Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Film

Review Film Wandering, Visual Puitis Suram, Penokohan Tak Berpihak

Wandering adalah pertemuan orang-orang dengan hidup kelam yang tak memihak siapa protagonis dan antagonis.

23 November 2022 | 21.28 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Poster film The Wandering. Foto: Istimewa

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Film Jepang Wandering karya sineas asal Korea, Sang Il Lee dirilis tahun ini. Sayangnya, film yang menghadirkan tiga bintang baru yakni Suzu Hirose, Tori Matsuzaka, dan Ryusein Yokohama ini tidak dapat disaksikan di bioskop. Tapi, film yang juga berjudul The Wandering Moon ini bisa ditonton di layanan streaming premium, Klik Film.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Wandering diadaptasi dari novel berjudul sama karya Yuu Nagira. Film ini sudah dirilis pada Mei tahun ini dan mendapatkan kritik positif dari pemerhati film. Tata musik Wandering dipoles Marihiko Hara dan sinematografinya digarap Hong Kyung Pyo yang mendunia bersama Parasite, film terbaik Oscar 2020.

Perjumpaan 15 Tahun Kemudian

Film Wandering berkisah tentang Fumi Saeki (Tori Matsuzaka), pria berusia 19 tahun bertemu Sarasa Kanai (Tamaki Shiratori) yang tak berani pulang. Hujan turun dengan deras. Fumi menudungi Sarasa dengan payung lalu menawarkan berteduh di rumahnya. Suatu hari, saat bermain di danau, polisi menangkap Fumi. Sarasa dikembalikan ke keluarga. Perpisahan ini berlangsung dramatis. Fumi diseret ke pengadilan dengan tuduhan sebagai pedofil.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

15 tahun berlalu. Sarasa (Suzu Hirose) yang bekerja di restoran siap menikah dengan anak orang kaya, Ryo (Ryusei Yokohama). Suatu malam, Sarasa diajak rekan kerjanya, Kanako (Shuri) minum kopi di sebuah kedai dengan suasana tak biasa. Alangkah syok Sarasa mengetahui pemilik kedai adalah Fumi, yang kini tak mengenalinya. Penasaran, Sarasa menyelidiki pria dari masa lalu tersebut. 

Potongan adegan film Wandering. Foto: Istimewa

Penokohan Tak Berpihak Protagonis dan Antagonis

Penokohan yang dibangun dengan alur maju mundur efektif mengunci atensi penonton. Wandering tak menjelaskan siapa protagonis dan antagonis. Wandering adalah pertemuan orang-orang dengan hidup kelam. Bahkan Ryo yang mentereng pun tak kalah kelam. Kanako yang terlihat santai dan ceria; adalah single parent dan memilih enjoy dengan jalan yang ekstrem.

Pertemuan orang-orang pahit ini menciptakan bom waktu yang siap meledak di babak akhir. Alur film ini lambat namun detail. Perkara naik tangga hingga menunduk saja, dibingkai dengan teliti dan diberi waktu untuk membangun mood.

Sang Il Lee membuat dunia Wandering cenderung remang-remang. Siang dibuat murung karena mendung. Senja tak pernah muncul dengan lanskap surya terbenam. Citra yang didapat dari visual macam ini adalah puitis cenderung pedih. Kondisi ini memaksa penonton yang terbiasa dengan alur para tokoh. Teknik ini berhasil. Audiens diposisikan tak 100 persen mengenal karakter.

Bahkan, 15 menit sebelum cerita berakhir pun, penonton baru mengetahui yang terjadi pada Fumi. Menariknya film ini, Yuu Nagira dan Sang Il Lee tak memihak pada tokoh-tokoh kunci dalam Wandering. Mereka objektif dengan tak membenarkan pedofil. 

Tetap memihak pada cinta seraya berempati pada kondisi psikis ketiga tokoh utama. Di ujung, Sang Il Lee membiarkan para tokoh melepas beban hidup karena pada dasarnya setiap insan berhak bahagia dengan cara masing-masing. Wandering memaknai disfungsi keluarga, getirnya hidup, rumitnya cinta, pengenalan diri, pengejaran kebahagiaan, dan paling penting: sikap tegas menolak segala bentuk kekerasan.

Istiqomatul Hayati

Istiqomatul Hayati

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus