BAGAIMANA menjelaskan soal saham, dividen, go public, dan sebagainya kepada para kiai, Marzuki Usman punya kiat. Berbicara di depan Muktamar NU di Pesantren Krapyak, Yogyakarta, Selasa pekan lalu, Ketua Badan Pelaksana Pasar Modal ini membandingkan saham dengan sapi. Sapi menghasilkan daging dan harganya di pasar bisa naik-turun. "Nah, saham pun begitu, bisa menghasilkan apa yang namanya dividen," kata Marzuki. "Harga saham bisa naik atau turun dengan cepat, karena yang ikut berdagang banyak orang, bahkan dari seluruh dunia. Kalau sapi kan cuma di pasar kampung." Para kiai dan santri yang duduk lesehan manggut-manggut. Ihwal perusahaan yang go public diumpamakannya bagai kehidupan nelayan. "Sama saja orang di kampung mau cari ikan. Ada yang nyumbang perahu, ada yang nyumbang petromaks, ada yang nyumbang jala, ada yang nyumbang tenaga. Setelah dapat ikan, maka ikannya dibagi ramai-ramai," kata Marzuki. "Perusahaan yang jual saham pun prinsipnya sama. Cuma, karena banyak orang, jadi yang dipakai sebagai tanda patungan itu kertas yang namanya saham tadi," katanya. Marzuki senang bisa memberi penjelasan soal saham kepada para kiai dari NU. Apalagi urusan itu sedang dibahas halal-haramnya. "Sayang, kalau sampai mereka bilang ini haram," katanya. Jika ada yang disayangkannya, itu soal dirinya yang berpakaian safari ketika memberi ceramah. Ia mengaku risi. "Kalau tahu situasinya begini, saya tentu bersarung," katanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini