ukur bahwa manusia modern, secara anatomi, tercipta sekitar 180 ribu tahun lalu.
Hasil studi genom terhadap sejumlah sisa jasad manusia dari KwaZulu-Natal, Afrika Selatan, menunjukkan mereka sudah ada setidaknya sejak 350 ribu tahun lalu. Tim peneliti gabungan dari Universitas Uppsala, Swedia; Universitas Johannesburg; dan Witwatersrand mempelajari genom tujuh manusia yang tinggal di selatan Afrika pada periode 2.300-300 tahun lalu.
Riset yang dipublikasikan dalam jurnal Science itu menunjukkan adanya perbedaan genom antara manusia modern dan kelompok pemburu purba yang ditemukan di pesisir timur Afrika Selatan dan Mandinka, Afrika Timur. Carina Schlebusch, peneliti utama dari Universitas Uppsala, menyatakan bahwa manusia modern muncul lebih dini dari yang diduga sebelumnya. "Studi ini juga menunjukkan adanya perpindahan populasi di kawasan selatan Afrika," katanya.
Simak hasil riset menarik lainnya hanya di kanal Tekno Tempo.co.
NATURE | SCIENCE