NYONYA Hartini Sukarno mungkin adalah satu-satunya wanita
Indonesia yang pernah ketemu dan omong-omong dengan Chiang
Ching, itu singa merah isteri Mao Tse-tung yang kini kabarnya
ditangkap.
Waktu itu Hartini dan rombongan sebanyak 25 orang (termasuk juga
nyonya Achmad Yani) mengunjungi RRT selama 2 minggu. Sambil
turut hadir dalam perayaan 1 Oktober 1962. Berkunjung sebagai
misi persahabatan, 'waktu itu saya jadi tamunya Presiden Liu
Shao-chi dan nyonya kata Hartini. "Hal yang sangat berkesan
bagi saya ialah begitu patuhnya rakyat. Saya rasa memang, untuk
mengurus 800 juta rakyat harus dengan langkah besi. Tapi apa
yang diperlihatkan pada saya tentu saja yang baik-baik saja.
Jadi hal-hal yang buruk tidak saya ketahui". Hartini dan
rombongan pergi ke tembok besar, dijamu di Balai Rakyat ("bukan
main, untuk dinner 1 jam dengan 15 macam makanan dan menjamu
5000 orang, kok beres dan lancar") dan ke tempat-tempat penting
lainnya. "Di jalan-jalan yang saya lewati memang saya lihat
orang-orang antri. Saya tanya pada Sukarni, waktu itu Duta
Besar RI di Peking. Pak Karni bilang, supaya saya jangan
bertanya keras-keras. Itu orang antri beras. Kan mereka
diransum".
"Kunjungan ke Bapak Mao ada satu jam", tambahya lagi, "di
situlah saya berjumpa dengan CHiang Ching. Menurut kabar, untuk
pertama kali itulah Chiang Ching muncul di depan umum".
Pembicaraan berkisar pada soal keluarga. "Mao tanya bagaimana
kesehatan suami saya. Dan pesan kalau ada apa-apa yang
diperlukan, jangan segan-segan bilang apa saja. Waitu itu Bapak
sedang dirawat tusuk jarum dari team medis RRT. Chiang Ching
sendiri tidak banyak bicara dan Mao terus yang memimpin
pembicaraan".
Jadi Hartini hanya bertemu sekali itu saja dengan Chiang Ching.
Menurut pendapatnya Chiang Ching biasa saja. "Mungkin karena
baru sekali itu dia muncul di depan umum" Tambahnya: "Sulit
melihat mana-mana yang cantik untuk wanita-wanita RRT. Lha kalau
dari belakang hampir sama saja, laki dan perempuan. Semua pakai
celana. Kalau ada yang pakai cheongsam, belahannya juga paling
10 senti. Tapi yang lincah, luwes dan bahasa Inggerisnya baik
ialah nyonya Liu Shao-chi dan nyonya Chen Yi.
"Kami tidak bolch memberi tip langsung pada misalnya pelayan
guest house. Juga tidak boleh memberi hadiah apa pun sebagai
tanda terimakasih. Apa yang saya beli? Kami dibawa di suatu toko
yang khusus menjual barang-barang untuk tamu negara. Sekitar 10
buah vas antik saya beli. Eh, oleh Bapak (Bung Karno) waktu itu
barang-barang itu dibawa ke Istana Bogor, di gedung yang
biasanya untuk menerima tamu. Hingga sekarang entah di mana
barang-barang itu. Saya bilang, itu milik pribadi saya. Tapi
untuk Bapak, memang sulit mengatakan tidak di hadapannya.
Apalagi dengan kata-kata: saya pinjam dulu ya Tien. Untuk
mengisi ruang Istana yang kosong itu. Hati sayapun luluhlah."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini