Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pakar tsunami Indonesia Widjo Kongko mengkritik hasil riset peneliti asing yang menyebutkan bahwa tsunami Palu disebabkan pergerakan dasar laut dari gempa bumi di bawah Teluk Palu. Penelitian dilakukan oleh mahasiswa PhD di Ludwig Maximilian University of Munich, Jerman, Thomas Ulrich.
"Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) atau saya secara teknis belum memodelkan karena data belum cukup," ujar Widjo Kongko kepada Tempo melalui pesan pendek, Kamis, 19 September 2019. "Untuk event-event yang spektakuler, semua berlomba melakukan kajian cepat, data dan metodologinya banyak di nomor duakan."
Gempa bumi dan tsunami Palu 2018 adalah peristiwa gempa bumi berkekuatan 7,4 magnitudo diikuti tsunami yang melanda pantai barat Pulau Sulawesi, Indonesia, bagian utara pada 28 September 2018, pukul 18.02 WITA. Peristiwa tersebut menjadi bencana alam paling mematikan di dunia pada 2018.
"Kalau baca papernya, saya belum melihat ada validasi dengan data lapangan secara masif, ini misleading. Pendekatan mereka geofisik, sementara saya seorang civil engineer hydrodinamik. Ini ranah ilmiah," tutur Widjo.
Ulrich dan kawan-kawannya, ahli geologi, geofisika, dan matematika, menggunakan superkomputer yang dioperasikan oleh Leibniz Supercomputing Center, anggota Gauss Centre for Supercomputing. Hasilnya adalah kontribusi tanah longsor tidak diperlukan untuk menjelaskan fitur-fitur utama tsunami di Palu.
Para ilmuwan sampai pada kesimpulan ini menggunakan model gempa-tsunami berbasis fisika yang mutakhir. Model gempa, yang didasarkan pada fisika gempa, berbeda dari model gempa berbasis data konvensional.
"Kedatangan tsunami di pantai yang cepat menandakan sumbernya tidak jauh dan tidak hanya satu. Saya menafikan sumber tsunami Palu hanya dari satu sumber," kata Widjo yang juga peneliti Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).
Widjo melanjutkan bahwa model tsunami konvensional, sumber tsunami adalah statik, merepresentastasi perubahan dasar laut yang dipindahkan di permukaan air dengan area atau volume seperti sumbernya pada waktu awal tertentu. Dan tidak ada perubahan area secara temporal.
Namun, Widjo berujar, hasil model apapun harus dikalibrasi atau divalidasi dengan fenomena riil di lapangan secara terukur atau detail. "Tsunami Palu 'hanya' menimbulkan tinggi tsunami 3-5 meter di bibir pantai dengan periode kurang dari 4 menit dengan waktu tiba bervariasi, tapi ada yang kurang dari 1-2 menit," tutur Widjo.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini