Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PENYAIR Landung Simatupang penasaran tatkala diminta membacakan nukilan catatan Tan Malaka ”Dari Penjara ke Penjara”, dalam peluncuran empat seri buku Bapak Bangsa terbitan Tempo dan Kepustakaan Populer Gramedia, dua pekan lalu. ”Saya ingin tahu model suaranya seperti apa,” katanya.
Setelah mencari lewat mesin pencari Google, Landung menemukan rekaman suara Tan Malaka di salah satu situs. Dia beruntung, ada seseorang yang mengunggah hasil wawancara Tan Malaka dengan seorang wartawan pada saat kongres pertama Persatuan Wartawan Indonesia di Solo, Jawa Tengah. Di situs itu juga ada komparasi antara suara Sukarno dan Tan Malaka. ”Jadi enak sekali saya membandingkannya,” Landung menambahkan.
Menurut dia, Sukarno dan Tan Malaka sama-sama orator ulung. Hanya, suara Sukarno lebih tebal dan berat, sedangkan suara Tan Malaka tinggi melengking dan sedikit serak. ”Sehingga, kalau mendengar Tan Malaka berpidato, orang pasti ingin mengantarkan segelas air putih. Suaranya bikin sakit telinga,” ujar Landung. ”Tapi, dari segi content pidato, nuansa, dan cara dia mendekati publik tidak kalah dengan Sukarno.”
Landung juga mempelajari gerak-gerik Tan Malaka ketika berorasi. Tak seperti Sukarno yang sering mengacungkan telunjuk, Tan Malaka lebih banyak mengepalkan tangan di dada. Latihan instan selama tiga hari membuahkan hasil. Delapan halaman sukses dia bacakan. Sewaktu diminta, dia mengulangi salah satu kalimat Tan Malaka berlogat Melayu Padang yang melengking, ”Dari dalam kubur, suaraku akan lebih keras daripada dari atas bumi.”
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo