RAMBUTNYA sepanjang bahu, berponi, gerak-geriknya sederhana.
Itulah Halida Nuriah Hatta, mahasiswi yang tinggal membuat
skripsi pada FIS/UI Jurusan Studi Politik 8 Pemerintahan
Indonesia. Minggu 24 Desember lalu, Halida (22 tahun) tampil di
aula Mesjid Taman Sunda Kelapa sebagai salah seorang penceramah
RISKA (Remaja Islam Sunda Kelapa) untuk memperingati Hari Ibu.
Suaranya lantang dan tinggi. "Saya tidak selalu sembahyang 5
kali dalam sehari," kata Halida menjawab pertanyaan di luar
ceramahnya Tambahnya lagi: "Sembahyang itu bukan cuma kebiasaan
saja, tapi juga kesadaran. Jadi kalau sedang tidak kepengin,
kenapa mesti dipaksa." Dikatakannya pula, bahwa yang penting
adalah pemahaman ajaran Islam, mengerti makna dan sadar. "Bukan
cuma rutin dan sekedar action," katanya.
Aktif turut demonstrasi menjelang SU MPR lalu, puteri bungsu
dari Proklamator Bung Hatta ini sering mengenakan celana jean
kalau kuliah. "Memakai bue jean praktis," katanya. "Untuk
kuliah non-stop, untuk naik bis kalau tidak dijemput, untuk
duduk istirahat di lantai kampus kalau tidak kebagian kursi. 80%
kehidupan saya di kampus saya jalani dengan blue jean."
Tidak meninggalkan ajaran aama, Halida sesekali pergi ke disko.
Ketika Imee Marcos berkunjung ke Jakarta tahun 1977, Halida juga
mengantar Imee ke Guwa Rama, disko di Hotel Indonesia Sheraton.
"Dia ingin melihat keadaan diskotik Jakarta," kata Halida. Apa
dia jago dansa? "Imee sangat luwes berdansa," kata Halida. "Tapi
jangan dikira saya jago dansa. Saya senang duduk mendengar
lagu-lagu saja dan melihat kepandaian orang-orang berdansa. Saya
ini manusia kayu. "
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini