SAYA senang pada semua itu. Lebih baik dipuji sewaktu kita masih
hidup daripada sesudah mati," ujar Mr. H. Sutan Mohamad Raid.
Itu dikatakannya sesudah kawan-kawannya melontarkan banyak
pujian, pada perayaan ulang uhun ke-70 bekas tokoh PRRI
tersebut--19 November.
Acara di Gedung Kebangkitan Nasional Jakarta itu dihadiri
sekitar 300 orang--sebagian besar warga serumpun, Padang. Sebuah
buku, Rasjid --70, diterbitkan oleh panitia peringatan itu.
"Terima kasih, boss," sambut Rasjid ketika Mr. Sumanang, salah
seorang anggota panitia, menyerahkan buku tersebut. Keduanya
selama ini memang saling memanggil boss.
"Saya dulu berpihak pada. pemberontak PRRI karen mempertahankan
pendirian," tutur Rasjid, ayah empat anak, kepada TEMPO. Waktu
itu ia melihat pembangunan lebih banyak dilakukan di pusat.
Sedang menurut hemat bekas gubernur militer Sumatera Barat dan
Tengah serta menteri pembangunan dalam Pemerinuh Darurat RI
(1949-50) itu, "seharusnya ada perimbangan antara pusat dan
daerah." Juga ia kecewa karena melihat, "Saat itu Soekarno
banyak memberi peluang pada golongan komunis. Dan saya sangat
antikomunis."
Karena itu, usai jadi Dubes RI di Roma (1954-58), ia langsung
memihak PRRI dan tinggal di Jenewa. Kemudian menetap di Malaysia
(196468) dan pulang. Meski Soekarno sudah memberi pengampunan
pada 1961, Rasjid tak segera balik karena "takut ditangkap."
Soalnya, waktu itu, Syafrudin Prawiranegara saja ditangkap dan
ditahan di Madiun. Sebagai sesama orang PRRI "saya takut
bernasib begitu pula."
Tentang pemerintahan sekarang, "sekalipun ada orang berkata
bahwa-pembangunan berhasil atau setengah berhasil, saya tak
punya opini," katanya. Sebabnya, "Takut ada salah pengertian
dari pemerintah." Padahal ia nampak sudah berbahagia dengan
kedelapan cucunya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini