Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Di pinggir Danau Singkarak, Kabupaten Solok, Sumatera Barat, arak-arakan belasan perempuan terlihat sedang menjunjung kambuik, bakul dari anyaman bambu. Perempuan paling depan membawa kambuik berisi sebatang tunas kelapa yang daunnya menyembul dari dalam kambuik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Arak-arakan itu adalah acara babako, melihat anak yang baru lahir oleh para perempuan dari keluarga ayah si anak. Mereka disebut bako. Para bako ini membawa berbagai antaran untuk si anak, salah satunya bibit kelapa yang akan ditanam dan menjadi modal ekonomi bagi anak itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Foto arak-arakan bako melihat anak baru lahir itu merupakan salah satu karya yang memotret budaya matrilineal atau garis keturunan berdasarkan ibu masyarakat Minangkabau. Edy Utama, fotografer dan budayawan di Sumatera Barat yang memotret peristiwa itu, mengatakan makna dari mengantarkan bibit kelapa itu menguatkan peran laki-laki di rumah keluarga istrinya, yaitu diberikan modal dan antaran oleh para bako.
“Mulai saat pesta pernikahan hingga melihat anaknya yang baru lahir, dulu dalam arakan itu juga ada yang membawa anak kambing atau anak sapi untuk diserahkan sebagai modal hidup keluarga baru itu,” kata Edy.
Karya Edy Utama itu merupakan bagian dari Pameran Budaya Matrilineal di Galeri Taman Budaya Sumatera Barat, Padang, 4-11 November 2022. Pameran tersebut menghadirkan kembali tradisi itu melalui foto dan artefak budaya. Pameran tersebut merupakan rangkaian dari Festival Matrilineal Alek Mandeh yang digelar di Perkampungan Adat Minangkabau Nagari Sijunjung pada 28 Oktober 2022.
Dalam pameran itu, Edy menghadirkan 54 foto yang dicetak di atas kanvas berukuran besar sehingga mirip lukisan. Sebagian besar foto menggambarkan kegiatan perempuan Minangkabau. Foto-foto yang dipotret Edy Utama dalam kurun waktu 1994-2022 itu sangat kental budaya matrilineal bekerja. Peran perempuan tersebut tampak begitu dominan.
Budayawan dan fotografer Edy Utama dalam pameran foto budaya matrilineal di Galeri Taman Budaya Sumatera, di Padang, Sumatera Barat, 4 November 2022. TEMPO/Febriyanti
Sebagian foto dipotret Edy di perkampungan adat Sijunjung beberapa bulan terakhir. Di Nagari Sijunjung, kata Edy Utama, kehidupan perempuan dahsyat sekali karena mereka menjalankan budaya matrilineal dengan cara sangat elegan. “Mereka tidak merasa terbebani. Mereka hidup enjoy, bisa bernyanyi-nyanyi," ujarnya. "Dan mereka perempuan biasa, bukan bundo kanduang, tapi justru merekalah yang merawat dan mewariskan tradisi matrilineal yang memang harus dipelihara oleh perempuan sebagai kekuatan sosial.”
Lewat foto-foto itu, Edy Utama mengungkapkan kekerabatan Minangkabau yang berbasiskan pada semangat kebersamaan, terutama yang dijalankan oleh kaum perempuan. “Pameran ini merupakan sebuah upaya untuk mengkomunikasikan realitas kekinian, sambil menyigi kehidupan dari budaya matrilineal yang terpusat pada kehidupan kaum perempuan, apakah budaya matrilineal masih tetap eksis dalam kehidupan orang Minangkabau masa kini,” ujarnya.
Menurut Edy, dalam 30 tahun terakhir, terjadi pergeseran sistem matrilineal di Minangkabau ke arah patrilineal atau garis keturunan berdasarkan ayah. Ia mengatakan bahwa keluarga Minang yang tinggal di perkotaan, yang tidak lagi hidup dalam budaya agraris tapi dalam ekonomi modern, hampir semua menjadi keluarga patrilineal dalam praktiknya. "Walaupun sukunya tetap menurut garis ibu."
Edy mengatakan foto-foto itu sebenarnya ingin memperlihatkan budaya matrilineal yang masih bertahan atau budaya matrilineal terakhir yang masih ada. Orang-orang dalam foto-foto tersebut masih hidup dalam budaya agraris sehingga praktik budaya matrilineal itu berfungsi. “Misalnya, dalam musyawarah dan sistem kepemimpinan, perempuan masih menjadi sumber daya penting. Budaya matrilineal itu, kan, basisnya budaya agraris, bergantung pada tanah,“ tutur dia.
Menurut Edy, daerah yang masih menjalankan matrilineal di wilayah adat Minangkabau di Sumatera Barat berada di pinggiran Luhak Nan Tigo, seperti Salayo di Kabupaten Solok dan Nagari Sijunjung di Kabupaten Sijunjung. Luhak Nan Tigo adalah permukiman tertua atau daerah asal Minangkabau, yaitu Tanah Datar, Agam, dan Limapuluh Koto.
“Totalitas praktik budaya matrilinealnya itu justru terjadi di daerah seperti Nagari Salayo dan Nagari Sijunjung. Itu dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan yang terjadi di daerah basis Minangkabau, seperti di Luhak Nan Tigo, praktik budaya matrilinealnya justru lebih pada perayaan artifisial.”
Penyebab menurunnya—meski tidak hilang—praktik budaya matrilineal di daerah asal Minangkabau, menurut Edy, adalah perubahan-perubahan cara berpikir. Di Luhak Nan Tigo, persentuhan mobilitas orang relatif sangat tinggi. "Seperti merantau, pendidikan, dan 'mulai maju'," kata dia.
Meski begitu, menurut Edy, ada beberapa praktik budaya matrilineal yang sudah hilang. Misalnya, Bailau atau meratapi kematian yang pernah ada di Nagari Salayo. Juga acara peringatan 100 hari kematian seorang bundo kanduang di nagari itu yang puncaknya dirayakan dalam ritual besar-besaran pada 2012.
Pameran foto budaya matrilineal karya Edy Utama di Galeri Taman Budaya Sumatera, di Padang, Sumatera Barat, 4 November 2022. TEMPO/Febriyanti
Dalam perayaan kematian tersebut, malam harinya diadakan Bailau. Barang-barang orang yang meninggal itu dikumpulkan dan dibagi-bagikan. Setelah itu, barulah acara Bailau dimulai. Perempuan-perempuan tua berpakaian hitam-hitam meratap, menyanyi, dan menangis menceritakan kembali ingatan mereka tentang orang yang meninggal.
Bailau kini tidak ada lagi karena tidak dibolehkan oleh pemuka masyarakat atas nama pandangan agama Islam. Tapi kemudian, menurut Edy, sejumlah perempuan punya cara sendiri meneruskan Bailau, yaitu menjadi sebuah pertunjukan budaya. "Ada yang tersumbat dan mencari jalan lain. Mereka punya semangat yang luar biasa untuk meneruskan tradisi matrilineal ke dalam bentuk yang baru, ketika dia mendapat hambatan kekuasaan,” ujarnya.
Edy juga merekam perubahan penutup kepala perempuan dalam acara adat. Sebagian besar di tingkuluk bawah penutup kepala sudah terpasang jilbab. Perempuan yang memakai penutup kepala asli tanpa tambahan jilbab hanya terlihat di Salayo, Solok. Perubahan itu, menurut Edy, terjadi karena relasi kekuasaan, termasuk tekanan ninik mamak yang ingin menampilkan citra alim, yang mengacu seperti falsafah “adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah”.
“Di Sijunjung, jilbab dengan tingkuluk hanya dipakai dalam acara karena mereka ingin menampilkan perempuan ideal dalam tanda petik. Pada hari biasa, tidak pakai penutup kepala,” kata Edy. Sedangkan penutup kepala perempuan di Salayo, Solok, masih asli tanpa ada tambahan jilbab di dalamnya karena para perempuan di sana lebih independen. “Mereka merasa adat mereka sesuatu yang positif dan di sana mereka memiliki sumber daya yang cukup, tidak diatur oleh relasi kekuasaan,” kata dia.
Kepala Balai Pelestarian Budaya Sumatera Barat, Undri, mengatakan Festival Budaya Matrilineal Alek Mande 2022 bertujuan menggali kembali khazanah budaya matrilineal Minangkabau. Masyarakat Minang, menurut dia, merupakan komunitas masyarakat matrilineal terbesar di dunia. Tercatat ada 39 masyarakat matrilineal lain yang ada di dunia, tapi sistem kekerabatan mereka tidak sama dengan orang Minangkabau.
Perkampungan adat Sijunjung, yang menjadi lokasi utama pergelaran festival ini, merupakan kawasan dengan aktivitas budaya matrilineal yang masih berjalan baik. Di sana terdapat 76 rumah gadang dari beberapa suku. Perkampungan itu merupakan pusat segala aktivitas adat dan budaya masyarakat, dari proses kelahiran sampai kematian.
Undri menjelaskan bahwa tidak hanya keberadaan rumah gadang yang masih lestari di sana. Masyarakat juga mampu melestarikan adat istiadatnya di dalam rumah gadang tersebut. "Antara lain kegiatan batagak gala, baralek nikah kawin, dan kematian. Sebuah keunikan sendiri di zaman modern ini.”
FEBRIANTI (PADANG)
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo