KARIMUN sudah 59 tahun. Pekerjaan utamanya adalah bertani. Tapi
selama 46 tahun, dia mempunyai pekerjaan sampingan. Yaitu
membuat topeng dan menari. Kalau ditanya dari mana keahliannya
membuat topeng tokoh-tokoh Klono, Gunungsari atau Sekartadji
dari cerita-cerita Panji, Karimun akan menjawab: "Dari bapak
saya. Bapak saya dari embah saya, embah saya . . . " dan dia
akan menyebutkan nama nenek moyangnya, paling tidak 5 buah nama
ke atas.
Sejak usia 13 tahun, Karimun sudah membuat topeng dan menari,
yang kalau ditelusur ke beberapa ratus tahun yang lampau,
bermula di zaman kerajaan Majapahit. Karimun yang berasal dari
dukuh Kedungmonggo, sebelah barat daya Malang, Jawa Timur ini
juga bisa membawakan tari dengan gaya khas. Sehingga gerak
tarinya banyak menarik perhatian penonton Festival Seni Jakarta
hari-hari ini.
Cara ia membuat topeng tidak sembarangan. Mula-mula dicarinya
kayu khas dari pohon kayu kembang, cangking atau pohon kenanga.
Memotong kayupun harus dicari pada "hari yang baik". Setelah
Karimun menetapkan hari kerja, diapun melaksanakan puasa mutih
(makan nasi saja tanpa garam) selama 4 hari. "Supaya saya bisa
memusatkan perhatian untuk mendapatkan wajah yang akan saya
pahatkan di kayu," kata Karimun. Saat-saat membuat topeng tentu
dicarinya di saat dia tidak sibuk di sawah. Dia memperkirakan
telah membuat topeng sebanyak 400 buah selama ini.
Keahliannya ini kini telah diturunkan kepada anaknya, Kaslan
yang berusia 35 tahun. Bersama rombongannya yang jumlahnya 19
orang, Karimun telah berkeliling di kota-kota di Jawa Timur.
Tapi "ke Jakarta baru sekali ini," katanya dengan dialek Jawa
Timur. Di Jawa Timur, Karimun memasang tarif Rp 100. 000 untuk
setiap kali main. "Tapi mengandalkan hidup dari wayang topeng
ini gak biso unp," ungkap Karimun. Katanya lagi "Bagi saya,
lebih baik saya ditonton orang sedikit tapi mengerti, daripada
ditonton orang banyak yang tidak mengerti dan tidak menyukai
kesenian ini."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini