SOEGONDO Djojopoespito, 74 tahun, telah berpulang Minggu 23
April yang lalu. Almarhum adalah Ketua Kongres Pemuda 1928,
kongres yang berhasil mengeluarkan motto Satu Nusa, Satu Bangsa
dan Satu Bahasa. Jenazahnya dimakamkan di pemakaman keluarga
Taman Siswa, Celeban, Yogya. Beberapa bulan yang lalu, almarhum
pernah mengeluarkan kritiknya atas perilaku pemuda sekarang.
Yaitu menganggap segala hal mudah dan gampang. "Mental demikian
ini sangat mengkuatirkan," demikian beliau pernah berujar. Tapi
almarhum tidak setuju akan niat dan istilah "pewarisan kepada
generasi muda." Soegondo lebih setuju kalau generasi muda
biarkan saja menentukan masa depannya sendiri.
Soebagijo I.N., wartawan dan penulis sejarah pers itu, mengenang
almarhum Soegondo di harian Kompas. Soebagio memiliki
surat-surat Soegondo, ada yang antara lain berbunyi: "Pada suatu
hari (lupa tanggal dan tahunnya 1941) datang Sdr. Djohan
Syahrusah dan Adam Malik di rumah saya (Ciujungweg) membujuk
saya supaya saya suka menjadi "direktur" Antara, sebab katanya:
saya mempunyai pakaian wool dan bisa ngomong Inggeris, sehingga
pantas dan bisa datang di consulaat-consulaat untuk mencari
langganan buat Antara. Saya jawab: "Maksud saudara, apakah saya
suka menjadi "colporteur?" Saya terima deh."
Soegondo kemudian mendapat gaji Fl. 10 sebulan dan uang itu
cukup untuk naik tram ke kantor Antara yang waktu itu masih di
jalan Pinangsia II.
Tentang Adam Malik, almarhum Soegondo menulis surat kepada
Soebagio. "Bila saudara ketemu dengan sdr. Adam Malik,
katakanlah kepadanya bahwa mobil berdasarkan S.I.D. no. 1304003
13/00213 tanggal 24 Pebruari 1965 yang saya terima dengan
bantuannya dulu itu tidak dapat saya ambil, berhubung dengan
instruksi tanggal 13 Maret 1965 untuk menangguhkan pembukaan
L/C-nya."
Sampai akhir hayatnya, Soegondo tidak pernah merasakan memiliki
mohil sendiri. Dalam suratnya itu pernah bahkan dia tulis
"Seminggu yang lalu, saya jatuh dari becak, karena becaknya
ditabrak Honda. Untung saya selamat." Hanya tulang di kaki
Soegondo yang terasa sakit.
Soebagio kemudian menyesal, karena surat Soegondo yang terakhir
ini tidak disampaikan kepada Adam Malik, yang waktu itu masih
akan dipilih jadi Ketua MPR/DPR. Isteri Soegondo, Soewarsih,
telah meninggal bulan Agustus tahun lalu. Almarhumah telah
berhasil mendampingi perjoangan suaminya, dan untuk itu telah
dituliskan sebuah buku yang aslinya dalam bahasa Belanda
(berjudul Buiten het Gareel) yang kemudian diterjemahkan dalam
bahasa Indonesia berjudul Manusia Bebas.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini