"KALAU terjadi apa-apa dengan saya, saya minta kaupulangkan
saya ke Sala," demikian pernah Dukut Hendronoto alias Pak Ooq
berkata kepada isterinya. Dijawab oleh sang isteri waktu itu:
"Kok aneh-aneh, jangan begitu Pak. Tugas kita masih banyak."
Permintaan Pak Ooq akhirnya bisa terlaksana. Sabtu 22 Arril
yang lalu, tepat jam 12.00 siang, Pak Ooq sampai di Sala. Tanpa
nyawa. Sehari sebelumnya Pak Ooq meninggal di RS Cikini, juga
tepat jam 12.00 siang.
Beberapa jam sebelum jenazah diangkut ke Sala, anak perempuan
sulung Pak Ooq, Heni Hendrarti, telah dipercepat pernikahannya
di hadapan jenazah ayahnya Rencananya, "kami akan menikahkan
Heni dengan Suryono tahun ini juga," kata isteri Pak Ooq. Tapi
sang ayah sudah ditentukan lain oleh Tuhan.
Pak Ooq menderita sakit cukup lama juga. Semula diperkirakan
encok. Kemudian bengkak-bengkak matanya, dan pergilah dia ke
dokter mata. Kemudian lagi disarankan untuk pergi ke dokter
syaraf. Belakangan ketahuan dia menderita sakit ginjal.
Penyakitnya ini sudah terlambat diobati.
"Bapak peramah, tapi keras wataknya," ujar ibu dari 7 orang anak
yang masih memerlukan biaya semua. Nyonya Dukut sendiri hingga
kini masih bekerja di Istana Kepresidenan. Rumahnya di Jalan
Daksa II, bukan miliknya. Masih berdasar sewa yang bisa
dibayarnya murah sekali. "Kini saya sudah mulai memikirkan untuk
membuka pondokan untuk anak sekolah atau karyawati," ujar Nyonya
Dukut. Dulu Pak Ooq tidak mau pindah profesi dari melukis.
Sebelum 1965, Almarhum pernah jadi guru gambar di TVRI. Kemudian
membuka les menggambar buat anak-anak. Semula gratis, tapi
lama-lama ditarik bayaran juga walaupun murah sekali. Ternyata
Pak Ooq tidak memberi pelajaran melukis saja, karena kepada
anak-anak kecil ini diberikan pula pengertian cerita-cerita
pertempuran pasukan Indonesia melawan Belanda dan sebangsanya.
Di tahun 1955-an mobil Pak Ooq pernah berkeliaran di seputar
Jakarta -- yang belum seramai sekarang. Mobil cilik liat itu
digambarinya berbagai adegan orang membawa bambu runcing,
pestol dan beberapa adegan pertempuran. Ada pula hiasan. Di
salah satu sudut mobil ada tulisan "seniman kere".
Dukut Hendronoto lahir di Sala 58 tahun yang lalu. Anak ke-7
dari keluarga besar yang punya saudara 14 orang ini, berada di
Surabaya ketika pecah perang kemerdekaan. Di bulan Nopember
tahun lalu, di Hari Pahlawan, Pak Ooq malah menyatakan dialah
yang menembak Jenderal Mallaby Komandan Pasukan Komando
Perdamaian Sekutu. Tapi rupanya pendapatnya tidak mendapat
tanggapan.
Selalu terus terang mengaku sebagai pengikut Sukarno, dialah
satu-satunya seniman yang berani membuat patung Bung Karno,
beberapa saat setelah Bung Karno meninggal. Tanggal 11 Maret
1970, "saya mendapat wangsit untuk membuat patung Pahlawan
Revolusi RI," demikian Pak Ooq berkata. Kemudian siang dan malam
patung itu diselesaikannya. Hingga kini patung masih berdiri
menghadap ke jalan Gunarwarman di Kebayoran Baru. Tangan kanan
Sukarno terangkat ke atas, di belakangnya ada simbol Garuda
Pancasila, dan di atas kepala Garuda ada tulisan Arab yang
berbunyi Allahu Alim. Di bawah kaki Sukarno, ada tulisan lagi:
"Bung Karno lebih mentjintai rakjatnja dari pada dirinja." Di
dalam rumah juga ada lukisan kebanggaannya: potret diri Sukarno.
Karya Pak Ooq terakhir Bung Karno disalib. Salib dan tubuh BK
dibuat dari semen putih yang tegak di atas banteng dari semen
hitam. Di sebelah kiri depan tubuh BK (semula mengenakan sarung
dan kaos oblong, kemudian berobah dalam posisi disalib bercelana
pendek dan berpeci) ada seekor monyet yang sedang menengadah ke
atas. Di bawah sebelah kanan, ada tulisan yang dibingkai 4
berbunyi: "Sebagai tumbal, kuserahkan diriku kepada Tuhan Yang
Abadi" -- dan di pojok kanan bawah ada tulisan "Bung Karno".
Pada alasnya ada dua mangkuk kaca berisi air dan kembang
sesajian. Patung BK disalib ini rupanya belum selesai, karena
masih dilindungi seng. Tapi pembuatnya telah tiada.
Ketika dirawat di RS Cikini, Bung Hatta sempat menjenguk. Ketika
meninggal, datang melawat antara lain Ketua Mahkamah Agung Prof.
Oemar Senoadji SH, Nyonya Hartini Sukarno, Pak Kasur dan bekas
Kapolri Hugeng.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini