Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Salah satu sorotan utama Joyland Festival Jakarta 2024 adalah kurasi dari Lily Pad Stage, panggung yang didesain intim dengan perpaduan aksi live band dan DJ. Kali ini, panggung tersebut dikurasi oleh sekstet indie pop Jakarta, White Shoes & The Couples Company (WSATCC). Saleh Husein atau akrab disapa Ale, gitaris WSATCC, berbagi cerita tentang konsep kurasi mereka.
Ruang untuk Musisi Baru dan Eksperimental
Ale menilai, saat ini varian musik di Indonesia sangat beragam dan kaya eksplorasi. “Kalau dulu medium selalu sentral banget, Jakarta-sentris,” ujar Ale kepada Tempo, saat ditemui Sabtu sore, 23 November lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bagi WSATCC, menjadi kurator adalah kesempatan berbagi panggung dengan musisi baru dan eksperimental. Ia menekankan, kurasi ini memberi ruang bagi musisi dari berbagai daerah di Tanah Air untuk unjuk gigi. Salah satunya seperti Drizzly, band dreampop asal Sidoarjo.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Dulu White Shoes juga muncul dengan cara yang sama. Kalau kami bisa memberi kesempatan untuk yang lain, kenapa tidak?” kata dia, menambahkan.
Band asal Jakarta itu tak sekadar memilih nama-nama besar, tetapi juga menyuguhkan pengalaman musikal yang berbeda. Ricky Virgana, bassist sekaligus cellist WSATCC juga menimpali, tahun ini mereka ingin memberikan pengalaman mendengar musik yang mungkin belum familiar di masyarakat.
Grup musik White Shoes and The Couple Company tampil dalam Joyland Festival 2024 di Kompleks GBK, Jakarta, 22 November 2024. TEMPO/Martin Yogi Pardamean
Di antaranya seperti genre Luk thung psikedelik dari Thailand yang dibawakan Khun Narin, musik elektronik eksperimental Korea Selatan dari Idiotape, hingga Habibi Funk yang memainkan banyak musik funk, soul, dan disko dari Timur Tengah. Selain itu, Lily Pad juga menampilkan ikon rock Jepang The 5.6.7.8’s yang melejit lewat film Kill Bill. Ada pula DJ tropis Cami Laye Okun serta Danniella Dee dari Inggris yang turut menghiasi line-up. Beberapa nama lokal yang tampil, seperti Teenage Death Star, Asa Kusumah, dan The Panturas, juga menunjukkan bahwa Indonesia tidak kalah kreatif dalam eksplorasi musik.
“Hal itu tuh (genre) banyak banget, cuma kita jarang dengar aja, jadi kami kasih experience-nya biar lebih seru,” ungkap Ricky. Kurasi WSATCC di Lily Pad Stage tahun ini adalah pernyataan bahwa musik adalah bahasa universal. Dengan memboyong nama-nama baru dan lintas genre dari dalam dan luar negeri, mereka mengajak penonton untuk melangkah keluar dari zona nyaman musikal mereka.
Musik sebagai Ruang Baru Bereksplorasi
Malam pertama Joyland Festival 2024, WSATCC tampil sebagai penampil ketiga di Lily Pad Stage. Penampilan ini sekaligus mencerminkan visi kuratorial mereka yang berani. Dengan formasi lengkap dan ciri khas kostum retro, mereka membawakan repertoar yang mencakup lagu-lagu lama hingga aransemen baru. Nuansa jazz, bossa nova, dan elemen psikedelik menyelimuti penampilan mereka, menciptakan suasana hangat yang mengundang audiens untuk larut dalam melodi.
Bicara soal genre, WSATCC enggan terkungkung pada label tertentu. "Kami kan bisa dibilang pop Indonesia, tapi ada sentuhan psikedelik, jazz, bahkan free jazz," ujar Ricky. Kemudian Rio, sang gitaris menambahkan, “Kalau diibaratkan jalan, kanan-kiri kita ada banyak gang yang bisa dimasuki dan bisa terjadi, ya let's get lost bareng-bareng.”
Dalam dua dekade perjalanan musik mereka sejak 2002, WSATCC membuktikan bahwa kebebasan berekspresi adalah inti dari karya mereka. Meski berakar pada pop, latar belakang musik setiap anggota yang beragam menjadi modal untuk terus bereksperimen. “Jadi gue rasa kami kayaknya nggak terlalu peduli tentang genre sih, jadi kami bermusik aja,” ungkap Rio.