Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tokoh

Mendirikan mausoleum mini

T.d. pardede, 67 th, mendirikan mausoleum mini untuk jenazah istrinya yang dibalsem. hermina boru napitupulu meninggal setahun yang lalu karena penyakit jantung. (pt)

21 Mei 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PENGUSAHA terkenal T.D. Pardede, 67 tahun, dilanda risau yang panjang. Bukan urusan bola atau hotel. Melainkan karena istrinya meninggal setahun lalu. Tiap hari ia berada di dekat makam ibu 9 anaknya itu. Kakek 24 cucu ini mendirikan mausoleum mini untuk jenazah istrinya yang dibalsem di depan rumah sakit 'Herna', Jl. Majapahit, Medan. Dan 20 Mei ini -- persis setahun kepergian Hermina boru Napitupulu, sang istri -- di sana ditaruh patung mendiang yang terbuat dari pualam, khusus dipesan dari Italia. Bangunan itu luasnya sekitar 30 m2, berdinding dan berlantai marmar luar dalam. Ruangannya dilengkapi pesawat pendingin, dan di samping makam ada kamar -- di situ amang Pardede berada tiap hari. "Saya bukan mau sok kaya. Tapi semata-mata ingin menunjukkan cinta yang maksimal kepada tunangan saya itu," katanya kepada Monaris Simangungsong dari TEMPO. "Dia teman saya sejak miskin," tambahnya dengan suara parau "dia punya gagasan besar dan mampu dengan teliti mengawasi perusahaan yang kami bentuk, hingga tak sebenggol pun kebocoran." Pembangunan rumah sakit 'Herna' (singkatan nama almarhumah) diresmikan tiga tahun lalu tepat pada ulang tahun ke-50 wanita itu. Kemudian mendirikan pabrik pemintalan kapas. Juga pembangunan Universitas Dharma Agung, adalah sebagian gagasan mendiang istrinya. "Dia bertangan dingin," ujar Pardede. Pengusaha ini dulu punya temperamen keras. Sejak istrinya meninggal, "dia sudah menjadi opung betul (kakek, maksudnya)," kata seorang kenalannya. Memang ia masih mengurus 7 hotel di berbagai kota di Indonesia. Juga usaha perikanan, perkebunan, rumah sakit, universitas maupun sepak bola. Namun tak sedetikpun ia pernah lupa pada istrinya -- yang secara kental tetap disebutnya 'tunangan'. Sempat empat tahun mengidap sakit jantung, upaya pengobatan ke Selandia Baru rupanya sudah perjalanan terakhir sang tunangan. Pardede lalu mendatangkan ahli pengawet jenazah. "Supaya tahan puluhan tahun," katanya tercenung. Mirip kisah Shah Jahan di India (1632) yang menunjukkan cinta abadi kepada istrinya Mumtaz Mahal, lalu mendirikan Taj Mahal -- kini amang Pardede tak ingin berpaling ke perempuan lain. "Hanya ada satu tunangan bagi saya. Dan dia sudah pergi. Untuk apa kawin lagi?", katanya dengan suara dalam. Sehari-hari kini ia lebih mendekatkan diri kepada Tuhan dan keinginannya yang tersisa cuma satu: Ingin dikubur di sisi istrinya bila kelak meninggal.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus