Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Satu satu nol dan perampok ...

Perampok bersenjatakan kelewang di rumah keluarga Gunawan lolos setelah melukai 2 anak perempuan korban. Polisi tidak berhasil dihubungi dengan cepat karena nomor 110 sudah lama tak berfungsi. (krim)

15 Juli 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEHARI sebelum HUT Bhayangkara diperingati, terjadi perampokan di Jalan Simolawang Baru No. 47, Surabaya. Yang menjadi sasaran adalah rumah keluarga Gunawan Pratomo, pemilik sebuah toko di Jalan Kapasan. Peristiwanya terjadi jam 02.00 dinihari 30 Juni lalu. Keluarga Gunawan tentu sedang tidur lelap dan rumah bertingkat dua itu kelihatan sepi. Gunawan tidur di kamar kerjanya di lantai 2 bagian belakang. Sang isteri di kamar bawah, sendirian. Kedua anak perempuannya, Erni (12) dan Erna (19) tidur di kamar atas tak jauh dari kamar sang ayah. Sedangkan kedua anak laki-laki kembarnya berada di kamar yang berhadapan dengan kamar Erni dan Erna. Dua anak Gunawan yang lain sedang belajar di luar negeri. Di depan kamar Erna ada teras terbuka. Di sini biasanya tidur pula mahluk jantan bernama Ferger von Bimasakti anjing herder kesayangan Erna. Tapi karena belakangan ini Bimasakti sering buang kotoran seenaknya, ia dimutasikan di ruang bawah. Barangkali jika herder ini masih ada di ruang atas, malapetaka malam itu tak akan begitu parah menimpa keluarga Gunawan. Erni adalah penghuni rumah itu yang pertama-tama terbangun dan langsung melihat seorang laki-laki bercelana hitam, berkaos strip-strip dengan kelewang di tangannya muncul dari jendela kamarnya. Erni menjerit sambil berusaha bangun. Tapi kelewang dengan cepat menyambar perutnya. Ia tak berdaya karena luka-lukanya. Tapi Erna yang segera terbangun rupanya cepat menguasai diri. Gadis pelajar SMA Sancta Maria kelas III ini mencoba berkompromi dengan laki-laki berkelewang itu. "Saya kalah judi, saya perlu uang Rp 1 juta," kata laki-laki itu. Erna setuju untuk memberinya, tapi harus menghubungi ayahnya dulu. Sebab dia sendiri waktu itu hanya memiliki uang Rp 5.000 berikut kalung emas 15 gram. Semuanya direnggut oleh laki-laki tadi. Maka dengan diiringi sang perampok Erna keluar kamar untuk menghubungi Gunawan. Erni juga mengikuti dari belakang sambil memegang perutnya yang luka parah. Sampai di luar kamar, Erna akan memegang intelkom dengan maksud hendak berbicara dengan bapaknya di kamar sebelah. (Rumah itu memang dilengkapi dengan intelkom yang menghubungkan kamar-kamar). Di saat-saat bapaknya sedang di dalam kamar, Erna biasanya hanya berani menghubungi ayahnya dengan alat itu. Tapi perampok tadi rupanya menyangka Erna akan menelepon polisi. Ketika tangan gadis itu baru saja menggapai gagang intelkom itu, lelaki tak dikenal tadi mengayunkan kelewangnya ke arah tangan Erna. Tangan kiri gadis itu putus tepat di atas bagian pergelangan. Dada dan pahanya juga luka, telapak tangan kanannya sobek. Erna menjerit. Perampok membuka pintu yang berhubungan dengan teras. Dari pintu itu masuk lagi seorang berpakaian hitam-hitam, juga membawa kelewang. Mendengar jeritan itu Gunawan bangun. Demikian pula Bimasakti, turunan anjing pelacak yang baru berusia 14 bulan. Ny Gunawan juga bangun. Bimasakti langsung naik tangga dan menerkam perampok itu. Perkelahian seru terjadi antara perampok yang berkaos strip-strip dengan herder kesayangan Erna. Sementara itu seorang perampok lainnya hanya berdiri terpaku di dekat tangga. Perampok yang agresip itu berusaha menghindar dari anjing dan mengejar Ny Gunawan yang akan naik tangga. "Melihat tingkah perampok itu saya cepat lari ke kamar dan mengunci pintu," ujar Ny. Gunawan pada TEMPO. Bimasakti segera pula mengejar perampok yang menuruni tangga. Duel pun beralih di lantai bawah. Perampok lainnya tetap terpaku bingung di ruang atas dengan hanya mengacung-acungkan kelewangnya. Sementara itu Gunawan dan Endri-adik kembar lelaki Erna yang muda setelah menyembunyikan Erna dan Erni yang sudah lemas dalam kamar, berusaha menelepon polisi. "Satu satu nol, pap!" teriak Erna mengingatkan nomor telepon polisi kepada bapaknya. Gunawan memutar nomor itu. Tak ada jawaban. Diputar lagi. Masih belum diangkat. "Sampai lima kali saya memutar nomor itu," katanya kepada TEMPO. "tapi tidak berhasil juga." Di bawah masih terjadi duel seru antara perampok dan anjing. Gunawan kemudian memutar nomor telepon seorang relasinya yang tinggal dekat kantor polisi. Tapi sampai perampok itu lolos, belum ada polisi datang. Celakanya tidak ada Hansip pula. "Padahal kami membayar Rp 2000 tiap bulan," kata Gunawan yang oleh tetangganya memang dikenal baik hati itu. Baru sekitar 1 jam kemudian polisi yang rupanya dihubungi relasi Gunawan tadi datang. Perampok itu, setelah ducl di lantai bawah dan berhasil mengunci Bimasakti di ruang tengah, naik lagi dan lolos lewat pintu atas bersama temannya. Diduga mereka lari lewat atap rumah sebelah. Membela Tuannya Malam itu juga Erna dan Erni dibawa ke rumah sakit. Dua hari kemudian, keadaan kedua gadis itu sudah bertambah baik. Kepada bapaknya Erna sering menanyakan bagaimana keadaan Bimasakti kesayangannya. "Tidak apa-apa," jawab bapaknya menyenangkan hati anaknya. Bimasakti sebenarnya bukan tidak apa-apa. Akibat luka parah di bagian kepala dan tubuhnya, anjing itu hanya bisa hidup sampai siang harinya saja. Ia mati membela tuannya, terutama Erna yang kini menanti tangan plastik pengganti tangan kirinya yang putus. "Perampok itu pasti tertangkap," begitu ucapan polisi yang memeriksa tempat kejadian itu. Petunjuk memang ada. Dua pasang sandal jepit tertinggal di samping rumah tetangga. Rupanya dari situlah perampok naik atap. Selembar sarung juga tercecer di situ. Wajah dan bentuk tubuh penjahat itu juga sempat dikenali Erna, karena saat kejadian berlangsung lampu kamar terang benderang. Sarung itu dikenali Sohib, penjual es yang rumahnya di samping rumah Gunawan. Sohib malam itu keluar rumah setelah sembahyang tahajud, sekitar jam 1 malam. Begitu ia berdiri di halaman depan, ada seorang yang minta api rokok. Setelah asap mengepul, orang tadi permisi dan Sohib pun masuk rumahnya kembali. Orang yang minta api itulah yang mengenakan sarung tadi menurut Sohib. Di atas atap juga terdapat petunjuk. Ada genting yang pecah dan ada pula yang berubah posisi. Teras depan kamar Erna yang terbuka itu memang mudah dijangkau dari atap rumah sebelah. Diperkirakan perampok itu naik dari atap tetangga lalu meloncat ke teras depan kamar Erna, lalu menyusup jeruji besi jendela yang dipasang agak jarang. Barangkali Gunawan dan umumnya warga Surabaya tak faham bahwa nomor telepon 110 (pengaduan kepada polisi di Komtabes Surabaya) sudah lama tak berfungsi lagi. "Saya sendiri tak pernah sambung kalau memutar nomor itu," tutur Mayor Pol. dra. Zuraida B Mangantar, Kapentabes Surabaya. Apa sebabnya? "Wah, saya kurang mengerti," jawab Mayor Zuraida. Yang jelas dari 5 pesawat yang ada di pos penjagaan Komtabes Surabaya, "hanya satu yang bisa dipakai, yaitu nomor 26011," sahut seorang sumber di Komtabes. Lebih dari itu, kelancaran hubungan telepon agaknya belum menjamin pihak polisi akan datang tepat pada saat gawat. Sebab "kita lihat dulu situasinya," tutur sumber TEMPO di Komtabes. Artinya, apakah waktu itu kendaraan siap dan ada. Sebab, sampai sekarang fasilitas kendaraan polisi terbatas. Bidang Pentabes misalnya, tak kebagian mobil dinas. Sedang mobil patroli baru tersedia 3 unit -- jauh dari memadai. Kalaupun mobil siap, adakah situasi jalan tidak penuh sesak dan macet. Dan sebagainya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus