KALAU tak kenal sebelumnya tak bakal ada yang menyangka
laki-laki bertubuh kecil dengan potongan rambut prajurit di
bengkel mobil yang terletak di ujung Jalan Tambak, Jakarta itu
adalah bekas Dirjen Imigrasi Nichlany. "Cuma bidang montir ini
yang saya kuasai betul. Karena itu saya pilih," alasan Nichlany
memilih perbengkelan ketimbang bidang usaha lain.
Bengkel dibuka Nichlany awal Juni 1982 -- tak lama setelah
menyerahkan jabatan Dirjen. Sejak itu hampir tiap hari ia
bergelimang oli di sana sebagaimana montir lainnya. Yang
membedakan Nichlany dengan karyawannya cuma lambang Polisi
Militer yang tertempel di lengan kiri baju montirnya. Ia
menyebut simbol kepala Gajah Mada itu sebagai tanda kecintaannya
terhadap bekas kesatuannya. Nichlany pensiun dengan pangkat
Mayor Jenderal TNI-AD.
Nichlany, 58 tahun, mengaku sudah mengenal mesin mobil sejak
bocah. Waktu kecil ia mendapat tugas merawat mobil ayahnya -- di
masa itu menjabat Bupati Jepara. Bakat tersebut dipupuknya terus
di masa menduduki posisi penting dalam pemerintahan. Hingga tak
begitu canggung menghadapi saat pensiun.
Setelah empat bulan bengkel mobil Nich Bersaudara yang
mempekerjakan delapan karyawan, lebih separuhnya pemuda putus
sekolah, berjalan, usaha keluarga itu mulai dikenal orang.
"Tapi, terus terang, belum untung. Dan tujuan utamanya memang
bukan untuk mencari untung," ujarnya. "Prioritas utama adalah
mendidik anak muda, yang kini jadi karyawannya, untuk disiplin,
bekerja keras, dan jujur." Itulah makanya dia berani menjamin
tidak ada langganannya yang bakal kena tipu bila merawat mobil
di bengkelnya.
Pernah menjabat Waka Bakin, Wadir POM ABRI, dan Atase Pertahanan
di Amerika Serikat, tidak merasa malu dengan usaha barunya itu.
"Saya baru malu kalau menipu orang walau orang lain tidak tahu,"
katanya. Ayah dari tujuh anak ini -- beberapa sudah berkeluarga
-- sering bersepeda motor ke Blok IV Proyek Senen mencari
onderdil untuk bengkelnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini