Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Posturnya mungil. Tapi Philipp Lahm tak pernah mau diremehkan teman sepermainan yang tubuhnya lebih tinggi. ”Dia selalu marah bila orang mengusap-usap rambutnya,” kata Daniela mengenang masa kecil putranya. ”Saya terkejut namun bangga. Anak kecil itu sekarang menjadi kapten Der Panzer, dan saya menjadi ibu dari seorang kapten tim nasional Jerman.”
Sejak akhir Mei lalu, full back serba bisa asal Bayern Muenchen itu resmi mengenakan ban kapten Die Mannschaft—julukan lain Jerman—menggantikan Michael Ballack, yang cedera pergelangan kaki. Lahm memimpin rekan-rekannya ke Afrika Selatan dalam upaya meraih gelar Piala Dunia keempat. Sementara sang ibu bangga, tidak demikian dengan mayoritas masyarakat Jerman. Mereka risau bukan karena membenci Lahm, melainkan akibat ketiadaan Ballack di dalam tim.
”Philipp memang seorang pemain hebat. Tapi saya tak yakin apakah dia cukup dewasa untuk menjadi pemimpin,” kata Oliver Kahn, mantan kiper dan kapten sebelum Ballack. ”Tim kami melemah tanpa Michael. Kami harus bekerja sangat keras sekadar untuk mencapai semifinal,” ujar Franz Beckenbauer, legenda hidup negeri itu.
Lahm bertinggi badan 170 sentimeter dan berusia 26 tahun. Dia menjadi kapten terpendek kedua setelah Berti Vogts, kapten pada 1978-1981, yang bertinggi badan 168 sentimeter. Dari umur, Lahm adalah kapten Jerman termuda sepanjang sejarah. Ballack, yang berpostur 189 sentimeter, berusia setahun lebih tua daripada Lahm saat pertama mengenakan ban kapten itu pada 2004.
Tentu saja analisis Kahn dan Beckenbauer tak sekadar berdasar statistik usia apalagi perbandingan tinggi badan kedua kapten, namun murni perhitungan kebutuhan teknis dan psikis tim. Pasalnya, rata-rata usia tim asuhan Joachim Loew ini adalah 24,96 tahun, termuda dalam 76 tahun terakhir. Pengalaman internasional mereka pun linier dengan kemudaan umur.
Di bawah mistar, misalnya, Loew memiliki tiga kiper—Manuel Neuer, Tim Wiese, dan Hans-Joerg Butt—yang semuanya tak lebih dari lima kali tampil untuk tim nasional. Dari enam gelandang yang berangkat ke Afrika, cuma dua pemain dengan jam terbang lebih dari sepuluh kali bermain untuk Jerman: Bastian Schweinsteiger (75 kali) dan Piotr Trochowski (31). Bahkan, dari 23 pemain yang terpilih, tujuh di antaranya pada tahun lalu masih bermain untuk tim Jerman U-21.
Kondisi itu diperparah dengan menurunnya performa pemain senior Miroslav Klose. Pada musim lalu striker berpengalaman ini lebih banyak duduk di bangku cadangan Bayern Muenchen dan hanya mengoleksi tiga gol di Bundesliga.
Dalam tim ”junior” semacam itu, kehadiran Ballack sangat dibutuhkan. Gelandang dari klub Chelsea itu memiliki cap—bermain untuk tim nasional—98 kali dan telah memperkuat Jerman dalam dua kali Piala Dunia dan tiga kali Piala Eropa. Namun pil pahit harus ditelan. Jerman tak bisa lagi bergantung pada Ballack.
Tragedi sebenarnya sudah mengiringi Jerman sejak November tahun lalu. Loew kehilangan kandidat kiper utama, Robert Enke, yang tewas bunuh diri karena masalah keluarga. Kiper hebat yang lain, Rene Adler, harus menjalani operasi karena cedera tulang rusuk. Selanjutnya, deraan cedera seperti tak henti menyelimuti Jerman: gelandang Simon Rofles, Christian Traesch, juga bek Heiko Westermann. Sedangkan gelandang senior Torsten Frings menolak dipanggil Loew karena merasa tak cocok.
Kondisi sulit itu memaksa Loew mengambil keputusan berani. ”Saya sedikit melakukan langkah brutal,” kata pria berusia 50 tahun ini. Salah satu keputusannya yang mengandung kontroversi adalah menempatkan Neuer, kiper muda dari klub Schalke, sebagai penjaga gawang utama. Beberapa pengamat juga mengkritik pilihannya kepada Lahm dan Schweinsteiger, wakil kapten dan wakil kapten kedua Muenchen, untuk menjadi kapten utama dan wakil kapten Jerman.
Loew merasa punya alasan kuat untuk dua hal terakhir. ”Kedua pemain itu tampil bagus untuk Muenchen sepanjang musim lalu. Schweinsteiger akan mengisi peran Ballack di lapangan tengah, dan Lahm mengenakan ban kapten.” Gelandang muda Sami Khedira bertugas mendampingi Schweinsteiger. Keduanya menopang gelandang serang berbahaya macam Podolski dan pemain muda Mezut Ozil. Adapun di depan, Klose, pencetak gol terbanyak Piala Dunia 2006, mungkin masih menjadi andalan.
Empat tahun lalu, Loew masih berperan sebagai asisten Juergen Klinsmann. Pria kalem ini membuktikan keampuhan tangannya dengan membawa Jerman menjadi runner-up Piala Eropa 2008. Dan di babak kualifikasi Piala Dunia 2010, tim asuhan Loew lolos sebagai juara grup dengan catatan tak pernah kalah, mencetak 26 gol, dan cuma kebobolan 5 gol dalam 10 laga.
Apa pun kondisinya, Jerman tetap Jerman, tim berkarakter diesel, lambat panas namun kuat menjelang partai puncak. Mentalitas tinggi inheren dalam setiap dada pemain mereka. Jerman cuma dua kali tak mengikuti Piala Dunia selama 18 kali digelar, yaitu pada 1930 karena krisis ekonomi dan pada 1950 karena dikucilkan FIFA. Sisanya, mereka sukses menembus laga puncak tujuh kali dan berhasil menang tiga kali (1954, 1974, dan 1990). Sejak 1982, Der Panzer minimal menempatkan diri ke perempat final.
Striker legendaris Inggris, Gary Lineker, memiliki ungkapan terkenal tentang Jerman: ”Sepak bola adalah permainan yang sederhana, 22 orang berebut bola dan pemenangnya tetap Jerman.” Pada semifinal 1990, tim yang dikapteni Lineker kalah adu penalti dari Jerman. Dalam sejarah, Jerman pernah empat kali melakoni adu penalti pada Piala Dunia dan menang semua.
Catatan sejarah itu menguatkan mental Lahm. ”Kami dibesarkan oleh keyakinan bahwa negara kami selalu tampil bagus untuk mencapai final. Generasi kami sudah siap melakukannya,” katanya. Bila sukses, kedua orang tuanya, Roland dan Daniela, pasti tersenyum lebih lebar. Trofi juga menjadi kado hebat untuk Claudia, pacar yang akan dia nikahi pada 14 Juli atau tiga hari setelah partai final.
Andy Marhaendra (FIFA, Soccernet, Timesonline)
Jerman
Luas Wilayah: 357.021 km2
Jumlah Penduduk: 81,8 juta jiwa
Asosiasi: Deutscher Fussball-Bund
Berdiri: 1900
Bergabung dengan FIFA: 1904
Peringkat FIFA: 6
Keikutsertaan: 16 kali (1934, 1938, 1954, 1958, 1962, 1966, 1970, 1974, 1978, 1982, 1986, 1990, 1994, 1998, 2002, 2006
Prestasi: juara Piala Dunia tiga kali (1954, 1974, 1990), juara Piala Eropa tiga kali (1972, 1980,1996)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo