Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Apa beda novel Dewi ”Dee” Lestari dengan karya Djenar Maesa Ayu dan Ayu Utami? Dee, 30 tahun, menyodorkan perumpamaan melalui kopi. Karya Djenar, kata Dee, ibarat kopi tubruk. ”Sensasi rasanya tak terlupakan,” katanya.
Sedangkan karya Ayu bak kopi yang diproduksi sedemikian halus dan diolah dengan matang. Nah, bagaimana dengan karyanya sendiri? ”Seperti orang yang baru saja minum kopi, lalu dia memutuskan men-coba minuman lain,” ucap penulis Supernova itu tergelak.
Guyonan tentang kopi itu ia lontarkan saat meluncurkan album Out of Shell dan kumpulan cerpen Filosofi Kopi, Selasa pekan lalu. Melalui Ben, tokoh dalam cerpennya, Dee lihai membedakan jenisje-nis kopi dan filosofinya. Cappucino, misalnya, disebut- kopi paling genit dan cocok untuk para penyuka kelembutan dan keindahan.
Lalu, mana yang lebih pas untuk album solo terbarunya itu: cappucino, cafe latte, espresso, atau kopi tubruk? Ibu satu anak itu terkekeh. ”Bukan kopi, tapi teh. Album saya seperti teh hijau yang memberikan stimulus rileks pada penyukanya. Pas untuk didengarkan pada saat santai atau melamun,” jawab Dee, yang ternyata tangkas juga menjelaskan filsafat teh. Jadi, kapan meluncurkan buku Filosofi Teh?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo