DI WAKTU muda penyair itu menulis "Alangkah bahagia, O, Tuhan,
jika kumabir bahasa aiY Hendak kudengar kisah aman di bibir
pantai di tepi sungai."
Ternyata kisah zaman yang didengarnya tak teramat panjang.
Minggu pekan lalu sekitar jam 4 sore Anas Ma'ruf meninggal
dunia di rumahnya di Jalan Kediri, daerah elite lama Jakarta,
dalam umur 58. Penyakitnya kanker hati, yang sudah dibawanva
sejak ia mengajar bahasa Indonesia di Tokyo, Jepang, sampai awal
tahun 1980.
Anas, kelahiran Bukittinggi, sebenarnya lebih dikenal sebagai
penterjemah dan administrator daripada sebagai penyair. Meskipun
terjemahannya atas karya besar pengarang Jepang pemenang Hadiah
Nobel, Kawabata (novel Negeri Salju) banyak dikritik, tapi
alihbahasanya atas komedi Manusia karya pengarang Amerika
William Saroyan diakui sungguh indah.
Sebagai administrator, ia mulai terkenal waktu jadi
sekretaris Badan Musyawarah Kebudayaan Nasional. Dalam
kedudukan itu ia juga mengelola gedung Balai Budaya di Jalan
Gereja Theresia Jakarta. Semangatnya untuk tertib menimbulkan
rasa hormat, tapi juga kejengkelan atau ketakutan para seniman
yang gemar acak-acakan. Seorang sastrawan yang menghilangkan
sebuah gunting milik kantor Balai Budaya sampai pernah tak
berani menegur Anas sampai berbulan-bulan--juga waktu mereka
duduk berdampingan nonton film.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini