Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tokoh

Meninggal dunia

Jean paul sartre, meninggal 15 april, tidak pernah menikah tapi hidup bersama dengan simone de beauvoir. dia dimakamkan di pekuburan pere lachaise, paris.

26 April 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SETELAH dimakamkan di pekuburan Pere Lachaise, Paris, 19 April, lengkaplah sudah riwayat filsuf besar Prancis itu, Jean-Paul Sartre. Ia meninggal 15 April dalam usia 74 tahun sesudah beberapa lama menderita radang paru-paru dan tekanan darah tinggi. Sehari sesudah kematian itu, Presiden Prancis Valery Giscard d'Estaing, menyampaikan pidato dukacita. Ia menyebut Sartre "orang yang berpikiran gemilang dalam zaman kita." Selagi muda, ia mengaku banyak membaca karya-karya filsuf eksistensialis yang banyak juga menulis novel dan sandiwara itu. Tak kurang dari 50 judul buku telah ditulis lelaki yang tidak pernah mau menikah karena dianggapnya perkawinan dan keluarga hanya beban saja. Namun Sartre tidaklah menjauhi wanita ia bahkan hidup bersama dengan pengarang Simone de Beauvoir lebih dari 30 tahun lamanya. Ketika berusia 23 tahun, Sartre lulus dengan predikat terbaik pada Ecole Normale Superieure. Sedangkan teman hidupnya, Simone de Beauvoir, lulusan terbaik nomor dua. Sejak itu keduanya seakan tak bisa dipisahkan lagi. Pernah menjadi pejuang pro-komunis yang gigih pada tahun 30-an tapi kemudian membelot karena kecewa sesudah ada perjanjian nonagresi Nazi-Soviet, 1939. Tapi ketika Jerman kemudian menyerbu Rusia, Sartre kembali ke kubu komunis menghantam Jerman -- lewat sandiwara. Dan ketika Stalin kemudian berkuasa di Soviet, Sartre kecewa lagi. Tapi pada dasarnya Sartre menempatkan diri di sayap kiri yang militan -- meskipun partai komunis tidak mengakui sifat "revolusioner"nya. Ia terpilih sebagai pemenang hadiah Nobel 1964. Namun Sartre menolak hadiah itu. Ia membenci nilai-nilai yang melekat pada hadiah semacam itu. Dan ketika orangorang miskin menulis surat kepadanya, "berikan hadiah yang kau tolak itu pada kami," Sartre merasa pedih. Ia merasa tidak dimengerti. Karya filsafatnya yang terpenting, L'Etre et le neant (1943). Novelnya, La Nausee (1938). Sandiwara-sandiwaranya yang pernah dipentaskan di sini antara lain Les Mouches (Lalat-lalat) dan Huis Clos (Pintu Tertutup). Tapi ia tidak punya pengaruh apapun di Indonesia. Hanya di tahun l950-an banyak seniman mengaku "eksistensialis."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus