Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tokoh

Meninggal Dunia

Soegondo Djoyopoespito, 74, bekas ketua kongres pemuda 1928, meninggal dunia. Almarhum pernah melontarkan kritik terhadap kelakuan pemuda sekarang yang menganggap segala hal mudah dan gampang. (pt)

6 Mei 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SOEGONDO Djojopoespito, 74 tahun, telah berpulang Minggu 23 April yang lalu. Almarhum adalah Ketua Kongres Pemuda 1928, kongres yang berhasil mengeluarkan motto Satu Nusa, Satu Bangsa dan Satu Bahasa. Jenazahnya dimakamkan di pemakaman keluarga Taman Siswa, Celeban, Yogya. Beberapa bulan yang lalu, almarhum pernah mengeluarkan kritiknya atas perilaku pemuda sekarang. Yaitu menganggap segala hal mudah dan gampang. "Mental demikian ini sangat mengkuatirkan," demikian beliau pernah berujar. Tapi almarhum tidak setuju akan niat dan istilah "pewarisan kepada generasi muda." Soegondo lebih setuju kalau generasi muda biarkan saja menentukan masa depannya sendiri. Soebagijo I.N., wartawan dan penulis sejarah pers itu, mengenang almarhum Soegondo di harian Kompas. Soebagio memiliki surat-surat Soegondo, ada yang antara lain berbunyi: "Pada suatu hari (lupa tanggal dan tahunnya 1941) datang Sdr. Djohan Syahrusah dan Adam Malik di rumah saya (Ciujungweg) membujuk saya supaya saya suka menjadi "direktur" Antara, sebab katanya: saya mempunyai pakaian wool dan bisa ngomong Inggeris, sehingga pantas dan bisa datang di consulaat-consulaat untuk mencari langganan buat Antara. Saya jawab: "Maksud saudara, apakah saya suka menjadi "colporteur?" Saya terima deh." Soegondo kemudian mendapat gaji Fl. 10 sebulan dan uang itu cukup untuk naik tram ke kantor Antara yang waktu itu masih di jalan Pinangsia II. Tentang Adam Malik, almarhum Soegondo menulis surat kepada Soebagio. "Bila saudara ketemu dengan sdr. Adam Malik, katakanlah kepadanya bahwa mobil berdasarkan S.I.D. no. 1304003 13/00213 tanggal 24 Pebruari 1965 yang saya terima dengan bantuannya dulu itu tidak dapat saya ambil, berhubung dengan instruksi tanggal 13 Maret 1965 untuk menangguhkan pembukaan L/C-nya." Sampai akhir hayatnya, Soegondo tidak pernah merasakan memiliki mohil sendiri. Dalam suratnya itu pernah bahkan dia tulis "Seminggu yang lalu, saya jatuh dari becak, karena becaknya ditabrak Honda. Untung saya selamat." Hanya tulang di kaki Soegondo yang terasa sakit. Soebagio kemudian menyesal, karena surat Soegondo yang terakhir ini tidak disampaikan kepada Adam Malik, yang waktu itu masih akan dipilih jadi Ketua MPR/DPR. Isteri Soegondo, Soewarsih, telah meninggal bulan Agustus tahun lalu. Almarhumah telah berhasil mendampingi perjoangan suaminya, dan untuk itu telah dituliskan sebuah buku yang aslinya dalam bahasa Belanda (berjudul Buiten het Gareel) yang kemudian diterjemahkan dalam bahasa Indonesia berjudul Manusia Bebas.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus