Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Aktor Ario Bayu tersentuh oleh buku-buku Pramoedya Ananta Toer, salah satunya Nyanyi Sunyi Seorang Bisu.
Buku Pram membuka wawasannya tentang kehidupan sosial di Indonesia pada masa lalu.
Buku Pramoedya membantunya membentuk imajinasi sebagai aktor.
KISAH tahanan politik Pulau Buru, Maluku, yang dipaparkan Pramoedya Ananta Toer dalam buku Nyanyi Sunyi Seorang Bisu begitu menyesakkan Ario Bayu. Air mata aktor 39 tahun itu meleleh ketika memasuki halaman demi halaman kisah orang-orang yang dibuang selepas geger politik 1965.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Saya membaca bukunya dalam versi bahasa Inggris, The Mute's Soliloquy. Aduh, itu membuat saya nangis saat dia harus berupaya menulis di Pulau Buru,” kata Ario pada 16 November 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Yang membuat Ario tersentuh adalah gambaran Pram menulis dalam masa tahanan di Pulau Buru. Ia juga mengagumi metafora-metafora dalam buku tersebut, seperti cerita tentang ikan yang harus berenang sekitar 60 kilometer per jam demi bisa bertahan hidup. “Pokoknya metafora buku itu amazing, lah,” ujar pemeran Soeraja dalam serial Gadis Kretek itu.
Ario mulai berkenalan dengan karya-karya Pram sekitar 20 tahun lalu. Ario menuturkan, lewat karya-karya Pram, baik fiksi maupun nonfiksi, ia dipertemukan dengan peristiwa dan gejolak yang pernah terjadi di Indonesia pada masa lalu. “Kita bisa melihat seorang sastrawan atau seniman menginterpretasi kondisi sosial saat itu,” tutur pemeran dalam film Catatan (Harian) Si Boy, Soekarno, dan Sehidup Semati ini.
Bagi Ario, membaca buku menjadi rutinitas yang membantu otaknya menjadi reseptor yang baik dalam menginterpretasikan kehidupan. “Jadi ruang imajinasi dan pikiran adalah instrumen saya untuk bisa menafsirkan kehidupan-kehidupan sosial manusia,” ucap pria yang lahir pada 6 Februari 1985 itu.
Boleh dibilang, Ario mengungkapkan, hal itulah yang membuat dia jatuh cinta pada karya Pramoedya Ananta Toer. Bahkan ia melekatkan nama pengarang besar Indonesia itu kepada putranya, Baltazar Ananta Wicaksono, yang lahir di Prancis, 9 Februari 2021. “Pramoedya dan saya ulang tahunnya sama, 6 Februari. Anak saya lahir pada 9 Februari. Mungkin ini hal yang terdengar unik,” tutur suami Valentine Payen itu.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo