Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Film In the Lost Lands diadaptasi dari cerita pendek yang ditulis oleh George R.R. Martin. Film ini disutradarai oleh Paul W.S. Anderson, bercerita tentang seorang ratu bernama Amara Okereke yang putus asa ingin mendapatkan kekuatan metamorfosis.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Amara menyewa Gray Alys, penyihir yang akan mengabulkan seluruh keinginannya. Sang ratu mengirim Gray Alys ke Lost Lands (Negeri yang Hilang). Dalam perjalanannya Gray Alys bertemu pengembara misterius, Boyce. Bersama-sama, mereka harus mengecoh dan mengalahkan manusia dan iblis.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pilihan Editor: Review Film Mickey 17: Fiksi Ilmiah Satir tentang Kolonisasi, Kapitalisme, dan Eksploitasi Manusia
Film fantasi gelap ini dibintangi oleh Milla Jovovich sebagai Gray Alys dan Dave Bautista sebagai Boyce. Mereka memulai perburuan berbahaya ke Lost Lands yang misterius. Menyajikan perpaduan antara aksi, petualangan, dan supernatural.
Review In the Lost Lands
Disamping kisah perburuan, hubungan antara Gray Alys dan Boyce menjadi inti dari film ini, namun perkembangannya lambat. Meskipun didominasi adegan aksi, film ini lebih menekankan pada ikatan antara kedua karakter utama yang memberikan nuansa unik dalam dunia yang suram dan penuh bahaya.
Milla Jovovich sebagai Gray Alys dalam film In the Lost Lands. Dok. Constantin Film
Dengan menjadikan perempuan tangguh sebagai tokoh utama, hal tersebut menjadi salah satu daya tarik dari film ini. Namun chemistry antara dua pemeran utama, Milla Jovovich dan Dave Bautista, kurang memuaskan, hubungan yang seharusnya emosional atau menggugah justru terkesan kaku. Hal ini menjadikan karakter yang mereka mainkan kurang terasa emosinya.
Penggambaran tiap karakter dalam film ini juga kurang mendalam sehingga menimbulkan kebingungan. Dialog dalam film ini pun kurang mengalir, dipaksakan dan terkesan kaku. Emosi yang ingin disampaikan tidak tersampaikan dengan baik. Hal ini membuat perkembangan cerita menjadi kurang berkesan, karena penonton tidak bisa merasakan keterikatan atau ketegangan yang seharusnya ada di antara mereka.
Film In the Lost Lands yang dibintangi Milla Jovovich dan Dave Bautista. Dok. Constantin Film
Film ini mengeksplorasi tema kekuasaan, hasrat, dan pengorbanan di mana hal-hal gaib berkuasa. Jauh dari kata realistis, film ini penuh dengan hal yang penuh imajinasi. Tontonan bagi para penggemar dunia fantasi yang kompleks dan kisah-kisah epik. Namun bagi yang tidak menikmati hal seperti ini, film In the Lost Lands akan terasa panjang, dengan narasi yang terlalu bertele-tele dan rumit untuk dipahami.
Untuk sebuah film fantasi gelap yang terdapat banyak adegan aksi, film ini terasa kurang memikat. Penggunaan layar hijau dan efek CGI terlalu dominan. Efek visual yang seharusnya memperkaya cerita dan memanjakan mata justru terlihat artifisial dan kurang halus. Hal ini mengurangi kesan realistis yang diinginkan.
Akhir Kisah yang Mengejutkan
Dave Bautista sebagai Boyce dalam film In the Lost Lands. Dok. Constantin Film
Film berdurasi 102 menit ini diberi rating untuk 17 tahun ke atas karena menyajikan banyak adegan sadis dan penuh darah. Meski alur cerita film ini cukup rumit dan membingungkan di awal hingga pertengahan, namun In the Lost Lands berhasil membuat akhir cerita yang mengejutkan.
Film ini menghadirkan plot twist yang cukup menarik dan tidak terduga. Meskipun di awal penonton disuguhi petunjuk-petunjuk yang tampak sederhana, twist yang muncul di akhir tetap membalikkan semua persepsi yang telah dibangun. Ketika twist tersebut terungkap, beberapa hal yang tampak biasa menjadi jauh lebih kompleks. Pengungkapan ini juga menambah beban emosional pada cerita yang disajikan. Ini menjadi akhir film yang baik meski alurnya rumit.
Secara keseluruhan film In the Lost Lands dapat menjadi pilihan tontonan untuk mengisi waktu luang. Meski terdapat kekurangan film ini masih bisa untuk dinikmati pecinta film aksi fantasi.
SOFWA NAJLA TSABITA SUNANTO
Pilihan Editor: Review Film The Unbreakable Boy: Kehangatan dalam Ketidaksempurnaan