Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tokoh

Inspirasi Master Yoda

MENGANGGAP nama sebagai doa, Reisa Broto Asmoro ingin anak keduanya, Raden Satriyo Daniswara, tumbuh sebagai orang bijak. Makanya panggilannya Yoda, mengacu pada Master Yoda, mahaguru Jedi di Star Wars.

8 Juni 2019 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Reisa Broto Asmoro. TEMPO/Nurdiansah

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Reisa, 33 tahun, mengatakan nama lengkap sang buah hati sudah terpatri sejak sebulan sebelum hari lahirnya, 24 Maret 2018. Namun, begitu si bayi nongol, panggilannya belum ada. Keluarga pun berembuk. “Tadinya mau dipanggil Danis, tapi kedengarannya bule banget,” kata istri Tedjodiningrat Broto Asmoro, pangeran Keraton Surakarta, itu kepada Tempo dalam peluncuran PRUPrime Healthcare Plus di Kota Kasablanka, Jakarta, Senin, 20 Mei lalu.

Ibunda Reisa lalu nyeletuk, Yoda adalah gabungan dari Satriyo dan Daniswara. Klop. Itu karakter favorit Reisa di Star Wars.

TEMPO/Nurdiansah

Nama yang unik itu memudahkan keluarga dan teman Reisa memilih kado. Berbagai cendera mata Master Yoda memenuhi rumah mereka. “Ada yang bawain boneka baby Yoda, tapi mukanya tetap tua, ha-ha-ha…,” ujar Reisa, dokter lulusan Universitas Pelita Harapan, Tangerang, Banten, yang mendalami estetika.

Meski kebanjiran mainan, Reisa melanjutkan, Yoda memilih kabel sebagai dolanan favorit. Dari charger telepon seluler sampai colokan lampu dia acak-acak. Reisa hanya bisa menggeleng saat ditanyai alasan anaknya keranjingan kabel. Mungkin jawabannya ada pada salah satu kutipan Master Yoda, “Truly wonderful the mind of a child is.”


 

Dwiki Dharmawan, TEMPO/Nurdiansah

 

Cukup 15 Menit

DIMINTA membuat lagu tema film Iqro-My Universe, Dwiki Dharmawan, 52 tahun, kembali bersemangat setelah puluhan tahun vakum di dunia tersebut. “Sudah lama tak ada yang mengajak saya, mungkin lupa,” katanya di Jakarta, Rabu, 22 Mei lalu.

Dwiki, yang juga menjadi penata musik film itu, membutuhkan waktu tiga bulan untuk melakukan riset pembuatan lagu tema. Ia mesti meramu musik yang bisa dinikmati anak-anak hingga remaja, target penonton film tersebut. Dwiki menemui beberapa keponakan dan muridnya di Farabi Music Education Center—sekolah musik yang ia dirikan—untuk menanyakan musik seperti apa yang mereka sukai. “Kalau musik dewasa, saya biasa. Tapi ini musik anak-anak, ini menantang bagi saya,” ucapnya.

Setelah menemukan suasana musik yang cocok, Dwiki cuma memerlukan waktu sebentar untuk menciptakan lirik lagunya. Ia terinspirasi dari Surat Ar-Rahman yang ia baca saat bertahajud. “Saya buat di dua per tiga malam. Merenungnya lama. Begitu sudah mengalir, 10-15 menit terciptalah,” ujarnya.

Dwiki mulai menggarap musik film pada akhir 1980-an. Pada 1991, ia mendapat Piala Citra kategori penata musik terbaik lewat film Cinta dalam Sepotong Roti karya sutradara Garin Nugroho. Setelah itu, tawaran menggarap musik film sepi. “Kita tahu perfilman Indonesia mengalami kemerosotan. Saat perfilman bangkit, enggak ada yang mengajak lagi,” tutur personel band Krakatau itu.

 


 

Maudy Koesnaedi. TEMPO/Nurdiansah

 

Ogah ke Luar Angkasa

MAUDY Koesnaedi, 44 tahun, tak pernah tertarik pergi ke luar angkasa. Bagi aktris ini, luar angkasa adalah dunia penuh misteri. “Menarik untuk diketahui, iya, tapi saya takut ke luar angkasa dan merasa enggak perlu,” ujarnya di Jakarta, Rabu, 22 Mei lalu.

Beberapa waktu lalu, Maudy sempat mengunjungi wahana antariksa di Orlando, Florida, Amerika Serikat. Ia melihat cara roket diterbangkan dan merasa tak nyaman. Melihat luar angkasa dalam film Gravity (2013) yang dibintangi Sandra Bullock dan George Clooney saja membuatnya merasa sesak. “Sendirian, hening, enggak bisa ngobrol sama anak, sama suami. Mau ngapain ke sana?”

Namun, mau tak mau, Maudy mesti belajar tentang antariksa karena dalam film barunya, Iqro-My Universe, ia mendapat peran sebagai astronaut. Ia pun membaca buku tentang astronomi, astronaut, serta Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat (NASA), juga menonton video di YouTube. Maudy pun dipertemukan dengan Profesor Pratiwi Sudarmono, astronaut perempuan pertama Indonesia. Dari Pratiwi, ia antara lain memperoleh cerita bagaimana latihan fisik sebelum berangkat ke antariksa serta perbedaan tekanan di luar bumi yang bisa membuat organ tubuh rusak.

Mempelajari hal itu malah membuat Maudy makin mantap tak mau terbang ke luar angkasa. Menurut dia, bumi adalah tempat yang jauh lebih baik. “Saya bisa menikmati bumi yang begitu indah, ada pemandangannya, laut. Ngapain, sih, susah-susah ke luar angkasa,” katanya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus