Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Seorang anak muda bertopi menyandang tas ransel dan koper turun dari kereta di sebuah stasiun di Belanda. Ia mengajak penonton mengingat jasa seorang pahlawan yang ikut mengawal kemerdekaan Indonesia. Dia mengajak penonton menelusuri jejak seorang pahlawan yang sejarahnya selama ini tersembunyi. Namanya Tan Malaka.
"Wah, kayaknya kita akan belajar tentang sejarah ya, gaes.... Gaes, aku akan menemani kalian menziarahi pahlawan yang barangkali kalian sudah kenal," ujar anak muda bernama Rolando Octavio Purba, yang kerap disapa Marco, itu. Ia mengajak penonton mencari tahu hal-ihwal tokoh Tan Malaka di Negeri Kincir Angin.
Marco lalu bertemu dengan seorang pria sepuh. Lelaki bernama Harry Albert Poeze itu adalah sejarawan Belanda dan penulis buku Tan Malaka. Bersama Poeze, mereka pergi menjelajahi Kota Haarlem. Di kota inilah, pada 1913-1919, Tan Malaka menimba ilmu. Mereka mendatangi sekolah pertama Tan Malaka yang kini sudah menjadi apartemen, lalu ke toko buku yang menjual tiga jilid buku yang mengilhami si bapak republik ini. Mereka juga mengunjungi gedung sekolah yang kedua dan tempat kos sang pahlawan dari kejauhan.
Mereka lalu mengeksplorasi data tentang Kota Haarlem, termasuk peta yang memperlihatkan wilayah tempat tinggal Tan Malaka saat itu. Penonton diajak berkunjung ke KITLV (Koninklijk Instituut voor Taal, Land en Volkenkunde), atau The Royal Netherlands Institute of Southeast Asian and Caribbean Studies, sebuah lembaga ilmu pengetahuan yang didirikan pada 1851. Lembaga itu menyimpan banyak arsip tentang sejarah Indonesia.
Penonton juga diajak mengunjungi tempat tinggal Poeze yang memiliki perpustakaan dan arsip-arsip tentang Tan Malaka. Arsip ini sangat komplet dengan beragam foto, kartu pos, serta surat-surat dengan tulisan tangan yang disimpan sangat rapi dan terawat. Dari sana, kita seolah-olah diajak belajar bagaimana menghargai dan mendokumentasikan arsip seorang tokoh.
Film Mahaguru Tan Malaka berdurasi 33 menit ini hasil besutan Daniel Rudi Haryanto. Boleh dikatakan film ini dengan sangat ringan mengungkap siapa Tan Malaka. Tak ada satu pun propaganda politik yang perlu dikhawatirkan. Film ini mirip dengan acara jalan-jalan ke museum dan wisata di televisi. Nah, film Mahaguru Tan Malaka pun tak jauh berbeda. Penonton diajak menapak tilas tempat-tempat yang berkaitan dengan Tan Malaka di Belanda bersama seorang narasumber yang sangat kompeten.
Tak ada kata-kata doktrin politik, bahkan juga tidak mengungkapkan gagasan-gagasan cemerlang Tan Malaka tentang nasionalisme dan kebangsaan dalam film ini. Film yang pendanaannya diperoleh dari program bantuan Pemerintah Fasilitasi Komunitas Kesejarahan 2017 dari Direktorat Sejarah Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan ini semangatnya mengajak para pelajar untuk bisa mengenal sang tokoh. Bagaimana Tan Malaka punya semangat belajar yang tinggi hingga berani merantau dan belajar di negeri orang yang jauh dari kampung halaman. "Gaes, beliau masih muda saja berani belajar dan indekos di sini. Kira-kira kalian berani enggak?" ujar Marco, menantang penonton.
Tan Malaka dengan wawasan dan kecerdasannya menjadi inspirasi dan guru dari beberapa tokoh negeri ini, seperti Sjahrir, M.H. Thamrin, dan Adam Malik. Ia menggagas ide Republik Indonesia dalam bukunya, Naar de Republiek Indonesia. Ia pun disegani tokoh-tokoh revolusioner di kawasan Asia. Pada 23 Maret 1963, Presiden Sukarno menetapkan Tan Malaka sebagai pahlawan nasional berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 53 Tahun 1963, atas usulan Partai Murba yang didirikan Tan Malaka pada 1948.
Karena tujuan film ini tersegmentasi untuk pelajar SMP dan SMA, Daniel pun membuat film ini dengan gaya kekinian yang sangat mudah ditangkap oleh anak-anak seusia ini. Tak melulu monoton dengan kamera yang mengikuti si tokoh mengunjungi tempat-tempat itu, film ini juga diselingi dengan gaya nge-vlog yang sedang jadi tren. Gaya bertutur si tokoh pun sangat "gaul" dengan sapaan "Gaes...". Sapaan ini diucapkan ketika ia mengajak penonton mengikuti perjalanannya berkeliling Kota Haarlem. "Gaes..., masih panjang banyak nih," atau, "Yuk gaes, kepoin Tan Malaka lebih dalam lagi," kata Marco.
Gaya nge-vlog dan kalimat-kalimat yang sangat "gaul" ini diharapkan efektif untuk merangkul anak-anak muda dan mengajak mereka mengenal lebih dalam siapa tokoh Tan Malaka. Sutradara lulusan Institut Kesenian Jakarta ini pun menyisipkan goresan pensil lukisan sosok Tan Malaka dalam beberapa adegan selayaknya Tan Malaka dalam film kartun. Dengan gaya bertutur yang enteng, sutradara film Prison and Paradise itu mampu menjadikan film ini sebagai pemantik rasa ingin tahu anak muda dan diskusi tentang sang tokoh. DIAN YULIASTUTI
Mahaguru Tan Malaka
Sutradara: Daniel Rudi Haryanto
Penulis naskah: Daniel Rudi Haryanto
Genre: Dokumenter
Durasi: 33 menit
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo