SATU-SATUNYA tamu wanita yang muncul pada HUT PT Nurtanio, 23
Agustus yang lalu di Bandung, ialah Nuraini Hudaya. Lulusan
ITB/Elektro tahun 1971 ini adalah isteri ir. Hudaya (yang kini
di Saudi Arabia). Dia puteri bekas Direktur Utama PN Pertamina
Ibnu Sutowo dan kakak Ponco Sutowo.
Mengenakan kain panjang bermotif parang, kebaya brokat kembang
berwarna merah, perhiasan yang tidak terlalu gemerlapan, tusuk
konde di sanggul yang rapi, kehadiran Nuraini banyak menarik
perhatian. Apalagi pagi itu dia banyak ketawa. Mungkin gembira,
karena ia siap menerima piagam sehubungan dengan rampungnya
gedung Direktorat Teknologi Nurtanio. Dia pemborong gedung
tersebut -- yang konon cuma menelan biaya sebanyak Rp 76 juta.
Bagaimana rasanya jadi pemborong bangunan? "Ah, biasa saja,"
ujarnya sambil tersenyum. Tentu.
Terjun dalam bisnis di bidang borongan di tahun 1972 Nuraini
langsung menerima order borongan besar dan kecil. "Yang
kecil-kecil seperti kantor, rumah staf, dan 500 rumah buruh di
Tanjung Priok," ujar Nuraini. "Yang besar termasuk Proyek LNG
Arun, storage di Pulau Batam dan Pelabuhan Perak di Surabaya."
Rupanya Nuraini cukup laris, dibanding dengan pemborong lain
yang telah puluhan tahun berkecimpung di bidang ini. "Investasi
tergantung besar kecilnya sarana dan alat-alat yang kita
siapkan. Dan pendapatannya saja jumlahnya setahun, tidak kur ang
dari Rp 2 milyar," tuturnya.
Menikah dengan Hudaya di tahun 1969, keduanya kemudian
mendirikan sebuah perusahaan bangunan yang diberi nama PT
Handara Graha. Bisnis suami isteri ini berkembang pesat. Yang
belum berkembang cuma satu: tambahan keluarga alias anak, yang
memang belum ada. Ditanya tentang ini, Nuraini cepat menjawab:
"Ah, sudah ya. Sampai di sini saja."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini