Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sains

Teliti Tunagrahita di Karangpatihan, Siswa MAN 2 Ponorogo Raih Medali Emas

Tim yang digagas siswa MAN 2 Ponorogo mendapatkan medali emas di ajang Asean Innovative Science Enviromental and Entrepreneur Fair (AISEEF) 2022.

13 Juni 2022 | 19.24 WIB

Siswa MAN 2 Ponorogo. Pendis.kemenag.go.id
Perbesar
Siswa MAN 2 Ponorogo. Pendis.kemenag.go.id

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Siswa Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 2 Ponorogo kembali menorehkan prestasi internasional di bidang riset. Tim yang digagas oleh Camilla Qivtia Anggun mendapatkan gold medal atau medali emas di ajang Asean Innovative Science Enviromental and Entrepreneur Fair (AISEEF) 2022.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Mengangkat tema pemberdayaan tunagrahita, riset tersebut rupanya menyita perhatian juri. Penelitian yang diberi judul Economic Empowerment of Batik Ciprat to Increase The Living Standards of People with Mental Disabilities in Karangpatihan Village Indonesia berhasil menjadi yang terbaik di antara 447 tim dari 20 negara.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Kepala MAN 2 Ponorogo Nasta’in mengaku bangga dengan pencapaian anak didiknya. Sebab, meski dari kota kecil mereka mampu bersaing di ajang internasional yang diikuti oleh 20 negara. “Kami bangga karena anak Madrasah juga mampu bersaing di ajang Internasional, semoga ke depan semakin banyak kesempatan berlomba untuk mengukir prestasi,” ujar Nasta’in dilansir dari laman resmi Kementerian Agama pada Senin, 13 Juni 2022.

Lebih lanjut, Amru Hidayah, pembina riset MAN 2 mengaku bahwa anak didiknya tidak asal dalam memilih topik penelitian ini. Amru mengatakan Desa Karangpatihanmerupakan salah satu dari lima desa yang dijuluki dengan kampung idiot karena banyak masyarakat yang memiliki keterbelakangan mental.

“Desa Karangpatihan mempunyai potensi dalam pemberdayaan warga tunagrahita, salah satunya pemberdayaan batik Ciprat. Selain itu Batik Ciprat juga merupakan warisan budaya sehingga perlu dilestarikan”, ujar guru fisika tersebut.

Camilla Qivtia Anggun selaku ketua tim menjelaskan jika penelitian ini juga bertujuan untuk menunjukkan pada dunia bahwa tunagrahita seharusnya diberi ruang untuk berkarya. Ia dan tim pun terjun langsung ke lapangan untuk memperoleh data.

“kami melakukan wawancara dengan Kepala Desa Karangpatihan, pengurus dan pendamping Rumah Harapan Karangpatihan Bangkit, warga desa tunagrahita, warga Karangpatihan, dan pembeli batik ciprat,” ujar gadis kelahiran 24 Juli ini.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus